All Chapters of Belenggu Hati Mantan Suami: Chapter 21 - Chapter 30
93 Chapters
BAB 13B
Setiap kali mendengar nama Haidar, hati Kiran bergetar. Kala mata mereka tak sengaja bertemu, degup jantung Kiran bertalu-talu.Setengah jam berlalu, Kiran langsung memarkirkan motor dan bergegas masuk ke dalam. Dia menarik napas lega saat melihat jam masih kurang lima menit lagi sebelum batas absensi ditutup.“Aduuh yang habis dipuji, sumringah banget, Bu.”Kiran hanya tersenyum menanggapi ucapan Hadi. Dia langsung duduk di meja kerjanya dan menyalakan komputer. Wanita itu membuka jadwal rencana kerjanya hari ini. Sebelum pulang, Kiran memang terbiasa membuat agenda pekerjaan yang akan dikerjakan esok hari. Sehingga, setiap jam kantor dimulai, Kiran sudah tahu apa yang akan dikerjakan.“Kayaknya bakal menyabet penghargaan AO terbaik lagi nih.” Lira ikut menimpali ucapan Hadi. dari sudut matanya, Kiran dapat menangkap Hadi dan Lira saling melempar senyum. “Tapi kalau cara kerjanya kotor, tidak akan bertahan lama biasanya.” “Maksudnya, Ris?” Lira mengedipkan mata pada Risdi.“Bukanny
Read more
BAB 14B
“Ran.”“Ran? Sibuk ya?”“Ran? Kabur saja dari kerjaan. Makan siang bareng yuk? Nanti biar tembus target, aku top up lagi modal kerjanya.”“Hai, Kiran, ciee … cie … sombong nih yeee.”“Pulang jam berapa, Ran?”“Rannnnnn, Rannnnn, Rannnnnn ….”Kiran tersenyum lebar saat membuka ponsel. Dia menggeleng pelan melihat pesan dari Pras yang menumpuk. Pras terus-terusan mengiriminya pesan karena dia tidak membalas. Kiran terbahak membacanya.Apalagi saat membaca pesan terakhir, Kiran seakan mendengar suara Pras sedang mengganggunya. Dulu, setiap kali dia ngambek, Pras akan memanggilnya seperti itu dengan nada motor gede yang berkali-kali di gas. "Drrrnnnn, Drrrrrnnnn, Drrnnnnn". Seharian ini Kiran sibuk sekali. Setelah pulang dari kunjungan proyek perumahan FLPP milik Haidar, dia langsung melengkapi berkas pengajuan proposal pinjaman dan presentasi di hadapan pinca dan reviewer.Setelah memastikan semua sudah OK dan pihak ADP serta Legal menyatakan besok dapat dilakukan akad pembiayaan antar
Read more
BAB 14C
“Tuh!” dia mengacungkan tunjuk pada Lira dan Hadi. “Kalian sudah punya angka belum? Sibuk aja nyinyirin Kiran.” Kiran tertawa dan melambaikan tangan pada Mira. sudahlah, maksudnya.Lepas maghrib, mobil Pras sudah parkir manis di depan Bank. Dia tersenyum lebar melihat Kiran keluar. “Aku sudah izin sama Bapak dan Ibu. Kubawakan martabak manis Mang Johar, izin mulus kudapatkan.” Pras membuka obrolan setelah mobil berjalan.“Nyogok nih yeeee.” Pras terkekeh mendengar sindiran Kiran. Lelaki itu terlihat santai malam ini. Seperti biasa. Pras tidak pernah tampil formal dan kaku. Kaos putih dan celana jeans menjadi andalannya. Dia tidak menggunakan jaket, sehingga dadanya yang bidang terekspos jelas.Suasana jalanan sedikit padat. Kiran tidak banyak bertanya mereka akan makan kemana. Terserah Pras saja, toh dia juga ditraktir. Namun, Kiran mendadak menegakkan punggung dan membelalakkan mata saat mobil Pras parkir setengah jam kemudian.“Kita … kesini?” Kiran menoleh dan menatap Pras bingung s
Read more
BAB 15A
"Sudah hampir jam sembilan, Pras." Kiran turun dari kap mobil. "Besok aku harus berangkat pagi." Kiran memeluk dirinya sendiri karena udara malam mulai terasa dingin.Pras mengembuskan napas pelan karena Kiran tidak menjawab. Kiran mengalihkan pandangan ke arah langit seolah sedang memandangi bintang saat mata Pras menatapnya penuh harap. Kiran menggigil. Embusan angin terasa menusuk karena dia tidak mengenakan jaket.Pras melompat dari kap mobil dan membukakan pintu untuk Kiran. "Silakan, Tuan Putri." Dia sedikit membungkukkan badan dengan posisi tangan mempersilakan Kiran masuk.Kiran tertawa melihat kelakuan Pras. Dia memukul bahu Pras pelan sambil menggelengkan kepala. Ada-ada saja tingkah Pras yang membuat senyumnya kembali terbit. "Thank you."Pras tersenyum tipis dan menutup pintu mobil. Lelaki itu menghembuskan napas kencang sebelum berjalan memutar dan ikut masuk ke dalam mobil. “Kiran,” lirihnya."Loh? Kita kemana ini?" Kiran menautkan alis saat mobil justru berjalan berlawa
Read more
BAB 15B
Ini alasan terbesar Kiran selalu menghindar setiap kali Pras membahas tentang perasaan. Masalah harta bisa dicari, tapi restu orangtua adalah segalanya bagi Kiran. Tidak akan berkah kehidupan yang mereka lalui kalau restu orangtua tidak membersamai.Selain itu, penolakan Linda kala itu masih membekas di hati Kiran. Nyeri itu bahkan masih terasa sampai saat ini. Sepanjang hidup dia hanya berteman dekat dengan Pras. Dia bahkan tidak mengenal cinta monyet saat SMP dan SMA karena Pras selalu menempel padanya.Saat harap mereka mulai berkecambah, Linda mencabut habis hingga ke akar-akarnya. Penolakan dengan membawa status keluarga, meninggalkan jejak yang sangat membekas di dasar perasaan Kiran.“Aku hanya meminta kita mencoba, Ran.”Kiran menarik napas panjang. Ucapan Pras membuyarkan ingatannya tentang masa itu. Dia pura-pura menggaruk hidung untuk menghilangkan jejak air mata di wajahnya. Dia memperhatikan sekitar. Tidak lama lagi mereka kan sampai.Kiran tersenyum tipis saat mendengar
Read more
BAB 16A
Kiran melemparkan ponselnya sembarangan. Dia menggeliat dan kembali bergelung dibawah selimut sambil memeluk guling.Akhir pekan, Kiran memang sering bermalas-malasan. Ibunya pun mengerti anak semata wayangnya itu butuh istirahat karena lima hari penuh dari pagi sampai malam sibuk bekerja. Dia baru saja menunaikan shalat Shubuh dan bermaksud tidur kembali saat ponselnya bergetar. Matanya yang tadi sudah setengah tertutup mendadak terbuka lebar. Kiran bergegas menyeret tubuhnya agar bisa menggapai ponsel di ujung tempat tidur.“Nanti Mas jemput jam delapan ya, Ran :-)”Kiran menepuk kepala. Hampir saja dia lupa ada janji pergi dengan Haidar hari ini. Hubungannya dengan Haidar mulai membaik. Walau tidak terlalu intens, tapi Kiran sudah mulai menanggapi pesan dari Haidar.Bagaimanapun, Haidar adalah nasabah di tempatnya bekerja. Mau tidak mau, dia harus menjaga hubungan baik. Selain itu, Kiran mulai mencoba berdamai dengan masa lalu. Tiga tahun berlalu, sudah saatnya dia lepas dari semu
Read more
BAB 16B
Satu jam lebih mereka akhirnya sampai ke tempat tujuan. Pantai. Tempat kencan Kiran dan Haidar pertama kali. Di sana pula dulu Haidar menyatakan keseriusan dan melamar Kiran sebelum menemui Ahmad dan Rista.“Hmmmm … sudah lama tidak mencium aroma laut.” Kiran merentangkan tangan saat keluar dari mobil. Angin laut yang asin langsung menyergap dan membuat jilbab Kiran melambai-lambai.Haidar tertawa melihat Kiran yang memejamkan mata. Dia membiarkan wanita itu tenggelam sejenak dalam dunianya. Haidar memilih memesan dua butir kelapa muda.Setelah puas, Kiran menghampiri Haidar yang sedang duduk. Pantai itu tidak terlalu ramai. Hanya ada dua keluarga kecil dan beberapa sejoli yang berpasangan. Kiran tertawa saat balita gembul berumur sekitar tiga tahun berlari dari ibunya. Sementara si Ibu terlihat kewalahan mengejar anaknya.Di sebelah gazebo mereka persis, dua sejoli sedang saling diam. Si wanita berjilbab biru duduk dengan kedua kaki ditekuk. Wajahnya dia telungkupkan di antara lutut.
Read more
BAB 17A
Kiran mengalihkan pandangan saat yakin lelaki berkaos putih itu adalah Pras. Mendadak dia merasa dibohongi. Entah kenapa ada kemarahan yang muncul di hatinya saat melihat Pras berjalan mesra dengan seorang wanita.“Itu Pras, kan?” Haidar menoleh pada Kiran. Dia melihat wanita itu memegang ujung baju sambil menatap ke tempat lain seolah tidak melihat Pras yang berjalan semakin dekat dengan gazebo mereka.“Kiran?” Haidar memegang bahu Kiran. Refleks, Kiran menoleh. Hati Haidar berdenyut nyeri melihat wajah mendung Kiran.“baj*ngan!” Haidar mengepalkan tangan dan memukul lantai gazebo hingga menimbulkan bunyi yang cukup keras. “Tunggu disini! Biar Mas yang urus lelaki sia*lan itu.”“MAS!” Kiran terlambat. Haidar sudah melompat dan berjalan cepat menghampiri Pras yang masih belum menyadari keberadaan mereka.“Pengecut!” Sekuat tenaga Haidar melayangkan pukulan ke wajah Pras.“PRAS!” Wanita di samping Pras berteriak kencang karena gandengan tangannya terlepas secara paksa. Sementara Pras t
Read more
BAB 17B
Haidar yang sedang memperhatikan beberapa bagian tubuhnya yang membiru sontak berdiri saat mendengar suara Pras. Dia berjalan cepat menyusul Kiran dan Pras.“Apa maksudmu?” Haidar tersengal. Dia menahan langkah Pras yang sedang berjalan cepat sambil sedikit menyeret Kiran.“Kiran pulang denganku!”“Aku yang mengajaknya pergi maka aku juga yang akan mengantarnya kembali.”“Minggir!” Pras menolak Haidar hingga lelaki itu terhuyung.“AAARRRRGGGHH!!” Haidar berteriak kencang sambil memukul angin. Kondisi badannya sudah lemas. Dia baru merasakan sakit akibat pertengkaran tadi. Seumur hidup, baru kali ini dia berkelahi. Jadi, mau tidak mau dia hanya bisa menatap kesal pada Pras yang menyeret Kiran ke arah mobilnya.“Sial!” Haidar mengambil putik kelapa yang terjatuh dan melemparkannya dengan kencang ke laut untuk melampiaskan kekesalan. Dia akhirnya memilih duduk dan menikmati angin asin yang menerpa wajahnya. Deburan ombak sedikit banyak membantu perasaannya menjadi sedikit lebih tenang.“
Read more
BAB 18A
“Kau tahu, Pras? Kadang … perasaan tidak bisa dinalar dengan akal pikiran.” Kiran berkata pelan setelah bisa mengendalikan perasaan. “Kau sebut aku bodoh? Ya! Mungkin di matamu dan mata semua orang aku wanita bodoh yang tidak bisa melepaskan masa lalu ….”“Kalau begitu lepaskan!” Pras memukul kemudi. Dia benar-benar gemas dengan wanita yang sedang menatap sendu lampu jalan di depan sana. Sesekali, lampu itu mati, tak lama menyala kembali. Korslet. Mungkin karena jauh dari pemukiman warga sehingga tidak ada yang berinisiatif membenarkannya.“Boleh aku bicara dulu, Pras?” Kiran menoleh dan menatap Pras dengan mata sayu.Pras menarik napas panjang melihat bola mata Kiran yang berbinar. Pendar sisa-sisa air mata terpancar jelas di wajah itu. Diai akhirnya mengangguk pelan.“Tak semudah itu melepaskan semua, Pras.” Kiran kembali menatap ke depan. “Kami keluarga yang bahagia. Aku dan Mas Haidar saling cinta. Hubunganku dengan mertua pun sudah seperti orangtua kandung dan anak sendiri.” Mata
Read more
PREV
123456
...
10
DMCA.com Protection Status