All Chapters of Dijatah Lima Juta: Chapter 41 - Chapter 50
57 Chapters
Mertua Protes
 "Sayang, mau jalan atau di rumah aja?" tanya Firman, mendekati aku yang saat ini sedang sibuk berkutat dengan panci dan kompor. "Kayaknya di rumah aja deh. Atau gimana kalau kita ke rumah mama? Kalau ke desa, kita cuma libur hari ini aja. Pasti akan sangat melelahkan kalau harus bolak balik," usulku. Firman tampak berpikir sejenak. "Baiklah, aku siap-siap dulu!" sahut Firman, bergegas ke kamar. "Eh, mau ke mana? Kita pergi sekarang?" tanyaku, setengah berteriak. Firman menghentikan lari kecilnya, lalu berbalik menatapku. "Lah, memangnya kita bukan pergi sekarang?" Kini Firman balik bertanya. "Aku kan lagi masak. Masa iya kita pergi sekarang? Kalau kamu siap-siap sekarang, aku gimana? Aku tanya, kamu malah balik tanya," sahutku. "Iya, iya, aku minta maaf. Kalau begitu, kamu selesaikan semuanya dulu. Setelah itu kita berangkat. Apa mau aku bantu?" tanya Firman, mendekat.
Read more
Benda pipih kecil
 Tiga bulan sudah pernikahanku dan Firman. Rasa cinta sudah mulai hadir. Walaupun belum seratus persen. Perlakuan Firman benar-benar membuat aku perlahan melupakan masa lalu kelam dan mengobati sedikit demi sedikit rasa traumaku terhadap pernikahan. "Yank, gimana kalai kita ke rumah mama di desa? Mumpung papa memberi kita libur panjang," usul Firman. "Aku sih terserah kamu aja Mas, mau di rumah aja atau ke rumah mama tidak ada masalah. Kapan kita mau berangkat?" tanyaku. "Bagaimana kalau sekarang? mumpung masih pagi. Kita tidak usah memberitahu mama, kita buat kejutan buat mama. Mama pasti senang," sahut Firman, membuat rencana. Aku tersenyum mendengar rencananya. Bisa-bisanya ia memikirkan rencana seperti itu.  Aki sendiri, bahkan tidak pernah terpikir sebelumnya. Firman memang jauh berbeda. Bukan hanya padaku saja perhatiannya. Pada mama juga.  "Baiklah, aku ganti pakaian dan siap-siap dulu," ucapku, bergeg
Read more
Positif
Pov Firman  Aku baru saja kembali dari pasar. Saat aku masuk ke kamar. Aku terkejut melihat seorang wanita muda di dalam kamar bersama Dila dan juga mama.  Tidak sampai di sana saja rasa terkejutku. Aku kembali dibuat terkejut, saat melihat sebuah benda pipih yang berada di tangan wanita muda yang aku perkirakan adalah bidan desa. "I-itu test pack kan?" tanyaku, meletakkan barang belanjaan di atas meja. "Mas, kamu sudah pulang?" tanya Dila, menatapku sendu. Aku mengerti dan sangat paham dengan arti tatapan itu. Tatapan yang menyiratkan rasa takut dan gundah. Tak mau membuat Dila merasa semakin tak karuan, aku gegas mendekatinya. "Iya Sayang? Mas baru pulang. Kamu baik-baik saja kan?" tanyaku, mengusap lembut punggung tangannya.  Dila mengangguk pelan. Ia tidak banyak bicara seperti  sebelumnya. Matanya menatap nanar ke arah benda yang saat ini masih dipegang bidan desa itu. "Baga
Read more
Umar memohon
(Pov Firman 2) "Sayang, sudah siap?" tanyaku, menunggu Dila di depan kamar. Saat ini kami sudah berada di rumah kami sendiri. Hampir satu minggu kami di desa, selama itu juga aku sedikit tersiksa dengan kemauan Dila yang mulai aneh-aneh. "Iya, sebentar lagi!" teriak Dila, dari dalam kamar. Kami sudah memutuskan untuk memeriksakan kondisi Dila ke dokter spesialis sesuai saran bidan desa waktu itu. Awalnya Dila menolak. Tapi, aku dan mama berhasil membujuknya. Semua itu kami lakukan bukan karena terlalu berharap kehamilan seperti yang bidan desa itu katakan. Kami hanya tidak tega melihat kondisi Dila yang semakin hari semakin memburuk. Ia terus-terusan muntah, mungkin saja kalau kami ke dokter kandungan semua keluhannya teratasi. Dan, kalaupun Dila benar hamil, kami bisa minta solusi untuk meringankan rasa mualnya. Dila sudah keluar dari kamar. Pakaiannya juga rapi. Seperti biasa, Dila selalu tampil cantik di mataku. "Ayo be
Read more
Wanita lain
"Apa yang dia lakukan di klinik Yank?" Pertanyaan Firman, sukses membuat aku tersentak. Aku tau siapa yang ia maksud. Firman pasti mau membahas soal pertemuan tidak disengaja dengan mas Umar di klinik tadi. "Aku juga tidak tau Mas," jawabku, jujur. "Oh begitu. Maaf kalau aku bertanya berlebihan. Aku cuma mau tau, apa yang kalian bicarakan? Tolong jangan marah!" Aku menghela nafas berat. Aku tidak mungkin marah hanya karena pertanyaan Firman yang seperti itu. Itu hak dia, dia pantas menanyakannya. Dan lagi, aku juga sudah berjanji akan menjelaskannya saat di rumah nanti."Dia mau mengajakku rujuk, Mas," jawabku pelan, lalu mengamati ekspresinya. Awalnya aku mengira Firman akan marah mendengar ajakan mas Umar. Tapi ternyata aku salah. Ekspresinya memang terkejut. Tapi setelah itu terlihat tenang lagi. "Lalu, apa jawaban kamu? Apa kamu mau?" tanyanya, menatapku dalam. Dari tatapan matanya, aku bisa melihat
Read more
Sepupu Firman
(Pov Author) Dila masuk ke dalam rumah sambil terus menangis. Rasa sesak di dadanya sudah tidak tertahan lagi. Saat keadaannya tengah hamil, sang suami dengan teganya bermesraan dengan wanita lain tepat di depan matanya. "Kamu jahat Fir!" teriak Dila, melemparkan tasnya ke arah sofa ruang tamu. "Kamu tega! Kamu tega berlaku seperti ini! Apa sebenarnya mau kamu? Kamu melamarku, kamu menikahiku, tapi kenapa kamu malah bersama wanita lain? Padahal saat itu aku ada di sana. Kamu tidak memikirkan perasaanku sama sekali!" Merasa lelah dengan masalah yang saat ini tengah ia hadapi. Dila akhirnya tertidur di sofa ruang tamu. Sedang di kedai seblak, Firman celingak-celinguk mencari keberadaan sang istri yang tak kunjung datang. Sudah hampir satu jam ia menunggu. Tapi, Dila tak kunjung kembali dari toilet. "Ke mana istrimu, Fir?" tanya wanita yang kini bersama Firman. "Aku juga tidak tau Say, tadi katanya mau ke toilet,
Read more
Salah Paham
"Kamu di rumah Sayang? Kapan pulang? Kenapa meninggalkan aku di kedai itu? Hampir satu jam aku menunggu kamu, ternyata kamu pulang duluan. Kamu marah?" Firman memberondong Dila dengan banyak sekali pertanyaan. Namun semua pertanyaan itu tidak dijawab oleh Dila satupun. Hatinya sudah terlanjur sakit. Ia berlalu, membiarkan pintu rumah terbuka. Kakinya melangkah cepat meninggalkan Firman dan Sayida yang masih berdiri di ambang pintu. "Dil, kamu kenapa? Kamu marah?" Firman mengejar Dila ke kamar, tanpa mempedulikan Sayida yang masih di luar. "Sayang, buka pintunya!" panggil Firman, mengetuk pintu kamar terus-menerus. Di dalam kamar Dila menangis bersandar di daun pintu. Ia sengaja mengunci pintu dari dalam. Untuk sementara ini, ia masih belum siap bertemu Firman. Apalagi dengan keberadaan Sayida di rumahnya. "Dila sayang, aku mohon buka pintunya! Jangan diam seperti ini! Salahku di mana?" tanya Firman. Bosan mendengar panggil
Read more
Berbaikan
Pov Dila. Aku terdiam menatap Firman dan Ida bergantian. Tak pernah terpikirkan sebelumnya olehku, jika wanita yang aku cemburui berlebih adalah sepupu Firman sendiri. Ida juga merupakan temanku saat di kampus. Yah, walaupun kami tidak terlalu lama berteman, karena Ida harus pindah mengikuti kedua orangnya."Mas, maafkan aku! Da, aku minta maaf!" Hanya kata itu saja yang mampu terucap dari bibirku. Malu, tentu saja rasanya malu. Tapi mau bagaimana lagi? Kegagalan dari masa lalu, membuat aku takut dan trauma. "Aku juga minta maaf, Yank! Maaf karena sudah membuat kamu berpikir yang tidak-tidak. Harusnya aku menjelaskannya dulu ke kamu tadi," sahut Firman, menggenggam tanganku. "Aku juga minta maaf Dil. Awalnya aku memang tidak tau kalau itu kamu. Aku terlambat mengenali kamu. Saat pernikahan kalian kan aku tidak datang. Maaf ya!" timpal Ida, tersenyum masam. Aku melepaskan genggaman tangan Firman. Dengan cepat berhambur mem
Read more
Diejek
Sebisa mungkin aku menahan emosi. Kata-kata wanita itu, benar-benar membuat hatiku sakit. Apa hanya karena penampilanku seperti ini? Apa semua harus dinilai dari penampilan luarnya? "Bukan, ini istriku!" jawab Firman, wajahnya langsung berubah kesal. Wanita itu tampak terkejut. Ekspresi terkejutnya sukses membuat aku mengumpat dalam hati. Seolah dia buat sengaja. "Eh, maaf Fir. Istri ya? Aku kira tadi babu kamu. Maaf ya istri Firman!" ucapnya, tersenyum sinis. Suasana hatiku kembali berubah. Ingin rasanya aku cepat pulang. Kata-kata pembantu masih mending dibandingkan dengan babu. Apa dia sengaja mengatakan itu? Mana senyumnya sinis begitu. Ini sih, sama saja dia menabuh genderang perang. "Sis, tolong jaga cara bicara kamu! Aku rasa, kata babu itu terlalu kasar. Dia ini calon ibu untuk anak-anakku," ucap Firman tegas. Wajar saja Firman marah. Suami mana yang tidak marah, kalau istrinya dihina sedemikian rupa. Walaupun tida
Read more
Bertemu di klinik
Firman menggenggam tanganku di atas meja. Mantan kekasihnya langsung mendengus kesal melihat kami. Dalam hati aku tertawa puas. Rasakan itu! "Bagiku janda ataupun perawan, sama saja. Toh sama-sama jadi istri juga, mengurus keluarga. Aku tidak pernah membedakan status. Yang jelas aku mencintai istriku, begitu juga sebaliknya. Terkadang di jaman seperti ini juga lebih bagus janda. Janda lebih berpengalaman. Yang terpenting, janda lebih banyak rasa perawan, sedangkan perawan rasanya seperti janda," jelas Firman. Ada rasa dongkol sekaligus bahagia mendengarnya. Bahagia karena Firman membelaku, sedang dongkol karena Firman menyebut soal rasa. Memangnya dia pernah merasakan itu sebelumnya? "Kamu menyindirku Fir?" tanya wanita itu, seraya berdiri bertolak pinggang. Aku dan Firman langsung menoleh bertatapan. Apa maksudnya menyindir? Perasaan dari tadi Firman bicaranya hanya menyebut tentang aku. Kenapa dia malah marah? "Keterlaluan kamu Fi
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status