All Chapters of Tawanan Cinta Mafia Tampan: Chapter 81 - Chapter 90
110 Chapters
BAB 81
Eleven merengkuh kedua tangan Sarah untuk berhenti memijitnya. Hal itu menciptakan sebuah tanda tanya bagi gadis polos berkepang dua tersebut. “Ada apa, Tuan? Apa pijitanku terlalu kasar?” Eleven menelan ludah lalu menjawab, “Tidak. Hanya saja, ada suatu masalah yang tidak bisa diselesaikan hanya dengan pijitan atau segelas teh hangat.” Sarah menautkan kedua alisnya, merasa bingung dengan ucapan Eleven saat itu. “Maksud Tuan?” Eleven menghela napas panjang lalu menuntun tangan Sarah untuk memegang ‘adik kecilnya.’ “Maafkan aku Sarah. Tapi malam ini aku tak bisa menahannya lagi.” Sekarang Sarah mulai mengerti apa maksud dan keinginan Eleven saat ini. Entah kenapa hatinya berdenyut ngilu. Pada akhirnya semuanya sama. Sarah pikir Eleven adalah sosok yang berbeda. Padahal gadis itu sudah menaruh harapan yang sangat besar dan mengagumi sosoknya meskipun belum pernah melihat wajahnya. “Kamu tidak perlu khawatir, Sarah. Aku tidak akan menyakitimu.” Eleven menatap kedua mata Sarah lek
Read more
BAB 82
Setelah melepas jas putihnya dan melempar secara kasar ke dalam keranjang pakaian, Arnold pun membasuh wajahnya di wastafel dan terlihat sangat lelah dengan napas yang tersenggal-senggal. Tersirat sebuah penyesalan dalam wajahnya sejak pria itu pulang dari Island Paradise. Dia pun memilih untuk mandi dan menjernihkan pikiran sebelum akhirnya bersantai di kursi goyang sudut kamar seraya menyesap sebatang rokok. Sepasang matanya terpejam, menikmati suasana malam yang sangat sunyi. Sampai akhirnya dia teringat momen pertama kali bertemu Gabby dan mengajaknya ke kamar ini. Rupanya, Arnold belum melupakan kejadian pada saat itu. Di mana dirinya dipermalukan oleh Raizel tatkala ingin melampiaskan hasratnya kepada wanita yang dia suka. Sejak saat itu, Arnold mengalami kesulitan untuk menuntaskan hasratnya karena rasa penasaran pria itu kepada Gabby tak kunjung hilang. “Gue nggak pernah dapat penolakan sejak dulu. Bisa-bisanya cewek biasa kayak dia berontak saat itu,” gumam Arnold setelah m
Read more
BAB 83
Di tengah kencan kedua sejoli yang tengah dimabuk cinta itu, tiba-tiba ada sebuah notifikasi pesan yang terdengar dari ponsel Gabby. Wanita itu memang tak pernah mensenyapkan ponselnya agar selalu siaga jika ada sesuatu hal yang penting. Gabby merogoh benda pipih tersebut dari tas kecilnya lalu melihat nama siapa yang tertera di pop up notifikasi. Ternyata itu George. [Aku kangen.] Gabby membuka pemberitahuan tersebut dan melihat sekilas isi dari pesan yang tertera. “Dia lagi?” Raizel sedikit mengintip, lalu memasang raut ketus. Sementara Gabby hanya tersenyum meringis. Rasanya seperti tertangkap basah karena melakukan sebuah kesalahan. “Bales aja dulu! Aku lagi berusaha belajar ikhlas buat hadapin situasi kayak gini,” ucap Raizel, membuat Gabby terkekeh. Gadis itu pun segera membalas pesan George, sesuai izin Raizel. [Aku lagi ada acara keluarga, nanti kita ketemu lagi, ya!] Belum ada lima menit, George membalas kembali. [I miss your body. Aku ke apart kamu, ya!] Gabby membe
Read more
BAB 84
Raizel mengantar Gabby menggunakan taksi walau di belakang tetap ada mobil ajudan yang melindungi. Pemuda itu memeluk Gabby dengan erat sebelum melepaskannya untuk kembali ke apartemen. “Aku bener-bener kangen banget sama kamu. Kapan semua ini berakhir biar kamu bisa pulang?” Sebelah tangannya mengelus rambut Gabby yang sudah tak lagi mengenakan rambut palsu. Dia menghirup rambutnya setelah mengecup kepala Gabby dengan lembut. Selang beberapa detik, Gabby melepaskan pelukan Raizel lalu tersenyum simpul seraya menangkup wajah tampan itu dengan kedua tangannya. “Sebentar lagi, Sayang. Sampai aku berhasil menyusup ke rumahnya dan mencari tahu segala tentang dia.” Raizel menghela napas gusar seraya mengangguk lesu. “Baiklah. Aku akan bersabar sebentar lagi.” Keduanya saling pandang dan mengukir senyum termanis mereka hingga akhirnya berpelukan untuk terakhir kali sebelum akhirnya terpisah karena Gabby harus kembali ke apartemen. Setelah memasuki kamarnya, Gabby mengempaskan tubuhny
Read more
BAB 85
Tak terasa sudah satu bulan lamanya Gabby menjalin hubungan dengan George. Keduanya kini semakin intens dan sering bertemu, baik di apartemen Gabby, atau sengaja mengatur kencan di luar agar tak terlalu bosan. Meskipun dalam waktu sau bulan ini Gabby belum mendapatkan perkembangan dalam tugasnya, namun tepat di hari ini Gabby bersepakat dengan Raizel untuk menyusun rencana di balik perayaan hari jadi yang ke satu bulan bersama George. Selepas kerja, George mengajak Gabby bertemu di sebuah restauran mewah yang terletak di dalam hotel bintang lima. Pria itu cukup romantis dengan memesan tempat yang sudah di hias rangkaian bunga mawar dan beberapa lilin-lilin kecil yang membentuk lambang hati. Kemudian, George menutup mata Gabby dan menuntunnya untuk berdiri di tengah-tengah lilin. Dirasa telah siap, George pun merubah posisinya yang semula berdiri di samping Gabby, kini menjadi berlutut di hadapan gadis itu sambil menyodorkan sebuah cincin dalam kotak berwarna merah. Dalam hitungan ke
Read more
BAB 86
“Welcome to my kingdom!” George membuka pintu rumahnya lalu menjulurkan sebelah tangan untuk mempersilakan Gabby masuk terlebih dulu. Gadis itu tersenyum manis sambil menepuk bahu George hingga akhirnya melangkah ke dalam rumah yang cukup besar untuk ditempati seorang diri itu. Pandangan Gabby menjelajah seisi ruangan, memberikan kesan takjub saat melihat rumah megah yang cukup rapi dan estetik. “Wah! Kamu tinggal sendirian di sini?” tanya Gabby dengan tatapan seolah-olah tak percaya. George hanya mengangguk sambil tersenyum simpul, lalu meraih dagu lancip Gabby hingga gadis itu mendongak. “Tapi sebentar lagi jadi berdua.” Kemudian George mendekatkan wajah, seperti ingin mendaratkan bibirnya. Gabby menghindar lalu terkekeh. “Kamu ini! Baru juga sampe udah mau nyium aja.” George ikut terkekeh seraya menggeleng pelan. “Yaudah, kalau gitu kamu mau makan lagi atau langsung ke kamar aja?” tanya George dengan tatapan mengerling. “Aku masih kenyang. Gimana kalau kita room tour dulu?
Read more
BAB 87
Gabby membuka laci nakas yang ada di samping kasur. Gadis itu melihat sebuah amplop cokelat, sebuah pistol glock 19, dan beberapa kunci yang menyatu dalam satu gantungan. ‘Sepertinya di sini ada salah satu kunci yang bisa dipakai untuk membuka ruangan itu.’ Gabby membatin seraya mengambil kunci-kunci tersebut dan mengamatinya dalam-dalam. Kemudian dia meletakkan kembali kuncinya untuk mengambil amplop cokelat yang entah apa isinya. Setelah Gabby buka, rupanya hanya berisi surat wasiat dan sertifikat rumah yang sama sekali tak penting baginya. Gabby pun memasukkan kembali dokumen itu ke dalam amplop lalu menata kembali di dalam nakas seperti semula. ‘Aku akan menunggu George tertidur dulu sebelum mencoba kunci-kunci ini.’ Gabby kembali merebahkan diri di kasur hingga George selesai mandi dan menghampirinya dengan anduk yang masih melingkar di pinggang. “Maaf ya, udah nunggu,” ucap George seraya mengecup kening Gabby. Gadis itu terpejam seraya tersenyum saat merasakan kecupan hang
Read more
BAB 88
Sesuai rencana, akhirnya George tertidur pulas di balik selimut yang membalut tubuhnya yang sudah polos. Gabby melambai-lambaikan tangan di depan wajah George, untuk memastikan jika pria itu sudah terlelap atau belum. ‘Kayaknya dia udah pules.’ Gabby bangkit secara perlahan untuk memakai pakaiannya kembali dan menenteng tas kecilnya. Kemudian, membuka laci nakas dan mengambil kunci yang masih tersimpan di sana. Untuk berjaga-jaga, dia juga membawa pistol milik George lalu beranjak ke ruang kerja yang tadi sempat diperlihatkan. Gabby mencoba kunci satu per satu hingga akhirnya berhasil menemukan kunci yang cocok dengan ruangan itu. ‘Yes!’ Pintu berhasil terbuka dan Gabby melangkah ke dalam ruangan yang berukuran 3x4 meter tersebut. Selain meja kerja dan brankas yang terletak di sana, Gabby juga melihat adanya papan tulis dengan beberapa foto yang tertancap menggunakan pin. Di sana ada foto seorang pria yang menggunakan seragam polisi, foto Richardo, hingga foto Raizel. Bahkan terlih
Read more
BAB 89
Gabby mengunci kembali pintu ruang kerja George setelah tugasnya selesai. Namun, saat dia berbalik badan dan berniat untuk kembali ke kamar, tiba-tiba George muncul dari belakang dan memperhatikan Gabby dengan raut penuh kebingungan. “Kamu lagi ngapain, Angella?” tanya George, mengernyit heran. Dia belum menyadari jika Gabby baru saja keluar dari ruang kerjanya. ‘Sial!’ Gabby terperanjat dan kedua matanya tak kalah membulat akibat rasa syok yang membuat jantungnya seolah berhenti berdetak. Pandangan George kini beralih ke arah kunci yang tengah di pegang Gabby, lalu ke pintu ruang kerjanya, hingga kembali menatap Gabby mulai terlihat pucat. Kedua mata George terpicing, melayangkan tatapan penuh kecurigaan. Sepertinya benar apa yang dia pikirkan, bahwa Gabby baru saja keluar dari ruangan itu. “Kenapa tak menjawab? Apa kau baru saja memasuki ruanganku?” Gabby menelan ludahnya, lalu mengeluarkan pistol milik George secara perlahan dari tasnya. “Apa itu?” Melihat pergerakan Gabby
Read more
BAB 90
George nekat mengejar Gabby yang sudah mulai berlari di pekrangan rumahnya untuk menuju gerbang luar. Dia masih penasaran, siapa sosok gadis yang selama ini mengaku sebagai Angella dan membuatnya jatuh cinta sekaligus terjebak oleh permainannya. ‘Aku nggak akan lepasin kamu sebelum kamu ngaku, Ngell!’ Di depan Gerbang, Raizel sudah menunggu sambil membukakan pintu mobil, agar Gabby bisa masuk dengan mudah. Gadis itu pun bergergas membuka gerbang dengan napas yang tersenggal, tapi gerbangnya tidak dapat terbuka. ‘Sial! Masih digembok!” Gabby menendang gerbang tersebut saking kesalnya, sedangkan George sudah mulai mendekat. Kemudian, dia teringat akan kunci-kunci yang masih dia bawa dan segera mengeluarkannya dari dalam tas. ‘Yes, ada!’ Gabby menemukan kunci gembok yang bentuknya paling berbeda di antara kunci lain. Tanpa basa-basi, dia pun segera membuka gerbang lalu bergegas untuk kabur. Namun, baru saja Gabby melangkah ke luar, tiba-tiba George muncul dari belakang dan menahanny
Read more
PREV
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status