All Chapters of Bukan Pemeran Utama: Chapter 11 - Chapter 20
42 Chapters
11 - Pertanyaan
Kupandang Mas Alvis beberapa kali, aku ingin membahas tentang siapa itu Austin atau setidaknya ada kejelasan mengapa teleponnya mendadak di matikan. Apa aku tidak pantas tahu apa-apa? Kan itu keluargaku, yaps! Aku menduga Austin adalah keluargaku. Atau bisa saja, dia adalah pacarnya adikku yang telah meninggal itu? “Nabhila, bukankah Mas berulang kali mengatakan untuk tidak melamun? Apa ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu lagi? Mas siap mendengarnya.” Kupandang Mas Alvis lama, orangnya sibuk menatap ke depan. Tidak! Jangan dulu. Aku tidak boleh buru-buru membahasnya apalagi telepon tadi hanya beberapa detik. Kalau Mas Alvis marah terus membatalkan jalan-jalan kami? Aku sendirikan yang kena. Kugenggam tangannya sambil tersenyum senang, “Aku lagi bahagia tahu, Mas. Baru saja kemarin sedih karena tidak bisa jalan-jalan eh hari ini dibawa Mas Alvis keluar. Apa ya? hatiku senang banget, makasih suamiku makin sayang deh.” Bisa prediksi bagaimana senangnya dia? Sangat senang sekali b
Read more
12 - Ingatan Tak Mendasar
Suasana mendadak canggung semenjak kami pulang mendadak, Mas Alvis tidak mengajakku bicara atau setidaknya menjawab pertanyaan yang aku tanyakan kepadanya. “Kita bicarakan di rumah setelah Kanza tidur.” Hanya itu yang dia katakan saat keluar dari mobil untuk mengajakku masuk kembali dan ke rumah. Ku tatap Mas Alvis yang sibuk menyetir, aku tidak bisa begini dengannya. Maunya, kita membahasnya sampai tuntas lalu tertawa bersama. Kami adalah keluarga bahagia dan aku tahu Mas Alvis sangat menyayangiku juga Kanza jadi Mas Alvis mana mungkin berbohong apalagi merahasiakan sesuatu dariku. Karena aku sangat mempercayaiku suamiku. Orang yang tetap ada di sisiku, menerimaku bahkan mencintaiku padahal keluargaku sendiri membuangku. Tangannya kugenggam pelan, “Mas, aku tidak bisa lama-lama diam begini. Aku tipikal perempuan yang tidak bisa diam apalagi dengan suamiku sendiri. Kalau memang kalian pernah dekat pun tak akan aku permasalahkan. Aku yakin, Nadhi dan aku sudah membahas ini jauh se
Read more
13 - Austin Menemukannya
Apartemennya bersih tapi pemiliknya tidak ada di sini. Hanya foto hasil pemotretannya terpasang berjejer di dinding, sangat cantik.Austin menatap ke arah dapur, ia seakan bisa melihat adanya Nadhila di sana sedang memasak omlet untuknya dengan cerita menyenangkannya. Perempuan berambut pendek itu selalu menceritakan apa pun yang dia lalui ke Austin.“Agak engga suka sih sama konsepnya cuman terlanjur kontrak, bisa saja sih aku tolak terus apa ya? Minta ortu ganti rugi? Kayaknya mereka bakal happy banget karena akhirnya aku minta uangnya. Eh! Kok liatin aku segitunya?”“Senyum kamu cantik.”“Hahhaa, My Love Austin! Kamu juga sangat tampan makanya aku bersedia bertunangan denganmu.”Ia tersenyum sendirian mengingat kenangan lamanya dengan Nadhila, tapi deringan ponselnya membuatnya buru-buru keluar dari sana.Nama Feira tertera di sana.“Bagaimana? Kamu menem
Read more
14 - Aku tidak tau
Mataku mengerjap beberapa kali menyesuaikan cahaya yang masuk, samar-samar suara Mas Alvis mulai bisa aku dengar dengan baik.“Tidak perlu ke rumah sakit kan Dok? Apa bagaimana?”“Tidak perlu Pak Alvis, cukup di pantau saja kesehatannya. Karena terlalu memaksakan ingatannya akhir-akhir ini jadinya Bu Nabhila sering pusing bahkan sampai ke tahap pingsan. Saran saya, minta beliau untuk menikmati harinya saja, masalah ingatan itu akan kembali seiring waktu.”“Baiklah Dok, terimakasih karena mau mampir ke sini.”“Sama-sama Pak Alvis, sebuah kehormatan karena bisa membantu Anda.”Aku merenung sendirian di ranjang, sepertinya ini bukan kamar utama karena tidak ada Kanza di sampingku. Apa tadinya Mas Alvis begitu mengkhawatirkanku sampai-sampai harus memanggil dokter kemari?Suara mobil yang menjauh bahkan bisa kudengar dengan jelas, aku agak menyesal karena membuat suami tersayangku khawatir.
Read more
15 - Xera Akan Pindah
Saat semua orang mengatakan Nadhila Meeaz telah tiada tapi tidak dengan Xera. Selama berminggu-minggu ini berkabung menatap nanar foto-fotonya dengan Nadhi, sahabatnya. Ada yang mengganjal di hatinya saat melihat jasad Nadhi terakhir kalinya.“Kamu kok perginya kecepatan sih Nad? Katanya mau ke Bali lagi sama aku terus mau foto bareng bahkan mau nikah di sana juga. Kamu lagi sembunyi di mana sih? Pasti lagi main petak umpet sama aku ya?” Xera berdiri dari duduknya.Di pegangnya salah satu figura foto berisi fotonya dengan Nadhila, si cerewet dan paling tak suka rambutnya panjang. Batas panjang rambutnya Nadhi itu sampai pundak bahkan di leher doang kalau lebih pasti di potong.“Hari ini jadi ke rumahnya Tante Nada engga?” tanya Ibunya dari arah pintu.“Jadi Ma, dari kemarin-kemarin Tante Nada nyariin aku terus katanya. Padahalkan dia harusnya nyariin Austin bukan aku.” Jawabnya malas, bukan membenci mamanya Nadhi hanya
Read more
16 - Cinta Pertama
Alvis memainkan gelas yang ada ditangannya sembari memperhatikan istrinya yang sedang tertidur lelap bersama Kanza di ranjang. Bukan tatapan penuh cinta melainkan tatapan sulit di artikan, ia bingung jalan apa yang ia pilih sekarang.Saat dunia mengira ia sedang berkabung, ia malah berpindah hati menemui cinta lainnya. Cinta yang dulunya sempat mengembang jauh ke luar negeri sana.“Mas Alvis kenapa liatin aku segitunya?” lamunannya buyar, ia mendekati istrinya dan duduk di pinggiran ranjang.“Senang saja, akhir-akhir ini kita menikmati hari yang bahagia. Mas menginginkan kebahagiaan seperti ini terus menerus sampai Kanza menemukan pasangannya.” Dan yang paling membahagiakan adalah Nabhila selalu menyambutnya dengan senyuman hangatnya.Senyuman yang jarang sekali Alvis temukan di masa-masa sebelumnya. ‘Nabhila’ tidak pernah tersenyum semanis ini, palingan sebatas kasih sayang saja.“Aku yang harusnya bersyuk
Read more
17 - Ada Teman Baru
Karena beberapa bahan makanan habis terus suami tersayangku sibuk kerja engga tahu kapan belinya, jadinya aku memutuskan untuk pergi.Pastinya setelah meminta izin pada Mas Alvis dulu agar dia tidak kelabakan lagi mencariku di mana-mana. Kali ini keluarnya agak jauh dari rumah padahal biasanya sekedar keliling saja di kawasan kompleks bermain dengan Kanza.Saat ini aku mendorong troli, Kanza ada di depanku tepatnya di dalam gendongan kainnya.“Kecap manis, saus tiram sama bumbu serba guna.” Gumamku sembari membaca catatan yang aku buat tadi pagi.Sudah banyak barang yang aku masukkan ke dalam troli, ternyata membeli bahan makanan sambil bawa anak susah juga ya? aku pikir segampang aku memikirkannya, haha.Sayang sekali Mas Alvis sibuk padahal aku ngarepnya kami jalan bertiga, jadinya bisa makan bersama sehabis berlanja.“Mba? Engga jalan?” mataku mengerjap, aduh! Saking kangennya sama Mas Alvis jadi lupa jalan.
Read more
18 - Namanya Xera Kayaknya
Dan tahu tidak apa yang menyenangkan? Ternyata kami bertemu lagi di antrian kasir, aku sesekali menoleh ke belakang untuk melambaikan tangan padanya, di balasnya dengan senyuman sopan.Apa aku seceria itu ya? Padahalkan di belakangku bukan langsung dia, melainkan ada bapak-bapak satu terus di belakangnya lagi ada ibu beserta anaknya, setelahnya barulah dia.Kini giliranku, aku menunggunya selama beberapa menit barulah membayarnya jadinya aman.Tak langsung pulang, aku malah duduk di depan supermarket berniat menunggu perempuan itu. Saat dia keluar, aku segera berdiri menghampirinya agar kami bisa berkenalan atau bahkan ke tahap tukar nomor ponsel.Sejauh ini, aku belum menemukan teman yang sesuai dan dialah orangnya. Tipe teman impianku banget pokoknya.“Gue kira lo dah pergi.” Dia sangat mengagumkan.“Haha belum, masih menunggu taksi jemputan. Mau temenin aku menunggu engga? Aku takut sendirian soalnya baru banget di kota
Read more
19 - Siapa Austin itu?
Selagi Mas Alvis sibuk memasukkan barang belanjaanku, Aku sibuk bermain dengan Kanza di ruang tengah. Usianya semakin bertambah membuatku sedikit kewalahan setiap kali dia merengek maunya di manja padahalkan pekerjaanku bukan hanya mengurusnya saja.“Manja banget sih anak Bunda? Bunda kan mau masak untuk Ayah, Princess. Kalau Kanza-nya maunya di gendong terus, masak untuk ayahnya kapan dong?” tanyaku lesu, tapi tetap bersyukur karena adanya Kanza di antara kami.Senyumku mengembang saat Mas Alvis mendekat dan mengambil alih Kanza dariku.“Mas tadi liat teman baruku engga? Dia kece banget tahu Mas, aku jadi iri mau berpenampilan seperti dia. Tapi sadar diri kalau sudah ada Kanza di gendonganku.” Tahu responnya Mas Alvis? Dia malah menertawaiku.Dasar, aku tidak suka ini.“Tadi Mas tidak terlalu memperhatikannya karena terlampau sibuk teleponan dengan sekertaris, Mas. Apa penampilannya sangat cantik?”Aku me
Read more
20 - Apa Ketahuan?
Jariku dengan cepat mengetik nama Austin di laman pencarian internet, hanya saja saat semuanya bermunculan langkah kaki mendekat jadinya aku mengeluarkannya. Tak lupa menghapus jejak pencariannya agar Mas Alvis tidak marah apalagi kecewa karena aku melanggar peraturannya.“Padahal tadi anteng sama ayah kok malah kangen Bunda sih? Harusnya Kanza bilang sama Bunda tidak mau jauh darinya, iyakan Sayang?” Mas Alvis semakin dekat, jariku mengetik asal resep makanan agar mempunyai alasan.“Katanya mau masak kok main hp?”Layar ponselnya kuperlihatkan padanya.“Oh lagi liat resep. Nanti Mas belikan buku resep begitu jadinya kamu engga main ponsel lagi ya? Engga baik bagi Kanza kalau keseringan liat Bundanya main hp.” Maunya menolak tapi nantinya Mas Alvis marah lagi.“Kayaknya ide bagus Mas, aku jadinya punya banyak ide untuk lauk makan kita karena aku melupakan semua resep masakan yang aku tahu dulu.”
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status