Lahat ng Kabanata ng Rencana Rahasia Para Ipar Serakah: Kabanata 31 - Kabanata 40
106 Kabanata
Bab 31
Ternyata memang benar, orang-orang licik dan jahat tidak bisa dihadapi dengan gegabah. Harus ada strategi yang diatur agar tidak salah melangkah. Nauna mengakui itu sekarang. Perkataan Dinara telah dia buktikan sendiri. Jika saja dia menuruti emosi dan mengamuk karena tidak terima dengan tuduhan para iparnya tadi, Dean pasti akan semakin memandang salah dirinya. Dia bersyukur bisa berpikir cepat dan tidak salah bertindak. Setelah semua kekacauan di lantai selesai dibereskan, semua orang kembali duduk mengelilingi meja makan. Dean melarang Nauna memasak dan memesan makanan di luar untuk makan malam. Sebab, butuh tenaga dan juga waktu yang lama untuk memasak. Semua orang mungkin sudah lapar, terutama anak-anak. Nauna bersyukur tidak perlu melakukannya lagi. Beberapa saat kemudian, semua makanan yang dipesan telah datang. Nauna dengan sigap menyajikannya untuk semua orang. Dean menatapnya dengan perasaan lega. Dia merasa senang melihat Nauna bersikap baik pada para iparnya. Dia semak
Magbasa pa
Bab 32
Nauna masih menduga-duga apa yang dipikirkan para iparnya sekarang. Dia tahu, mereka tidak akan mempercayainya begitu saja. Karena itu, dia mengendalikan diri agar tetap tenang dan tidak terlihat mencurigakan. Pada saat ini, Dean mengajaknya meninggalkan meja makan, sebab adzan Isya sudah berkumandang. Nauna segera menurut dan mengikuti langkahnya menuju kamar. Begitu Nauna dan Dean pergi, tiga orang yang tertinggal di meja makan segera berunding. “Ini aneh.” Rudy membuka pembicaraan dengan suara setengah berbisik. “Bukankah Nauna sudah tahu rencana kita? Kenapa dia bersikap begitu?”Dia tidak mengerti, mengapa Nauna bersikap baik. Bahkan, ketika mereka menuduhnya sengaja membuat kekacauan di ruang makan, perempuan itu justru mengaku salah dan meminta maaf. Padahal jelas-jelas Tari yang menyandung kakinya dengan sengaja. Rudy merasa ada yang aneh, tapi tidak yakin apakah perempuan itu benar-benar tulus atau sedang berpura-pura. Lusi dan Tari juga punya pikiran yang sama. Tadi sia
Magbasa pa
Bab 33
Nauna segera duduk dengan tegak. Mendengar nada suara Dinara yang serius, dia bertanya dengan penasaran, “Ada apa, Kak?”Dinara tidak ingin memberitahunya sekarang. Dia berkata dengan misterius, “Kita bertemu saja dulu. Baru aku beritahu.” Nauna berpikir sejenak. Para iparnya sedang megawasi gerak-geriknya. Jika dia pergi ke luar sekarang, mereka mungkin saja akan curiga dan mengikutinya. Dia tidak ingin mengambil resiko dan bertanya untuk memastikan, “Apakah sangat penting?”“Entah ini bisa disebut sangat penting atau nggak, tapi aku ingin menunjukkan sesuatu,” kata Dinara. “Apa?”Dinara sedikit berdecak, “Nggak enak bicara di telepon. Aku nggak bisa menjelaskannya secara detail. Yang pasti ini ada hubungannya dengan strategi kita. Apa kamu nggak bisa pergi sekarang?”Nauna tidak bisa menahan rasa penasarannya. Setelah menimbang selama beberapa saat, dia memutuskan untuk pergi menemui Dinara. “Baiklah. Kita bertemu di mana?”“Aku kirimkan lokasinya, ya!”Setelah telepon terputus,
Magbasa pa
Bab 34
“Apa?” Dinara terkejut. Dia hampir saja menoleh, tapi segera menahan pergerakannya sendiri. Dia sadar, orang-orang itu akan curiga jika dia tiba-tiba menoleh dan memperhatikan mereka.Dinara menatap Nauna yang masih berusaha menyembunyikan wajah dan bertanya dengan suara pelan, “Apa mereka melihat ke arahmu?”Nauna mengintip perlahan. Dia melihat Rudy—yang duduk menghadap ke arahnya—sedang berbicara dengan laki-laki yang kemarin datang ke rumah. Sepertinya, iparnya itu sama sekali tidak menyadari keberadaannya. Jadi, dia menggeleng sebagai jawaban atas pertanyaan Dinara. “Kalau begitu, kita harus pergi dari sini sekarang. Sebelum mereka menyadari keberadaanmu.” Dinara berkata dengan tegas. Nauna setuju. Dia sadar dirinya terlihat aneh dan mencurigakan, karena terus menutupi wajah dengan buku menu. Jika dia tetap di sini, Rudy dan laki-laki itu bisa saja melihatnya dan menaruh curiga.Kemungkinan terburuk adalah mereka memergokinya dan berpikir bahwa dia telah memata-matai mereka. D
Magbasa pa
Bab 35
Mobil berhenti sedikit jauh dari pintu gerbang. Dinara menatap rumah bercat putih di depan sana. Terlihat besar dan mewah. Dia belum pernah berkunjung ke rumah itu, tapi segera paham mengapa para ipar Nauna sangat ingin menjualnya. Harganya bisa mencapai milyaran, orang-orang serakah pasti tergiur. Dinara tiba-tiba teringat, Nauna telah dijadikan pembantu oleh para iparnya. Dia membayangkan, betapa melelahkannya mengurus rumah sebesar itu sendirian. “Nau, rumah itu terlalu besar untuk diurus sendirian. Seharusnya, ada satu atau dua pembantu.” Dinara berkata. “Ya, tapi selama ini para iparku tinggal di sana tanpa pembantu. Hanya ada tukang kebun. Dan sekarang mereka punya satu pembantu, yaitu aku.” Nauna berkata dengan getir. Dinara merasa prihatin. “Aku harap, rencana mereka segera terbongkar dan situasi ini segera berakhir.” Dia berkata dengan tulus. Nauna tersenyum dan berterima kasih. Dia juga mengharapkan hal yang sama. Setelah rencana para iparnya terbongkar dan gagal, dia
Magbasa pa
Bab 36
Rey ternyata tahu benda apa yang dipegangnya. Nauna bingung harus bereaksi bagaimana. Jadi, dia hanya diam dan berharap anak ini hanya sekedar bertanya tanpa memiliki tujuan lain. Melihat Nauna diam dan berusaha menyembunyikan ekspresi bingung di wajahnya, Rey kembali melontarkan pertanyaan yang lebih menohok, “Tante ingin menyadap pembicaraan siapa dengan alat ini?”Nauna tersentak. Sekarang, dia tidak bisa lagi menganggap Rey hanya sekedar bertanya. Sebab, pertanyaan kali ini diiringi dengan tatapan tajam yang menyorot wajahnya. “Ah...itu...” Nauna terbata-bata. Seperti sudah menjadi kebiasan, dia selalu kehilangan kata-kata setiap kali harus menghadapi Rey dalam kondisi seperti ini. Dia sendiri tidak mengerti alasannya. Apakah karena dirinya memang tidak bisa berbohong, ataukah karena aura anak ini yang begitu dingin? Nauna berusaha mengatur suaranya. Setelah beberapa saat, dia berkata dengan gugup, “Kamu...nggak perlu tahu.”Seharusnya memang begitu, kan? Rey adalah tipikal or
Magbasa pa
Bab 37
Dean tidak langsung memberitahukannya. Dia menyimpan kabar baik itu dan mengajak Nauna makan terlebih dahulu. Nauna tidak memaksa dan menanti dengan sabar. Selesai makan malam, dia menunggu Dean mandi, lalu menunaikan sholat Isya. Baru setelah itu, dia bertanya, “Ada kabar baik apa, Mas?” Dean tersenyum. Dia duduk di tepi tempat tidur dan berkata dengan sumringah, “Aku dipromosikan untuk naik jabatan. Sebagai manager.” Nauna tercengang dan menatapnya tak percaya. Dia tahu kinerja Dean sangat bagus di kantor, tapi dia tidak menyangka suaminya itu akan dipromosikan menjadi manager. Ini benar-benar kabar baik yang patut disyukuri. “Alhamdulillah.” Nauna segera mengucap syukur. Dia menatap Dean yang terlihat begitu senang, lalu memberinya sebuah pelukan. “Aku ikut senang, Mas. Semoga kamu bisa segera menempati posisi manager di kantor.”“Aamiin.” Dean mengusap puncak kepala Nauna dengan lembut. “Nanti, setelah aku naik jabatan, kita pindah dari sini, ya?”“Hah?” Nauna tersentak dan s
Magbasa pa
Bab 38
Setelah pembicaraan mereka berakhir, Dean pergi ke ruang kerjanya untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan. Pada saat ini, Nauna segera menyambar ponselnya. Lalu, mencari-cari handsfree di dalam laci nakas. Setelah ditemukan, dia segera menyambungkannya dengan ponsel dan memasangnya di telinga. Jantungnya berdebar keras. Dia berharap, dirinya belum terlambat mencuri dengar pembicaraan Rudy dan Lusi malam ini. “...Lima milyar!”Itu adalah dua kata pertama yang Nauna dengar dari handsfree di telinganya. Dan itu adalah suara Rudy. Dia menajamkan pendengaran dan berharap bisa mendengar lebih banyak pembicaraan mereka. “Itu angka yang besar sekali, Mas! Dia benar-benar mau membayar dengan harga lima milyar?” Suara Lusi terdengar pelan, tapi sangat antusias. “Ya. Dia itu sangat kaya. Jadi, lima milyar bukan apa-apa baginya.” Rudy berkata dengan sombong. “Memang nggak salah aku menawarkan rumah ini padanya.”Nauna segera paham, mereka sedang membicarakan harga jual rumah ini. Sepertinya,
Magbasa pa
Bab 39
Malam cepat sekali berlalu. Nauna baru tidur sebentar, tapi fajar sudah menyingsing. Dia bergegas bangun dan bersiap-siap melaksanakan sholat subuh. Dean sudah menunggunya di atas sajadah. Hari ini, Dean harus berangkat ke kantor lebih pagi dari biasanya. Dia bilang, ada pergantian CEO di kantor dan akan ada penyambutan pagi ini. Setelah subuh, Nauna langsung menyiapkan pakaian dan tas kerja Dean. Sementara dia bergegas mandi. Laki-laki itu terlihat gugup dan terburu-buru. Nauna tidak bisa menahan tawa saat melihat Dean salah mengancingkan kemeja. Dia segera memperbaikinya sambil bertanya, “Kenapa begitu gugup?”Dean meringis, “Karena akan bertemu CEO baru. Orang-orang bilang, dia agak seram.”Nauna tertawa kecil, “Dia masih manusia, kan? Kenapa harus gugup? Lagipula, kamu salah satu karyawan terbaik di kantor. Bahkan, sedang di promosikan naik jabatan. Jadi, kenapa harus gugup?”“Justru karena sedang dipromosikan, aku merasa sedikit gugup.” Dean berkata apa adanya. Dari yang dia
Magbasa pa
Bab 40
Setelah penyambutan singkat itu, Jeremy beserta orang-orang yang mendampinginya keluar dari ruangan. Tepat saat pintu di tutup, semua karyawan mulai membicarakannya. Penilaian terhadap CEO baru itu cenderung negatif. Ini dikarenakan sikapnya yang dingin dan terkesan arogan. Akan tetapi, bagi sebagian besar karyawan perempuan, sikapnya justru menarik perhatian. Dean tidak terlalu mendengarkan obrolan orang-orang di sekitarnya. Dia bangkit perlahan dan hendak beranjak pergi, tapi bahunya di tarik dari belakang hingga dia menoleh dan membalikkan badan. “Bagaimana menurutmu?” Heru—rekan kerjanya—bertanya. “CEO baru kita sepertinya orang yang dingin. Aku merasa kedinginan selama dia ada di ruangan ini.”Dean terkekeh mendengar celetukan Heru dan berkata, “Nggak boleh begitu!” Kemudian, dia berjalan meninggalkan ruang rapat. Heru mengejar langkahnya dan berjalan di sampingnya. “Aku pikir, CEO dingin hanya ada dalam drama, tapi sekarang aku melihatnya sendiri di depan mata.” Heru kembali
Magbasa pa
PREV
123456
...
11
DMCA.com Protection Status