All Chapters of Kekasih Diam-Diam Sang CEO: Chapter 51 - Chapter 60
87 Chapters
Satu Kamar
Jika tidur di rumah, Namira pasti akan mencari guling untuk ia dekap dalam peluknya. Tidurnya juga akan menjadi lebih nyaman dan nyenyak ketika benda itu bisa menjadi satu dalam selimut bersamanya. Kali itu, Namira berusaha mencari keberadaan guling. Ia ingin sekali memeluk erat dan melanjutkan mimpinya. Karena mata masih terpejam, pun nyawa belum berkumpul penuh, Namira memeluk seseorang yang ada di sampingnya. Ia mencoba menarik. “Hmm berat sekali guling ini,” gumamnya dengan mata yang masih tertutup rapat. Namira berusaha dengan tenaga yang lemah karena rasa kantuknya belum pergi. “Dewangga!” teriakan dari luar kamar hotel membangunkan Dewangga dan Namira. “Aaaaaa!” teriak Namira begitu sadar di sampingnya ada Dewangga.“Bapak, sejak kapan tidur di sini? Kenapa nggak tidur di kamar Pak Dewangga? Saya sudah pesan dua kamar yang berbeda,” protes Namira. “Namira, ini kamar hotel saya,” jawab Dewangga belum sepenuhnya sadar. “Hah?” seru Namira. Lalu ia mengamati seisi ruangan. Matanya
Read more
Kericuhan Di Kantor
Ruang kerja Namira dan Dewangga sunyi tanpa suara, sepi tanpa ada tanda kehidupan di sana, kecuali, jam yang menggantung di dinding. Suaranya terdengar jelas saat ada orang yang melewati ruangan itu. Nimas merasa sedikit kesepian karena hari itu tidak ada sahabatnya yang bisa ia ajak bergosip, ngobrol, dan pastinya makan siang. Tak ada karyawan lain yang dekat dengan Nimas kecuali Namira. “Hei, kemana bestie lo itu?” tanya Ailin yang baru saja datang menghampiri tempat kerja Nimas. Nimas memberikan lirikan tajam. Ia enggan menjawab pertanyaan yang baginya tidak penting itu. “Tuli Lo? Gue doain beneran nggak bisa denger!” celetuk Ailin kesal karena dicuekin oleh Nimas. Walaupun sudah mendengar sumpah serapah dari Ailin, Nimas masih tidak mau menoleh ke arahnya.“Ih dasar sombong!” seru Ailin seraya menggebrak meja Nimas. Nimas meradang. Kepalanya sudah mulai panas, lalu membakar emosinya dengan cepat. Ia berdiri dari tempat duduknya, kemudian bersiap meladeni umpan yang diberikan oleh
Read more
Perjalanan Melupakan
Laras menunggu Aidan di depan gang rumahnya. Sudah cukup lama Laras menunggu di depan rumah, karena Aidan tak kunjung datang, Laras pun memutuskan berjalan hingga depan gang. Wajahnya sudah tidak sumringah seperti saat ia keluar dari rumah. Suasana hatinya pun berubah. “Aidan kemana sih?” gerutunya sembari terus mencari mobil Aidan . Tengok kanan kiri, belakang, dan semua arah sudah ia sambangi. Namun tetap saja belum terlihat mobil Aidan datang. Laras merogoh tasnya, menelepon sang kekasih agar bisa mendapat kepastian keberadaannya. Sayangnya, telepon dari Laras diabaikan oleh Aidan. Pagi itu kekesalan memihak pada Laras. Laras berganti tujuan pada ponselnya. Jarinya mengarah ke aplikasi taksi online untuk memesannya.“Duh, macet lagi,” gumam Laras ketika melihat aplikasi online. Beberapa saat kemudian, klakson mobil Aidan terdengar oleh Laras. Rasanya Laras tidak ingin masuk mobil Aidan, ia ingin memesan taksi online saja. Namun, jam di tangannya sudah memberi kode jika Laras akan t
Read more
Momen Untuk Namira
Seharian ini harinya dipenuhi oleh pekerjaan. Rapat bersama klien, turun ke lapangan, survei, dan pastinya membuat laporan tentang kegiatan yang telah dilewati selama satu hari penuh. Malamnya, Namira berniat untuk merebahkan badannya. Ia ingin memanjakan tubuhnya dengan tidak melakukan apa pun kecuali rebahan. Sayangnya, semua niat Namira dipatahkan oleh bosnya. Dewangga tiba-tiba saja telepon tengah malam dan meminta Namira untuk segera datang ke kamarnya. “Saya tunggu sekarang, ya!” ucap Dewangga terakhir sebelum akhirnya ia menutup teleponnya. “Duh, ada apa lagi, sih?” gerutu Namira sembari bangun dari rebahannya. Dengan sangat malas dan gontai, Namira bangkit dan segera bersiap ke kamar Dewangga. “Jangan-jangan ada laporan yang salah? Atau harus rapat lagi malam ini?” “Arghhh!”Baru ketukan pintu pertama, Dewangga sudah membuka pintu untuk sekretarisnya. Di dalam kamarnya, banyak hidangan di atas meja. “Apa lagi ini?” batin Namira mulai curiga. “Makan malam!” seru Dewangga dengan
Read more
Jawaban Yang Ditunggu
Pagi kedua di Surabaya. Namira sedang mengemas barang-barangnya. Ia merapikan dan memasukkan semua barang yang keluar dari koper pinknya. Setelah selesai, ia menutup rapat koper dibantu dengan badannya yang tidak seberapa besar itu. “Huh, kelar juga,” ucapnya setelah menyelesaikan semuanya. Namira sudah mandi, berganti pakaian, juga merias wajahnya agar tidak terlalu pucat. “Oh iya, rambut gue,” tuturnya ketika melihat gulungan handuk di kepala. Rambutnya masih sangat basah. Hari itu Namira memutuskan untuk keramas, supaya beban di pikirannya bisa ikut mengalir dengan shampoo dan air di kamar mandi. Lilitan handuk di kepalanya ia lepas, handuknya ia lempar ke kasur, lalu, Namira mengeringkan rambutnya dengan hairdrayer yang ia bawa dari rumah.“Namira, kamu belum selesai?” isi pesan dari Dewangga yang membuat ponsel Namira berbunyi. Namira buru-buru menghentikan kegiatannya mengeringkan rambut. Pesan itu ia baca dan langsung dibalas. “Tumben banget si Bapak,” gumamnya heran. Setelah m
Read more
Kisah Manis Dibalik Dinginnya Dewangga
Liburan yang Dewangga maksud bukanlah berkeliling ke banyak tempat wisata, makan di berbagai restoran yang ada, dan berbelanja sebanyak yang ia mau. Tetapi, hari dimana ia bisa melepas segala penatnya dalam pekerjaan, menghabiskan waktu tanpa banyak berpikir, dan pastinya ditemani oleh orang yang sudah ia pilih. “Maaf ya, Ra. Saya nggak bisa ajak kamu ke mana-mana. Saya Cuma bisa ajak kamu jalan ke taman, makan ke restoran deket hotel, dan sekarang belanja di mall yang juga dekat sama hotel kita,” ungkap Dewangga merasa bersalah kepada Namira. Namira menoleh, lalu, ia mengembangkan senyumnya yang manis dan seringkali memesona. “Ini juga sudah liburan bagi saya, Pak,” jawab Namira tersipu.Namira dan Dewangga menghabiskan waktu liburan mereka dengan tidak menjawab telepon atau pesan tentang pekerjaan. Rekan kerja, teman, dan beberapa orang di Jakarta menghubungi Dewangga dan Namira. Namun, mereka sudah sepakat agar tidak bermain ponsel hari itu. Segala kepentingan akan kembali dijalank
Read more
Hari Berdua
Senyumnya ada yang berbeda. Seperti ada sesuatu dalam lengkungan di wajahnya itu. Tatapannya dalam, seolah tak ingin lepas meski satu kedipan mata. “Sudah siap?” tanya Dewangga ketika Namira selesai bersiap dan menggandeng koper sedang berwarnya pink. “Sudah,” jawab Namira diiringi segaris senyum salah tingkahnya karena tatapan yang diberikan oleh Dewangga. Tangan Dewangga langsung menggenggam Namira tanpa diminta. Sebelum jam 12 siang, Namira dan Dewangga harus sudah keluar dari hotel karena penerbangan pesawat mereka pukul 10 pagi. “Sudah mau pulang saja, Pak, Bu. Memangnya sudah puas jalan-jalannya?” tanya si Supir mobil yang Namira pilih untuk menemani kegiatan mereka selama di Surabaya. “Secepatnya kami akan kembali lagi, Pak,” jawab Dewangga antusias.Posisi duduk hari ini dengan dua hari lalu berbeda. Dewangga tidak ingin duduk di kursi depan seperti yang biasa ia lakukan. Ia ingin duduk di samping Namira. Sebelumnya, ia juga melarang Namira untuk duduk di depan, samping supir.
Read more
Sasaran Selanjutnya
“Saya nggak mau kamu komunikasi lagi sama Aidan. Sekarang sudah ada saya yang harus kamu jaga perasaannya,” ucap Dewangga di depan gerbang rumah Namira. Namira dan Dewangga mengakhiri hari mereka dengan perdebatan kecil. Setelah semua pekerjaan selesai, Dewangga menyenggol tentang Aidan yang beberapa hari ini menghubungi Namira. Sebenarnya, Namira senang Dewangga mulai menunjukkan rasa cintanya dengan mencemburui Aidan. Tetapi, ia masih belum leluasa meluapkan apa yang dirasakan. Sebab, keputusan yang Namira ambil terlalu cepat dan terkesan mendadak. Namira bahkan belum menanyakan tentang perasaannya sendiri terhadap Dewangga. Apakah Namira memang mencintai Dewangga, mulai bisa membuka hati untuk orang lain, atau hanya sekedar menjadi teman kesepiannya setelah pengkhianatan.“Saya pulang dulu, ya. Istirahat yang nyaman, tidur yang nyenyak. Sampai jumpa besok pagi!” kata Dewangga seraya mengelus kepala Namira lembut. Namira mengangguk dan memberikan senyum terbaiknya untuk kekasih bar
Read more
Terbukanya Fakta
Namira membalik badannya setelah selesai mengunci pintu rumah. Dari situ ia baru sadar jika Dewangga sudah berada di depan gerbangnya. Dewangga melambaikan tangan serta menunjukkan senyum yang manis. Bagi Namira, itu sudah cukup manis dan menyejukkan. Tapi entah bagi orang lain. Mungkin saja mereka menilai senyum Dewangga masih sedingin sikapnya kepada orang lain. “Pak Dewangga, kenapa jemput saya?” pertanyaan Namira terdengar aneh. “Kita Cuma berdua di sini. Harus banget panggil aku Bapak?” Dewangga tidak setuju dengan panggilan yang diberikan oleh Namira. “Di luar kantor, kamu bisa panggil saya sayang, atau apa pun yang bisa membuat kamu nyaman,” ujar Dewangga memberi masukan yang langsung diberi tanggapan tawa renyah dari Namira.Namira dan Dewangga untuk pertama kalinya datang ke kantor berdua setelah menjadi pasangan kekasih. Mereka masih terlihat kaku, kikuk, dan seperti belum tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh pasangan kekasih. Namira masih ragu untuk bersikap manis dan ma
Read more
Hari Yang Berat
“Hari ini tidak banyak rapat di luar kantor, Pak. Lebih banyak kegiatan di kantor, karena banyak berkas yang harus Bapak periksa dan setujui,” ujar Namira diakhir pemberitahuannya mengenai jadwal Dewangga hari itu. Matanya sama sekali tidak mau menatap Dewangga. Pandangannya terus tertuju pada buku catatan yang ia letakkan di depan perut bagian atasnya. “Ada yang ingin Bapak tanyakan?” tanya Namira sebelum ia beranjak dari ruangan Dewangga. Dewangga mulai merasa ada yang aneh dengan Namira. Pagi tadi, saat mereka berangkat ke kantor berdua, Namira masih bersikap manis dan ceria. Sekarang semuanya hilang. Namira terlihat murung dan lebih diam. Ia lebih sering membuang pandangannya ketika tak sengaja bertemu mata Dewangga.“Kalau begitu saya permisi dulu, Pak,” Namira pamit ketika tidak ada pertanyaan dari Dewangga mengenai jadwal hari itu. “Tunggu, Namira!” panggil Dewangga sengaja menghentikan langkah Namira yang hendak keluar dari ruangannya. “Iya, Pak?” Namira menanggapi panggilan
Read more
PREV
1
...
456789
DMCA.com Protection Status