All Chapters of Tawanan Cinta Mafia Tampan: Chapter 61 - Chapter 70
110 Chapters
BAB 61
Lascrea memberikan briefing kepada para gadis remaja yang bekerja di Isand Paradise, bisnis hiburan baru yang dikelola oleh Lascrea dan Richardo. Mereka berdua membangun Island Paradise di sebuah bangunan yang terlihat tua dari luar itu, tanpa sepengetahuan Raizel. Para gadis yang sudah didandani terlihat sangat mengemaskan dengan seragam pelayan yang hampir serupa dengan milik Gabby. Hanya saja seragam di Island Paradise sedikit di modifikasi agar menjadi lebih seksi dan terbuka. Ada sekitar sepuluh gadis yang bekerja di bawah pengawasan Lascrea. Jumlahnya sama dengan tamu VVIP yang terdaftar sebagai pengunjung di sana. Meskipun tak mengantungi identitas dari para pengunjung, Lascrea membuat kartu keanggotaan dan menulis para tamu menggunakan kode angka bersama gambar topeng dengan masing-masing jenis, sesuai milik mereka. Hal tersebut bertujuan agar Lascrea dapat lebih mudah mengenali para tamu, tanpa harus mengetahui namanya. Island Paradise sangat menjunjung tinggi privasi dari
Read more
BAB 62
Eleven terduduk di tepi kasur, tak berucap sepatah kata pun. Hal itu membuat gadis berkepang dua di hadapannya mendadak gelisah. Merasa bingung harus berbuat apa. Eleven yang menyadari keresahan gadis itu segera menegurnya dan menepuk-nepuk alas kasur, “Dari pada berdiri seperti itu, lebih baik kau duduk di sini!” titah Eleven. Untuk pertama kalinya dia bersuara sejak tadi menunggu di sofa . Gadis berkepang itu sedikit ragu tapi tetap melangkah pelan menghampirinya. “Nggak usah takut. Aku ke sini cuma mau ngobrol, nggak ada niat untuk yang lain-lain.” Gadis itu sedikit terperangah mendengar pengakuan Eleven. Bagaimana mungkin ada seseorang yang menjadi anggota Island Paradise hanya untuk mencari teman ngobrol? Para tamu VVIP lain yang pernah menyewanya satu minggu lalu, saat grand opening, memperlakukan gadis itu sebagai budak seks yang tak mengenal belas kasih. Rasanya seperti ada secercah harapan yang datang untuk gadis tersebut setelah bertemu dengan Eleven. Dia pun mencoba un
Read more
BAB 63
George mengajak Dion makan siang di sebuah rumah makan dekat kantor saat jam istirahat sudah tiba. Pria berwajah oriental dengan lesung pipi yang sangat manis itu menyeruput segelas teh manis yang masih hangat lalu mengajak Dion berbincang mengenai perkembangan investigasinya. Dia masih sedikit kesal saat Dion membatalkan pertemuannya di cafe bar yang sudah disepakati. “Lo kemaren nggak datang, parah banget!” seru George menunjukkan raut kekecewaan. Kedua tangannya sibuk mengaduk makanan agar semua bumbu tercampur merata dengan nasi. Dion hanya terkekeh seraya mengunyah makanannya. “Ya maaf, George! Nyokap gue kalau nggak ditemenin suka ngambek.” George mencebik saat mendengar alasan temannya itu. Kemudian menyuapkan suapan pertamanya. “Yah, gimana mau punya istri kalau gitu,” ucap george seraya mengunyah. “Bisa-bisa istri lo kabur karena punya mertua yang masih suka ngintilin.” “Sial!” balas Dion, mencebik. “Alah, tapi lo juga sama aja, George! Masih jadi bujang lapuk sampe se
Read more
BAB 64
“Loh, kamu?” Gabby mengangkat kedua alisnya sambil tersenyum semringah saat mendapati George berada di rumah makan yang dia kunjungi. Dion terpaku beberapa detik untuk mencerna situasi yang sedang terjadi. Dia melirik ke arah George, lalu bergantian melirik Gabby yang terlihat sangat manis dengan hoodie oversized-nya. ‘Oh, pantesan mau tanggung jawab. Yang ditabraknya modelan begini’ Dion mengangguk-angguk, seolah paham apa isi hati George saat bertemu dengan wanita itu untuk pertama kali. “Uh. Hai!” George mencoba menyapa walau terlihat jelas bahwa dia sangat gugup. “Kamu kok bisa ada di sini? Kamu nggak ngikutin aku, kan?” tanya Gabby dengan mata terpicing lalu melipat kedua tangan di depan dada. “Hah? Enggak, kok! Kita berdua emang kerja di sekitar sini.” Dion berusaha menjelaskan dan membela George. “Ekhem!” Sementara George rupanya tak setuju dengan ide tersebut. Dia pun berdeham untuk memberi kode. Jangan sampai wanita itu tahu kalau George adalah anggota BIN. Dion meno
Read more
BAB 65
“Ngomong-ngomong, udah sampe mana perkembangan kasus lo? “ tanya Dion, bernada pelan, khawatir terdengar yang lain. “Wah, bahaya kalau dibahas di sini. Intinya gue udah nemuin petunjuk baru di salah satu tempat.” “Terus?” “Tapi tempat itu sulit ditembus. Sistemnya beda banget sama El Camorra,” bisik George. “Jadi, sampai saat ini lo belom bisa masuk ke sana?” “Enggak.” George menggeleng sambil menunduk untuk mengaduk makanannya. “Sebaiknya lo hati-hati, ya. Jangan gegabah kayak kemaren,” saran Dion. “Tenang aja, Yon. Lo udah ratusan kali ngingetin gue. Tapi lihat! Sampe saat ini gue masih aman, kan?” Dion berdecak sambil menggeleng. “Gue Cuma khawatir aja kalau lawan lo kali ini bukan orang sembarangan.” “Iya, iya!” Tiba-tiba ponsel George berdenting, menandakan ada sebuah notifikasi dari pesan yang muncul. Pria itu pun mengeluarkan ponsel dari saku celananya lalu melihat nomor tak dikenal mengirimkan sebuah pesan via aplikasi hijau. [Hai, Ello! Ini aku Angela.] Tak sala
Read more
BAB 66
Sarah menata rambutnya di depan cermin. Hari ini dia mendengar kabar bahwa Eleven akan kembali. Entah kenapa ada secercah kebahagiaan yang dia rasakan tatkala Lascrea memberikan pengumuman tersebut. Pasalnya, hanya Eleven satu-satunya pria yang memperlakukan Sarah layaknya manusia, tak bersikap menjijikan seperti pengunjung lain. “Semoga malam ini dia memilihku lagi,” gumam Sarah dengan sorot mata berbinar. Setelah semua gadis sudah siap, Lascrea pun menggiring mereka ke ruang tunggu. Seperti biasa, di sama sudah ada Eleven yang terduduk di sofa sambil bertumpang kaki. Melihat seluruh gadis sudah berkumpul dan dijejerkan, Eleven pun bangkit dari duduknya lalu berkata dengan suara yang terdengar berat. “Saya tidak ingin repot memilih. Saya ingin gadis yang sama seperti kemarin.” ‘Yes!’ Sarah bersorak dalam hati. Akirnya Eleven memilihnya kembali untuk diajak berbincang-bincang di Heaven Room. *** “Akhir-akhir ini kamu ke mana? Perasaan jadi lebih sering ambil cuti?” Pertanyaan R
Read more
BAB 67
Sesuai janji, malam itu Gabby mentraktir George segelas bir dan mereka pun berbincang banyak hal. Kini, George mulai tampak cair dan lebih luwes berbicara dengan Gabby. Wanita itu memang pandai bersosialisasi hingga membuat lawan bicaranya merasa sangat nyaman. Meskipun usianya terbilang cukup muda, tapi Gabby memiliki banyak wawasan dan pengetahuan yang berguna untuk mengolah topik pembicaraan dengan pria seperti George. Sejak tinggal di rumah Raizel, gadis itu jadi sering membaca karena ada perpustakaan besar yang dilengkapi oleh berbagai macam buku yang dapat Gabby baca secara gratis. “Aku pikir kamu cuma anak orang kaya yang manja dan nggak asyik,” ucap George sambil terkekeh, memperhatikan Gabby. Gabby hanya tersenyum simpul lalu meneguk birnya. “Don’t judge book by it’s cover!” serunya. George mengangguk-angguk, merasa tersindir dengan ucapan Gabby. Gadis itu sesekali mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan, untuk mencari kehadiran Raizel. Namun, dia tak kunjung menemuka
Read more
BAB 68
“Apa yang dia lakukan?” desis Raizel seolah-olah tak percaya. Gabby memejamkan matanya dan terus bergumam dalam hati. ‘Maafin aku, Rai. Ini semua demi kebahagiaan kita.’ George terpaku untuk beberpa detik. Dia bahkan tak melepas ciuman tersebut hingga Gabby sendiri yang mengakhirinya. Dengan perasaan gusar, pria itu menatap lekat sepasang manik indah milik Gabby. “Kenapa?” tanya George dengan mata terpicing. Gabby menelan saliva yang tampak getir. Pandangannya teralihkan ke arah Raizel yang sedang menatap nanar. Dengan sekali tarikan napas, dengan mantap Gabby berucap, “Aku suka kamu sejak pandangan pertama.” Kedua tangan Gabby menggenggam sebelah tangan George. Mimpi apa pria itu semalam? Selama bertahun-tahun melajang, tiba-tiba ditembak oleh seorang gadis cantik di sebuah cafe bar. Raizel sudah tak sanggup lagi menyaksikan pemandangan yang begitu menguras hati. Dia pun langsung pergi begitu saja , keluar dari cafe & bar untuk menuju mobilnya. “Sst! Bos?” Lascrea yang tengah
Read more
BAB 69
Gabby membaringkan George secara perlahan di kasurnya. Dia bahkan melepas sepasang sepatu pria itu agar dia tak merasa pegal saat terbangun esok hari. “Untuk malam ini aku izinin kamu tidur di kasurku. Biar aku yang tidur di sofa,” ucap Gabby sambil tersenyum simpul memperhatikan wajah tampan George yang sedang terlelap. Baru saja Gabby bangkit untuk melangkah menuju sofa, tiba-tiba pergelangan tangannya di tahan oleh George. “Jangan pergi!” Hal itu membuat Gabby sedikit teringat kenangannya bersama Raizel saat mereka berhubungan untuk pertama kali. Dalam hitungan detik, George mearik tangan Gabby hingga gadis itu ambruk di pelukannya. “Makasih, Anggela!” Gabby mengerutkan kening dan bertanya dalam hati. ‘Loh, dia masih sadar?’ “Kehadiran kamu bikin aku semangat buat jalanin hidup yang sangat berat ini, Ngell. Makasih, ya!” George berkata dengan suara parau seperti orang mengigau. Bahkan bau alkohol yang menguar dari mulutnya sangat menusuk hidung hingga Gabby harus mengibas-n
Read more
BAB 70
“Angella?” George memanggil sekali lagi sehingga membuat Gabby terpaksa beranjak dari balkon untuk masuk ke ruang makan. Dia menatap sendu ke arah Raizel, seperti memberi kode agar Raizel mengerti dan tak bersikap overthingking. Namun, saat itu ekspresi Raizel hanya datar dan dia tak berbicara sepatah kata pun kepada Gabby. Pria itu lebih memilih kembali ke kamar agar tak terlalu lama bertatapan dengan Gabby. Gabby pun menghela napas gusar lalu melangkah menghampiri George. “Kenapa nggak makan duluan aja, Ell?” tanya Gabby, mencoba tersenyum dan bersikap seperti tak terjadi apa-apa. “Ya nggak enak lah. Harus makan bareng sama yang punya hajat.” Gabby tertawa mendengar jawaban George. “Prasmanan kali, ah!” tambahnya di tengah tawa. George pun terkekeh seraya mengambil sepotong sandwich lalu menggigitnya. “Emmm!” Wajahnya terlihat sangat senang. Sepertinya masakan Gabby patut diacungi jempol. “Gimana?” tanya wanita itu dengan kedua alis yang naik-turun. “Enak! Kok, kamu bisa ma
Read more
PREV
1
...
56789
...
11
DMCA.com Protection Status