All Chapters of Belenggu Hati Mantan Suami: Chapter 41 - Chapter 50
93 Chapters
BAB 23B
“Kamu kuat, Ran. Kalau aku ada di posisimu, mungkin saat ini aku tidak sanggup lagi kembali ke kantor. Bisa saja aku sudah pingsan di tempat kejadian.” Mira kembali memberi semangat pada Kiran. Dia sungguh kagum pada temannya itu. Mental Kiran cukup kuat hingga masih bisa duduk tenang di kantor saat ini.“Aku shalat dulu, Mir.” Kiran mendadak teringat belum shalat. Dia langsung membereskan meja kerjanya. Kiran berencana istirahat di mushola kantor saja sambil menunggu jam pulang. “Aku duluan, nanti sekalian pulang. Pak Nurman sudah memberi izin tadi.”“Hati-hati.” Mira mengangguk.“Istirahat yang cukup, Ran. Sepertinya besok merupakan hari yang berat. Pak Dirut langsung turun loh.”Kiran mengabaikan ucapan Rusdi. Dia bahkan tidak ambil pusing saat tawa ketiga rekan kerjanya itu berderai-derai di belakangnya. Kiran langsung menuju mushola. Air wudhu terasa segar membasuh wajah dan bagian yang lain untuk disucikan.Kiran sujud lama di sujud terakhirnya. Segala kegundahan hati dan ketaku
Read more
BAB 24A
"Sebenarnya, ini urusan anak-anak, Pak Sakti. Sebagai orangtua, kita tidak berhak ikut campur terlalu jauh. Tapi, kejadian kemarin cukup membuat penilaian saya terhadap Nak Pras berubah. Bisa-bisanya anak kami Verlin ditinggal begitu saja. Beruntung saya sedang di sekitar sana, jadi saat mendapat telepon bisa langsung meluncur dan dia tidak menunggu lama."Sakti melirik Pras dengan ujung matanya. Sementara Pras memilih menunduk. Rencana berkunjung ke rumah Verlin selalu tertunda hingga baru terlaksana hari ini.“Kita sama-sama pernah muda, Pak Sakti. Jadi, masalah pacaran, putus, orang ketiga dan sebagainya bukan hal baru lah bagi kita.” Danu melambaikan tangan. “Tapi, senakal-nakalnya saya dulu, saya tidak pernah meninggalkan atau menurunkan anak gadis orang di jalan.” Danu terkekeh. Tubuh lelaki itu bergerak-gerak pelan mengikuti irama tawanya.“Itulah, Pak Danu. Tujuan kami kemari untuk minta maaf karena kejadian itu. Sebenarnya, saya malu datang kemari, tapi bagaimana lagi? Mau ti
Read more
24B
“Siang tadi Papamu terkena skandal dengan wanita yang bernama Kiran juga. Heran Mama, anak dan Bapak kok bisa barengan kena masalah. Apa nama Kiran membawa kesialan tersendiri di keluarga kita?” Viona menggeleng.“Skandal bagaimana?”“Petugas Bank tadi datang ke kantor untuk mengurus pengajuan pinjaman ….”“Pengajuan pinjaman yang mana? Bukannya modal kita masih cukup?” Verlin menautkan alis. Dia melirik pada Danu yang semakin salah tingkah. Lelaki itu menyibukkan diri dengan ponselnya.“Entahlah, Mama nggak ngerti. Kan yang ikut mengurus usaha kamu, Sayang.” Viona mengelus tangan Verlin. “Mama kaget pas masuk ke ruangan papamu penampilan janda gatal itu sudah berantakan. Rupanya dia baru saja menggoda papamu agar bisa hidup terjamin. Tapi, papamu menolak sehingga dia mengamuk.”“Pegawai Bank?” Pras bertanya dengan tangan terkepal. Napasnya mendadak menderu. Pras merasakan dadanya mendadak panas seketika.“Iya, AO Bank Syariah. Namanya saja syariah, tapi kelakuan karyawannya bejat beg
Read more
BAB 25A
"Pras? Kiran janda?"Hening.Pras memperhatikan anak kecil berusia sekitar delapan tahunan yang membawa biola. Dia berdiri tepat di tengah zebra cross. Penampilannya rapi dan bersih, berbeda dengan pengamen kebanyakan.Saat tarikan pertama biolanya berdengking, ramailah lampu merah itu. Pengendara roda dua bertepuk tangan, sementara pengendara roda empat menurunkan kaca mobil agar lebih jelas mendengar lagu yang dimainkan.Bocah lelaki itu membawakan salah satu soundtrack film Bollywood yang berjudul Mohabbatein. Setiap gesekan biolanya sama persis dengan suara biola yang dimainkan oleh Shah Rukh Khan di film yang fenomenal itu hingga membuat para pengendara terhanyut.Mereka ringan hati memberikan beberapa rupiah sebagai apresiasi pada anak berusia delapan tahun itu setelah permainannya berakhir. “Semoga menjadi seniman sukses.” Pras mengacak rambut anak itu saat memberikan uang. Bocah lelaki itu tertawa dan menghindar.Bram kembali membisu setelah menutup kaca mobil. Sampai lampu me
Read more
BAB 25B
Pras menarik napas panjang. Dia kembali menunduk. Perasaannya campur aduk. Antara lega kedua orangtuanya tidak langsung menolak begitu mengetahui status Kiran, tapi juga bingung karena dia dan Kiran belum ada kejelasan.“Perkenalkan saja dulu Kiran dengan Papa dan Mama. Kalau cocok, nanti kita kenalkan dengan Kakek dan nenekmu, biar Papa dan Mama yang bantu bicara.”Pras mengangguk. Setelah dirasa cukup, lelaki itu pamit ke kamar. Di sini, Ely menatap keponakannya dalam diam. Sejak tadi dia memang memilih menjadi pendengar. Dia merasa tidak berhak masuk dalam urusan keluarga adiknya sebelum diminta berpendapat.Setelah membersihkan badan, Pras segera merebahkan badannya ke kasur. Dia memejamkan mata. Kelebatan wajah Danu yang dengan wajah memuakkan menjelek-jelekkan Kiran kembali melintas di pikiran Pras. Mendadak, emosi Pras bangkit kembali.Sesaat kemudian, dia tersadar. Bagaimana keadaan Kiran? Sejak tadi wanita itu tidak membalas pesannya. Pras bergegas mengambil ponsel di nakas.
Read more
BAB 26A
“Assalamualaikum, wah, Bapak? Tumben tidak ada kegiatan? Biasanya selalu ada saja yang dikerjakan di akhir pekan?” Pras menutup mobil dan berjalan dengan senyum lebar ke arah Ahmad yang sedang duduk santai di teras.Ahmad tertawa melihat Pras datang. Dia meletakkan koran sambil mempersilakan lelaki itu duduk. “Waalaikumussalam, libur dulu, Nak Pras.”“Alhamdulillah, bisa langsung numpang sarapan dong berarti ini.” Teras itu ramai oleh suara tawa Ahmad dan Pras.“Bawa apa itu?” Ahmad menunjuk rantang yang sejak datang tadi terus dipegang oleh Pras.“Ah iya, lupa. Ini ada opor ayam kampung titipan Mama.” Pras meletakkan rantang di meja sambil tersenyum lebar.Ahmad menatap Pras dengan mata menyipit. Seingatnya, belasan tahun mengenal Pras, ini kali pertama lelaki itu membawa titipan dari orangtuanya. Biasanya, Pras selalu membawa kue yang dibeli.Lama mereka bertatapan hingga akhirnya tawa Ahmad dan Pras kembali meledak. “Terima kasih, terima kasih.” Ahmad mengangguk dan membawa rantang
Read more
BAB 26B
Kiran mengulum senyum melihat Pras yang terus menggerutu. Dia memilih menyandarkan badan ke kursi sambil membenarkan ujung jilbabnya. “Entahlah kenapa Mas Haidar menelpon, mungkin mau menanyakan masalah progres rencana pencairan termin proyek perumahannya.”“Dia nasabahmu?” Pras menegakkan badan. Sesaat kemudian lelaki itu menepuk keningnya pelan melihat anggukan Kiran. “Modus saja. Ini hari libur.”“Lah? Apa bedanya? Kamu juga modus ke sini libur-libur.” Kiran terkekeh melihat Pras yang semakin sewot.“Kalo aku kan jelas … modus.” Pras akhirnya ikut tertawa. “Bagaimana masalah Pak Danu?”“Sudah selesai.” Kiran tersenyum. “Terima kasih.”“Eh?” Pras menyipitkan mata, wajahnya mengulum senyum. “Tumben?”“Kayak aku nggak pernah bilang terima kasih.”“Memang nggak ‘kan?”“Iya sih.” Suara tawa Pras dan Kiran memenuhi beranda. Rista yang sudah selesai dari dapur dan berjalan menuju kamar ikut tersenyum mendengar tawa mereka.Pras menarik napas panjang. Beberapa hari yang lalu, Rifky menghub
Read more
BAB 27A
“Bicara di dalam, tidak elok dilihat tetangga.” Rista memecah ketegangan antara Pras dan KiranKiran melepaskan tangan Pras. Sementara Pras menarik napas panjang. Tanpa dia sadari, dia sedikit meninggikan suara barusan. Ketegangan barusan masih mengambang di antara mereka. Menyisakan suasana yang mendadak terasa sangat ganjil. Perasaan yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya.“Kiran, ajak Pras masuk.” Rista membalikan badan, meninggalkan Kiran dan Pras yang masih berdiri kaku.“Kita bicara di luar saja, Pras.” Kiran akhirnya bersuara setelah cukup lama mereka berdiri dalam diam. Tanpa menunggu jawaban, Kiran bergegas masuk mengambil tas dan berpamitan pada Rista.“Jangan bicara kasar pada laki-laki. Kalaupun kau menolak, tolak dia dengan baik-baik. Kita tidak pernah tahu bagaimana dia akan bersikap jika sudah sakit hati. Paham? Sebaik apapun manusia, kadang khilaf mudah saja datang menyapa.” Rista menatap Kiran saat anaknya berpamitan.“Paham, Bu.”“Pikirkan yang terbaik untuk mas
Read more
BAB 27B
Mengingat wajah teduh Raya, wanita dengan kekurangannya tapi mempunyai segudang sabar di dada. Haidar dengan kebaikannya dan perjuangan mereka untuk memperoleh keturunan. Sungguh, Kiran berharap suatu saat nanti bisa berdamai dengan masa lalu dan hanya mengingat kebaikan orang-orang yang pernah menjadi bagian penting dalam hidupnya.“Ran?”Namun, tidak saat ini. Belum. Lukanya masih basah. Hatinya kembali berdarah karena lukanya terkelupas kembali di detik pertama bertemu Haidar setelah tiga tahun tak berjumpa. Namun, Kiran yakin. Dia pasti bisa berdamai dengan semua ini suatu hari nanti. Pasti. Walau dia sendiri tidak tahu kapan waktunya akan tiba.“Ran?” Pras menggoyang lengan Kiran karena wanita itu diam saja sejak tadi.“Ya, Mas?” Kiran gelagapan dan langsung menoleh pada Pras.“Mas?” Pras tersenyum getir. Siluet luka begitu kentara di mata teduh yang saat ini sedang menatap Kiran.“Maaf.” Kiran menunduk. Dia kelepasan karena tenggelam dalam kenangan.Pras menyugar rambutnya kasar
Read more
BAB 28A
Kiran Menarik napas panjang melihat kedatangan lelaki berkemeja biru langit itu. Haidar terlihat tampan dan matang dengan kemeja bermotif kotak-kotak. Tangan bajunya digulung hingga siku, membuat penampilannya sangat menawan.Wanita itu bergegas menutup gorden jendela. Dia mengambil tas tangan dan ponsel di atas kasur. Sebelum keluar, Kiran melirik cermin untuk memastikan penampilannya sudah rapi. Tunik kuning gading selutut dipadukan dengan celana pensil (skinny jeans) dan hijab coklat tua membuat penampilan Kiran sangat menarik malam itu.“Assalamualaikum.” Tepat saat Kiran menginjak anak tangga terakhir, Haidar mengucap salam.“Waalaikumussalam.” Ahmad dan Rista yang sedang menonton televisi menjawab berbarengan. “Masuk dulu, Nak Haidar.” Suara Ahmad terdengar kembali.“Haidar izin mengajak Kiran sebentar, Pak, Bu.” Senyum Haidar mengembang melihat Kiran datang. “Masya Allah.” Haidar berbisik lirih melihat keindahan wanita yang duduk di samping Rista. Kiran Zarina, wanita itu mema
Read more
PREV
1
...
34567
...
10
DMCA.com Protection Status