All Chapters of Naik Ranjang: Chapter 21 - Chapter 30

263 Chapters

Ch.21

Duh Gusti.Ini karma atau apa? Tapi rasanya terlalu manis untuk disebut karma.Lantas kuraih ponsel yang tergeletak di samping laptop. Menghubungi nomor Ibu untuk melakukan video call. Sebab aku tidak memiliki nomor Hilma. Entah dia memiliki ponsel atau tidak. Karena tidak pernah kulihat Hilma bermain ponsel.Kuarahkan ponsel lurus ke depan dengan dipegangi kedua tangan. Cukup lama panggilan terhubung sebelum akhirnya Ibu menerimanya.Klik!Layar ponselku telah memperlihatkan si kembar. Wajah Ibu hanya terlihat sedikit. Karena Ibu sudah tahu, jika aku menghubunginya di jam kerja, artinya aku sedang merindukan kedua putraku.Padahal bukan hanya si kembar yang ingin kulihat."Say hello sama Ayah, Nak," ucap Ibu mengarahkan layar ponselnya pada si kembar. Mulut mereka belepotan. Pun dengan pakaiannya.Mereka berceloteh di depan layar ponsel. Aku tersenyum melihat tingkah mereka, yang semakin hari, semakin lucu dan menggemaskan.Setelah dirasa cukup, Ibu pun mengarahkan kembali layar pons
Read more

Ch.22

POV Yuda ***Setelah membisikkan sebuah pengakuan di telinganya. Aku merebahkan tubuhku di samping Hilma. Semula terlentang lalu kini miring ke kanan. Menghadap punggung Hilma di depanku.Kupasangkan selimut yang sama dengan Hilma. Lalu seperti sebuah tuntutan, aku melingkarkan tanganku melewati pinggangnya. Memeluk Hilma dari belakang saat dia sedang tertidur.Desiran halus memenuhi hati.Serta satu rasa lain yang baru aku rasakan lagi.Hangat.Rasa yang telah lama tidak pernah kurasakan, sejak kepergian Khanza.Pantas saja si kembar selalu anteng dan tenang saat bersama dengan Hilma.Aku ikut merasakannya malam ini.Bibirku tersenyum simpul. Sebelum akhirnya memejamkan mata untuk tidur.Menikmati desiran halus dalam hati serta hangatnya pelukan malam ini.*********Hawa dingin terasa semakin menyeruak. Aku menggeliat pelan dan terbangun dari tidur. Membuka mata perlahan dan aku masih di ruangan bermain.Lantas kutarik selimut yang hanya sampai pinggang. Menarik hingga ke atas dada,
Read more

Ch.23

Aku berdiri mematung di depan rak display minimarket yang kudatangi. Melihat rupa-rupa pilihan benda asing di hadapanku saat ini.Bersama Khanza, aku belum pernah membelikannya. Karena sering kulihat stoknya di kamar. Tidak aneh, karena Khanza sangat senang berbelanja. Tak jarang menumpuk barang atau stok yang masih ada di rumah."Pembalut malam, 29 cm. Yang ini 35 cm. Ukuran Hilma berapa, ya?" gumamku sendirian di depan rak display."Yang ini non wings, terus yang ini wings. Ada sayapnya, emang apa fungsinya sih? Gak ngerti …." rintihku menggerutu.Akhirnya kuambil lima pack pembalut berbeda ukuran dan jenisnya, lalu segera membawanya ke kasir.Di meja kasir, dua kasir perempuan nampak saling sikut. Mengulum senyum dan melempar tatapan aneh padaku."Ehm … buat istrinya ya, Pak?" Satu perempuan berambut pendek bertanya.Aku hanya mengangguk menanggapi pertanyaannya."Duh, pasti Bapak sangat sayang sama istrinya, ya?" tanya kasir yang bertugas menghitung belanjaku pagi ini.Aku hanya t
Read more

Ch.24

POV Yuda.–Duduk di bangku kemudi dalam mobil, kutatap lekat voucher bulan madu di tangan. Bulan madu tiga hari tiga malam di salah satu hotel di Jawa Tengah. Dengan views yang memang pas untuk pasangan honeymoon.Apa sudah saatnya, Hilma tahu yang sebenarnya tentang perasaanku?Apa ini saat yang tepat, untuk aku mengatakan yang sejujurnya pada Hilma?Apa Hilma akan menerima perasaanku? Apa dia akan melupakan kata-kata menyakitkan yang selalu aku lontarkan pada saat awal-awal pernikahan kami?Kutarik napas panjang memenuhi dada.Kusimpan hadiah dari kantor itu di dashboard mobil. Lantas kunyalakan kendaraan roda empatku dan meninggalkan parkiran kantor.Aku pulang satu jam lebih awal dari biasanya.Membelah jalanan raya yang tidak begitu padat. Mobilku kini telah jauh dari kantor.Kubawa mobilku melewati gapura perumahan tempatku tinggal. Sekitar lima menit saja setelah menjauh dari gapura komplek. Mobilku kini telah memasuki berada di area pemakaman umum.Ikut menghentikan mobil di
Read more

Ch.25

"Eh, tunggu tunggu!" Tanganku ditahan dengan cepat. Sehingga langkahku menuju mobil terhenti."Masuk dulu, Yud. Kita ngobrol dulu. Lo aneh banget tiba-tiba kasih ini ke gue.""Enggak usah, Za. Gue mau langsung pulang. Kurang jelas emangnya yang gue bilang? Gue gak jadi pergi. Itu hadiah jadinya buat Lo!"Namun Fahreza merangkul pundakku. Menyeretku melewati gerbang pagar rumahnya. Membawaku paksa ke teras depan rumahnya. Lalu menghempasku hingga duduk di bangku plastik."Apa sih, Yud? Lo kenapa? Ceritalah." Suara Fahreza melunak. Membuatku menghembus napas kasar.Lalu mengusap wajahku dengan kedua tangan. Selama ini, aku memang berteman baik dengannya. Bisa dibilang kami juga teman dekat. Fahreza selalu menjadi tempatku bercerita tentang apa yang terjadi padaku. Dia sudah seperti kakakku sendiri. Mau mendengar dan juga sering menasehatiku. Tapi lebih seringnya, aku justru tak mendengar pesan-pesan darinya."Lo kayak habis nangis. Ada masalah apa?" tanyanya kembali karena aku masih bun
Read more

Ch.26

POV Yuda.–Pulang dari rumah Fahreza. Kini mobilku telah terparkir di depan garasi. Hari sudah semakin sore saat aku tiba di rumah.Keluar dari mobil. Aku berjalan lunglai memasuki rumahku. Berjalan pelan tanpa tenaga.Pikiranku kacau. Hatiku apalagi.Kenapa rasanya sangat menyakitkan sekali?"Hil, sekarang bukannya mau masuk tahun ajaran baru? Biasanya di yayasan suka ada acara imtihan 'kan? Tahun ini enggak ada?" Sayup terdengar suara Ibu mertua dari arah ruang bermain.Aku menghentikan langkah. Mematung di tembok sekat ruang bermain dengan ruang depan rumahku."Ada kok, Bu. Itu 'kan acara rutin setiap tahun di yayasan," jawab Hilma. Rupanya Hilma telah pulang dari makam dan lebih dulu tiba di rumah."Terus kamu enggak ke sana?" tanya Ibu mertuaku lagi.Belum ada jawaban dari Hilma. Hingga beberapa saat terdengar helaan napas berat darinya. "Enggak, Bu. Mas Yuda gak izinin pergi.""Lho … kenapa? Itu 'kan acara tahunan dan kamu pasti selalu hadir.""Gak tahu, Bu. Gak papa aku gak pe
Read more

Ch.27

POV Yuda.–Hilma telah kembali ke kamar ini. Setelah keluar dengan membawa baskom danhanduk kompresnya. Lalu mengambil Arka yang merengek baru bangun dari tidurnya. Dibawanya Arka keluar dari kamar. Biasanya akan Hilma pindahkan ke bouncer. Membasuh wajahnya untuk kemudian diberikan susu.Sedangkan aku masih terbaring di atas tempat tidur. Aku sudah tidak begitu menggigil seperti tadi. Namun nyeri di sekujur tubuh masih tetap terasa pun dengan lemasnya. Begitu juga dengan kepala yang masih pusing.Mungkin, ini karena aku mandi terlalu lama kemarin. Serta dalam keadaan perut yang kosong. Sehingga aku sakit seperti sekarang ini.Tak lama Hilma kembali ke kamar dan mendekat ke samping tempat tidur.Dia mengulurkan tangannya menyentuh dahiku. "Panasnya agak turun. Tapi kamu masih pucat. Emm, kamu butuh sesuatu?" tanyanya.Krubukk KrubukkkMulut yang terasa kering dan belum sempat menjawab pertanyaan Hilma. Akhirnya terwakili oleh suara perutku yang cukup keras.Hilma seakan mengerti. Tan
Read more

Ch.28

"Tapi sekarang aku mencintai kamu, Hilma … aku mencintai kamu," ujarku dengan lirih. Hanya bisa terdengar olehku sendiri.Aku hanya tidak ingin kamu terus peduli. Kamu tahu kenapa? Karena kepedulian kamu, justru membuatku akan semakin jatuh cinta padamu, Hilma. Sedangkan kamu tidak.************************Dua hari berikutnya.–Aku masih sakit. Meski demamnya sudah tidak lagi kurasa. Begitu juga dengan pusing yang berangsur hilang, tetapi badanku masih terasa sakit seluruhnya.Dokter sudah memeriksa dan memberiku obat. Sayangnya, aku enggan untuk disuntik. Sehingga harus mengkonsumsi obat yang diberikannya sebanyak dua kali sehari. Kata dokter, aku hanya kelelahan dan masuk angin.Ibu Bapakku serta mertuaku bahkan sampai menginap di rumah. Mereka ikut sibuk mengurus si kembar, sementara Hilma fokus merawatku.Sudah dua hari pula aku izin tidak masuk kerja. Jangankan untuk bekerja, untuk mandi saja sudah tiga hari aku tidak mandi.Selama sakit. Hilma sangat telaten merawatku. Mulai d
Read more

Ch.29

Selepas kedatangan Fahreza yang menjengukku. Esoknya aku sudah kembali bekerja. Keadaanku berangsur membaik, usai bercerita semuanya pada sahabatku itu. Sehingga bisa kembali bekerja dan kini aku sudah benar-benar sehat.Selama aku sakit. Hilma yang benar-benar mengurusku. Dia bahkan membatalkan kepergiannya ke yayasan. Karena sakitku yang tiba-tiba dan berbarengan dengan jadwal keberangkatannya ke yayasan saat itu.Hari ini weekend. Aku pulang lebih awal dari kantor. Membawa mobilku dari kantor dan tidak buru-buru ke rumah. Melainkan melipir terlebih dulu ke sebuah resto bintang lima.Setelah memarkirkan mobil, cepat aku pun masuk ke dalam bangunan resto. Lalu mengutarakan keperluanku di resto ini pada pelayan yang bertugas.Dan setelah selesai, aku kembali ke mobil. Meninggalkan resto dan pulang ke rumah. Sebelum malam nanti, aku akan membawa Hilma ke mari.***********"Hallo, Bu? Ibu di mana?" tanyaku melalui sambungan telepon. Mobilku telah sampai di depan rumah. Aku tidak buru-bu
Read more

Ch.30

Rasanya ini terlalu aneh.Aku takut ditolak oleh perempuan yang statusnya sudah jelas sebagai istriku sendiri. Aneh sekali bukan?Laki-laki lain menyatakan perasaan sebelum ada ikatan. Tapi aku, malah sebaliknya. Sungguh aneh.Hatiku rasanya tidak berhenti berdebar. Bahkan setelah kini aku berganti pakaian.Menyisir rambut hingga rapi dan membenahi kemeja. Mematut diriku di cermin entah untuk keberapa kalinya.Aku sangat gugup.Berulangkali kali aku mengatur napas, untuk mengurai rasa gugup yang menguasai.Klek!Pintu kamar dibuka dari luar.Pandanganku otomatis bertemu dengan Hilma yang baru saja masuk."Kata Ibu, Ibu sama Bapak ke sini buat jaga si kembar, karena kita mau ke luar malam ini. Benar begitu?" tanya Hilma setelah kini berdiri di dekat lemari.Aku mengangguk cepat. "Iya. Aku sudah siap. Aku tunggu kamu di mobil!" perintahku seraya merapikan rambut. Padahal rambutku sudah rapi dan tidak berantakan."Emm, kita mau ke mana?" Hilma kembali bertanya."Ikut saja. Nanti kamu jug
Read more
PREV
123456
...
27
DMCA.com Protection Status