Lahat ng Kabanata ng Remember Me, BE!: Kabanata 11 - Kabanata 20
135 Kabanata
Bab 11. Juna
Diva terbatuk beberapa kali, tersedak air liurnya sendiri saat sedang meminta izin pada Papa untuk keluar rumah besok. Dia akan menyerahkan berkas lamaran pekerjaannya ke perusahaan milik Arsen. Dia sudah memberitahu sepupunya itu tadi sebelum makan malam, jika akan ke kantornya untuk melamar kerja. "Kamu nggak apa-apa, Nak?" tanya Ronny khawatir. Mata Diva merah berair. Ia memajukan tubuhnya mengamati wajah putrinya yang memerah. Della yang duduk di sebelah Diva langsung memberikan air minum ke tangannya. "Kamu minum dulu, ya, Sayang!" pintanya dengan suara bergetar dan tangan yang mengusap-usap punggung Diva. Della baru pulang ketika Diva menyerahkan berkas lamaran kerjanya. Dia meminta papanya untuk memeriksa. Della bergabung dengan mereka di ruang keluarga. Baru saja Diva berbicara, meminta izin pada papanya, dia sudah terbatuk hebat. Tidak berhenti sampai meneteskan air mata. "Kamu kenapa, sih, Nak? Kok, batuknya sampe gini amat?" Della bertanya sambil terus mengusap punggung
Magbasa pa
Bab 12. Gila
Tidak ada yang lebih gila dari Juna. Fakta itu didapat Kevin setelah bosnya itu bercerita jika tadi malam dia tidur di sisi makam Diva dan anak mereka. Kalaupun ada tingkatan yang lebih tinggi dari gila, kata itu pantas disematkan pada Juna. Area pemakaman adalah tempat yang menakutkan bagi sebagian besar orang, tapi tidak berlaku bagi Juna. Entah ia harus kagum atau apa, yang pasti ia tidak dapat berkata-kata. Tercengang selama Juna menceritakan apa yang telah dilakukannya tadi malam. "Gue nggak tau harus bilang apa, Jun." Kevin menggeleng. "Tapi, kalo lu nggak keberatan gue sebut gila, gue bakalan bilang kayak gitu. Lu gila, Juna!" Tawa lirih meluncur dari mulut Juna. "Gue sama sekali nggak keberatan, Vin, karena tadi malam tuh gue ngerasa kalo gue emang udah gila." Juna menggeleng pelan beberapa kali. "Gue sadar itu, tapi gue tetap mau sama mereka. Gue kangen mereka, Vin."Suara Juna merendah. Kerinduan pada kekasihnya yang sudah tiada membuatnya nekat melakukan itu. Persetan den
Magbasa pa
Bab 13. Be!
"Itu udah beres semua, 'kan, Ar? Nggak ada yang kurang, 'kan? Biar aku lengkapi sekarang."Pria tampan berambut hitam berusia tiga puluh dua tahun itu mengangguk. Arkan Wijaya tersenyum, memberikan ibu jari tangan kanannya pada sepupu cantiknya yang duduk di seberangnya. Sebuah meja kerja berukuran cukup besar memisahkan mereka. Berbagai macam kertas dan alat tulis lainnya serta sebuah laptop yang menyala di atas meja. "Berarti besok aku udah bisa masuk kerja, dong!" seru Diva gembira. Mata cokelatnya melebar, selebar senyum yang menghiasi wajah cantiknya. "Kata siapa boleh besok?" Protes bernada tanya itu menyurutkan senyum Diva. Binar riang di matanya menguap. Punggungnya yang tadi tegak sekarang merosot, menempel pada sandaran kursi yang didudukinya. Bibir mungilnya yang dipoles pemulas berwarna merah, mengerucut. "Kok,nggak boleh?" tanyanya memprotes. "Terus kapan aku bisa masuk kerja?" "Lu harus ikuti prosedur dulu lah!" sahut Arkan tersenyum penuh kemenangan. Ia memang sedan
Magbasa pa
Bab 14. Kafe
Kafe di depannya memang tak asing. Bukan karena ia sering makan atau menghabiskan waktu di sana, melainkan karena terlalu sering melewatinya. Kafe ini tidak terlalu cocok untuknya yang lebih menyukai sesuatu yang bersifat minimalis. Selain dekorasinya yang sedikit 'heboh' kafe ini juga sering dipenuhi oleh anak-anak sekolah, itu yang membuatnya paling tidak suka. Kenangan masa sekolahnya sangat buruk. Kehilangan gadis yang dicintainya untuk selamanya hingga nyaris membuatnya depresi bukanlah sesuatu yang ingin diulanginya. Namun, Juna justru menghentikan langkahnya di depan kafe ini. Beberapa saat ia masih berdiri di depan kafe dengan mata terfokus ke arah pintu masuk kafe, dan tangan kanan yang memegangi dada kirinya. Pertanyaan Kevin hanya dijawabnya sambil lalu. Ia memandangi kafe dengan konsentrasi penuh, mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi, kenapa jantungnya jadi berdebar seperti sekarang ini. "Lu mau kita makan siang di sini?" Juna tidak menjawab. Tidak juga memberi reak
Magbasa pa
Bab 15. Ulat Keket
Seandainya Juna tahu Tasya sudah menunggu di lobi kantornya, ia pasti tidak akan masuk kantor hari ini. Sebagai bos, ia bisa beralasan apa saja. Namun, yang terjadi adalah sebaliknya. Kevin yang tadi malam menginap di unitnya, dan pagi ini mereka pergi bersama. Tidak ada juga yang memberitahunya sehingga pagi ini ia langsung bertemu dengan wanita penyihir itu, begitu ia menginjakkan kaki di lobi kantor. Lengannya terasa berat karena di ganduli lengan Tasya yang memegang tas tangannya. Udara di lobi tiba-tiba pengap, panas. Padahal penyejuk udara sudah dinyalakan. Ia berdeham satu kali mencoba untuk mengusir Tasya, tetapi wanita ini justru semakin mengeratkan pelukan di lengannya. Astaga! Mimpi apa dia tadi malam sehingga pagi ini bisa bertemu penyihir. Juna melirik Kevin yang berdiri di samping kanannya, meminta bantuannya untuk mengusir Tasya. Kevin yang memang juga tidak suka dengan kedatangan Tasya, mengubah posisinya. Ia berpindah ke sebelah kiri Tasya, berdeham untuk menging
Magbasa pa
Bab 16. Siapa Juna?
Tubuh yang bergelung dalam selimut tebalnya itu menggeliat. Mata indahnya perlahan terbuka, mengerjap beberapa kali sebelum terbuka sempurna. Diva menutup mulutnya yang menguap kemudian menyingkap selimut sampai sebatas pinggang. Dengan malas Diva duduk, dia masih mengantuk. Meskipun demikian dia tetap menggeliat, meregangkan otot-ototnya yang kaku setelah tidur semalaman. Dua bulan terakhir ini –sejak kepulangannya ke tanah air– tidurnya selalu nyenyak. Meskipun mimpi tentang pria itu tetap hadir, tapi setelah terbangun dia akan kembali tidur dan bangun pagi harinya. Sepertinya pilihannya untuk pulang sangat tepat, dia dapat melalui malamnya dengan berkelana ke alam mimpi seperti dulu. Dia benar, 'kan? Dia selalu tidur nyenyak, 'kan, sebelum-sebelumnya? Maksudnya, sebelum dia kehilangan ingatan. Entah apa yang terjadi sebelum itu, sepertinya sangat buruk sehingga kedua orang tuanya seolah enggan dia mengingat lagi. Sepertinya mereka lebih suka dia sekarang ini. Namun, dia tidak meny
Magbasa pa
Bab 17. Lift
"Jadi, kita deal, ya, Jun?"Juna menjawab pertanyaan Arkan Wijaya dengan anggukan. Ia menyetujui kesepakatan yang ditawarkan pria itu. Sama seperti Ronny Wijaya, Papa Diva yang juga pamannya Arkan, yang sudah bekerjasama terlebih dahulu dengan perusahannya, Arkan juga menawarkan kerjasama. Ia meminta kucuran dana, dan menjanjikan keuntungan yang memadai. Tidak ada yang rugi dalam kerjasama ini, ia langsung menyetujuinya setelah Kevin selesai mempelajari surat rekomendasi dan pengajuan kerjasama dari Arkan. Bukan karena Arkan adalah sepupu almarhumah Diva sehingga ia mau bekerjasama dengannya, melainkan karena memang kerjasama mereka sangat menguntungkan. Jadi, semua ini murni karena bisnis semata. Ia datang pagi-pagi hari ini karena ada meeting penting annya pada jam makan siang nanti. Untung saja Arkan sudah berada di ruangannya saat ia tiba karena ia tak ingin menunggu. Yang seharusnya ditunggu adalah dirinya sebagai penanam modal, bukan si pemohon yang membutuhkan bantuan. Bukanny
Magbasa pa
Bab 18. Bertemu?
Diva melangkah memasuki lift, bersamaan dengan dua orang pria yang keluar dari lift di sebelahnya. Sebelum pintu lift yang dimasukinya tertutup, Diva masih sempat melihat kelebatan mereka, juga mendengar suara mereka yang tengah asyik mengobrol.. Diva tertegun, suara itu seolah tak asing, rasanya begitu familiar di telinganya. Dia memang tidak menangkap pembicaraan mereka, hanya mendengarkan suaranya, dan Diva yakin pernah mendengar suara itu. Namun, di mana pernah mendengarnya, dia lupa. Diva memukul-mukul pelan dahinya dengan kepalan tangan, baru berhenti setelah lift yang ditumpanginya terbuka, dia sudah tiba di lantai teratas gedung di mana ruangan Arkan berada. Hari ini dia akan membuat perhitungan dengan Arkan. Persetan dengan wawancara kerjanya, dia dapat melakukannya di lain waktu. Arkan tidak mungkin tidak menerimanya. Lagipula, sepupunya yang menyebalkan itu memerlukan bantuannya untuk kembali menstabilkan perusahaannya yang sedang dilanda sedikit guncangan. Arkan tak hanya
Magbasa pa
Bab 19. Rindu - 2
"Lu kenapa, sih, Jun? Dari tadi gue perhatiin kayak gelisah banget gitu." Kevin mengerutkan alisnya. "Lu nyesal udah setuju kerjasama sama Arkan?" Juna menggeleng, mengempaskan tubuhnya di kursi kebesarannya. Mereka baru tiba di kantor dan memasuki ruangannya. Pertanyaan Kevin tidak salah, dia benar. Juna mengakuinya, ia memang gelisah. Namun, Kevin salah jika menebak Arkan yang menyebabkannya gelisah. Bukan Arkan, melainkan sepupunya yang sudah meninggal. Juna khawatir ia akan mengulangi tidur di malam Diva lagi jika terus seperti ini. Tadi itu rasanya benar-benar nyata, Diva memanggilnya. Memanggil namanya dengan suaranya yang sedikit lebih besar, suara Diva versi dewasa. Ingin Juna menceritakannya pada Kevin, tapi tak mungkin Kevin percaya karena sepertinya hanya dirinya yang mendengarnya. Oleh sebab itu, ia memilih diam dan gelisah sendirian. "Nggak apa-apa, kok, Vin. Gue cuman capek doang kayaknya." Juna mendongak, memejamkan matanya. "Pagi-pagi lu udah capek aja, Bos. Kayak y
Magbasa pa
Bab 20. Masih Mencari
Sesi wawancara berakhir, Diva segera menemui Arkan di ruangan pria itu. Ternyata tak sesulit yang dia bayangkan. Dengan pengalaman tiga tahun bekerja di salah satu perusahaan ternama di dunia, menjawab pertanyaan dari suara yang ditugaskan Arkan untuk mewawancarainya, cukup mudah. Sekarang tinggal menemui Arkan dan bertanya tentang pria kemarin yang kemungkinan besar bernama Juna. Dia yakin pria itu baru saja bertemu dengan Arkan. Dia juga yakin pria itu ada hubungannya dengan masa lalunya. "Mau ke mana lu?" Pertanyaan itu menghentikan gerakan tangan Diva yang hendak memutar handle pintu berwarna keemasan. Tangannya mengambang, mulut berdecak. Dia memutar leher ke arah kirinya di mana wanita sok cantik itu berdiri dengan berkacak pinggang menantang. "Nggak ada yang boleh masuk ke ruangan Pak Arkan kecuali udah buat janji sebelumnya!"Diva mendelik. Emosinya tersulut. Dia yang sudah kurang tidur tadi malam gara-gara kembali bermimpi tentang pria yang selalu memanggilnya dengan pangg
Magbasa pa
PREV
123456
...
14
DMCA.com Protection Status