Semua Bab CALON MERTUAKU : Bab 51 - Bab 60
108 Bab
Ke Rumah Mama
“Sa-sakit.” Aku memegang tangan si selendang marah. Dia tersenyum, lebih tepatnya menyeringai. Dia suka sekali melihatku menderita. “Kau pikir kau mampu melawanku. Bodoh!” Dia melepaskan cekikan dan melemparku ke atas ranjang. Sialan, rasa sakitnya jangan ditanya lagi. Aku diam sejenak, selanjutnya … aku menangis terisak tak tentu arah. Capek rasanya hidup seperti ini. Aku ingin kembali menjadi Indah yang dulu, yang masih hidup bersama dengan lelaki yang aku cintai. “Jangan coba-coba lari, kau, ya, ke ujung dunia pun aku kejar sampai dapat.” Si selendang merah menginjak bahuku. Tubuhku seperti tertekan dan ingin amblas ke dalam bumi. Lalu dia menghilang ketika pintu kamarku diketuk. Siapa yang datang malam-malam begini? Aku membuka pintu dan ternyata tukang pizza langganan. Hmm, aroma darahnya sangat wangi. Dilihat dari wajahnya dia anak baik-baik seperti Bang Angga dulu. Boleh ini jadi target berikutnya. “Makasih, ambil aja kembaliannya.” Aku memberikan uang padanya. “Tapi ini
Baca selengkapnya
Tragedi Lagi
Jika tak salah perhitungan, tiga jam lagi aku akan sampai di rumah Mama. Rumah terbaik tempatku berlindung dari segala kejahatan. Masjid? Itu bukan rumahku, itu tempat ibadah. Aku tak bisa tidur. Jujur saja setiap sebentar mataku melihat spion, takut tiba-tiba sosok dengan selendang merah duduk di sampingku dan mai cilukba denganku. Apakah aku bisa menghindar begitu saja? Tak tahu, setidaknya aku mencoba dulu. “Mbak, kenapa melamun aja dari tadi?” Setelah sekian lama akhirnya supir buka suara juga. “Takut, Bang.” “Takut karena sendirian aja di dalam mobil?” Liriknya dari spion. “Iya.” Aku bersumpah demi apa pun bukan aku yang menjawab pertanyaan barusan. Melainkan sebuah suara yang amat dingin dan pelan. Aku menoleh ke kiri dan kanan, tidak ada siapa-siapa. Lalu di mana dia? “Please, tolong jangan ikutin aku. Aku cuman mau tenang,” gumamku perlahan sembari meletakkan kepala di antara dua lutut. “Mbak, tenang aja. Saya nggak pernah berbuah jahat. Saya cari uang untuk anak istri
Baca selengkapnya
Tumbal Pertama
“Hai, Kim, tadi malam main kabur aja.” Aku sudah sampai di kantor dengan tubuh yang lesu. “Parno aku, takut banget tadi malam berasa lihat hantu,” jawabnya sambil pakai lipstick. Kami duduk di meja masing-masing sambil menunggu yang lain datang. Aku melanjutkan pekerjaan yang tertunda kemarin sambil perutku terus saja keroncongan. Tak lama setelah itu datang dua porsi sarapan pagi. Aku tanya siapa yang memesan dan rasanya nggak mungkin kalau Awan. Dia tahu aku lagi malas makan. Pengantar bilang nggak tahu. Masuk pesan ke ponselku dari Om Andi. Tumben pagi-pagi dapat sinyal. Aku balas sambil makan nasi kuning. Satu porsi lagi ingin aku berikan sama Kimmi tapi katanya dia udah sarapan. [Om lagi ada di Malaysia. Kamu ada titip?] tanyanya. Tak kurasakan sosok Om Andi yang gaptek seperti ketika datang ke kota ini. Atau aku saja yang sok tahu tentangnya. [Nggk ada, Om, hati-hati di sana. Jangan lupa makan dan minum. Udah, ya, Indah balik kerja lagi.] [Iya, terima kasih, kalau lelah k
Baca selengkapnya
Emas Putih
Di sinilah aku sekarang. Datang dengan pakaian panjang bahkan menggunakan selendang hitam bersama Kimmi. Kami menghadiri pemakaman Awan yang tewas karena kecelakaan mobil tunggal. Aku bagaimana? Baik-baik saja karena secara mendadak pindah di kursi belakang. Aku hanya lecet sedikit di bagian kepala. Terlihat kedua orang tua Awan menangis ketika liang kubur mulai ditutupi tanah. “Mana masih muda,” ujar Kimmi yang tak tahan panas. Kami menggunakan payung dan kaca mata demi menghalau sinar matahari yang menyengat. “Sama seperti Bang Angga. Mati nggak kenal usia,” sahutku mengingat dia yang sudah tiada juga. Kami menunggu sampai prosesi pemakaman selesai. Terlihat bunga ditaburi di atas gundukan tanah setelah batu nisan dipasangkan. Awan meninggal memasuki usianya di angka tiga puluh tahun lebih.Kami berangsur pulang. Aku dan Kimmi jalan kaki bersama dan menunggu grab datang menjemput. Tak ada rasa sedihku sama sekali. Justru aku seperti ketagihan ingin mencari tumbal lagi. “Dipikir
Baca selengkapnya
Pengantar Pizza
“Cantik, nggak, kalung baru aku?” Sengaja aku pamer sama Kimmi di kantor. Dia harus tahu kalau Om Andi masih perhatian samaku. “Hmm, biasa aja, sih, samaku. Beli tunai apa kredit?” “Enak aja, ini dikasih Om Andi.” Aku menyimpan kembali kalung di balik syal. Takut orang lain lihat dan merasa aku kaya lalu pinjam uang. “Uiih, serius kayaknya ini. Jadi Awan cuman selingan aja daripada kamu gabut. Sedangkan Angga jalan pembuka biar kamu bisa kenalan sama ayahnya yang tajir melintir itu.” Agak pedes apa kata Kimmi tapi yang dia bilang benar adanya kalau dipikir-pikir lagi. Misalnya nggak meninggal, aku sudah pasti menikah dengan Bang Angga. Bahkan sampai sekarang aku nggak tahu apa penyebab pacarku dulu meninggal. Jam makan siang masuk, aku order pizza karena bosan sekali dengan makan nasi. Saat menerima pesanan ternyata dia juga yang mengantar. Lelaki itu memiliki lesung di bagian pipi. Kalau dia tersenyum sangat manis sekali. Aku membayar sengaja dilebihkan. Biar saja, nggak apa-ap
Baca selengkapnya
Klenik
Kami berdua duduk di pedestrian dengan sinar lampu yang remang-remang. Ilham membawakanku potongan buah segar yang dibuat salad. Hmm, dingin-dingin disuruh makan buah. Yah, daripada tidak ada sama sekali, kan. Kami masih sama-sama diam dan menikmati pemandangan yang disekeliling penginapannya amat sangat dipenuhi cahaya kunang-kunang.“Katanya kunang-kunang asalnya dari kuku mayat, ya, Mbak.” Sepertinya Ilham tak tahu cara berbicara dengan perempuan. Kukut mayat dibicarakan. “Nggak masuk akal. Binatang ya binatang. Mana ada dari kuku mayat. Emang dari mana keluarnya? Kuku, kan, ikutan dikubur,” bantahku sesegera mungkin. Malas banget ngomongin hantu jam segini. Sudahlah hidupku benar-benar dihantui para hantu. “Nggak semua hal di dunia ini kadang bisa dinalar pakai akal, Mbak. Seperti pertemuan kita beberapa kali. Nggak masuk akal, kan?” Oh dia sudah mulai berbicara serius. Baik, aku ladeni saja. “Masuk akal. Mbak beberapa kali pesan pizza dan kamu jadi pekerja katering. Jadi ngga
Baca selengkapnya
Pelakor
Liburan tipis-tipis telah selesai. Aku sudah bersiap kerja menggunakan jasa grab seperti biasa. Ilham tak menghubungiku tadi malam. Padahal kami rencana nonton malam ini. Awas saja kalau dia mangkir, akan aku kejar sampai dia menjadi milikku. Bukan, tepatnya menjadi milik si selendang merah. Sampai di kantor aku melanjutkan pekerjaan seperti biasa. Tapi … tunggu dulu, ada pemandangan aneh yang aku lihat. Bagian HRD yang terkenal killer salah satunya sedang ngobrol santai sama Kimmi. Hah, yang bener aja? Bukannya bapak itu sudah nikah, ya. Apa Kimmi berencana jadi pelakor? Atau aku saja yang nggak bisa berpikir baik-baik. Tapi dari kemarin, loh, mereka akrabnya. Istrinya juga santai banget. “Kimmi, kok, makin lengket kayak perangko,” tegurku padanya ketika Kimmi baru duduk. “Apa, sih, biasa aja, sih. Lagian emang kenapa? Selingan, kan, biasa. Kayak kamu sama Oom tua itu siapa namanya,” cibir Kimmi. “Om Andi. Hubungan kami bukan selingan. Dia udah ajak aku nikah tapi aku yang belum
Baca selengkapnya
Khodam Penjaga
Sejenak aku sudah bisa tenang setelah meminta Om Andi bersabar akan keputusanku untuk ke sana atau tidak. Beliau menyanggupi dan memberi waktu kurang lebih sebulan. Ah, 30 hari itu jalannya cepat sekali dan tak terasa sudah di depan mata saja. Oke, aku skip dulu masalah Om Andi. Nanti aku bisa menenangkan dengan cara lain. Sekarang yang harus aku lakukan yaitu dandan cantik dan terlihat menawan di hadapan Ilham. Anak kos kere yang akan menjadi targetku. Jujur aku sudah malas. Tapi kalau aku tak bergerak, bisa-bisa aku yang diterkam si selendang merah. Ya, sudah setelah yang ini aku tak mau lagi ikut campur. Aku ingin hidup tenang seperti Indah yang dulu. Aku menggunakan celana jeans dan kemeja warna merah maroon. Tak lupa selendang aku kenakan di leher sebagai scraff. Parfum hampir sebotol aku gunakan. Pikiranku sedang tak baik-baik saja pasca ancaman dari Om Andi. Aku jadi seperti ani-ani kurang kasih sayang dan takut dilabrak istri sah. Masih mending Kimmi yang berani main api t
Baca selengkapnya
Lelaki Malang
“Mbak tahu apa yang ada di dalam kepala kamu, Ham. Namanya juga lelaki,” ucapku meledeknya. Ilham hanya diam. Adegan romantis cenderung dewasa telah selesai diputar di film. “Tapi, Mbak nggak mau di sini,” ujarku lagi. “Tapi saya nggak punya uang, Mbak.” “Mbak nggak perlu bayaran. Kita cuman perlu satu malam bersama saja. Tapi bukannya khodam kamu nanti pergi atau mengganggu kamu, Ham.” “Bisa diatur, Mbak. Habis gimana, saya penasaran dengan rasanya.” Jujur sekali anak muda ini. Tebakanku dia masih perjakan karena sibuk bekerja sana sini. Aku jadi ingat dulu waktu menodai Bang Angga. Ya, aku yang memulainya duluan, karena dia terlalu sombong untuk meminta padaku. Usai film diputar, aku memesan grab lagi, kali ini aku membawa Ilham ke sebuah hotel yang dijamin aman dari penggerebekan. Kami masuk ke kamar dan aku sudah tahu dia mau apa. Hanya saja ketika Ilham mulai membuka bajunya ketika aku duduk santai menunggu dia memulai terlebih dahulu. Tiba-tiba saja anak ingusan ini memega
Baca selengkapnya
Memohon
Memohon Aku jalan kaki dengan rasa lemas dan mual luar biasa setelah mendengar kabar kematian Ilham. Aku yakin pihak hotel mencoba meneleponku, tapi mungkin … ah tak tahulah, bukan urusanku lagi. Aku berhenti di warung sarapan dan meminta mereka menyediakan semangkuk bubur kacang hijau yang hangat. Ya, aku butuh makanan itu untuk menguatkan tubuh. Sambil menyesap sarapan sambil aku berpikir siapa lagi yang akan menjadi korban. Tak bosan aku ulang mengirim pesan pada Om Andi agar dia tak lagi memanfaatkank. Beliau masih berpura-pura tak tahu dan aku harus terus mencoba. [Tolong, Om, Indah mohon.] pintaku benar-benar memelas. Lalu kami diam sejenak. Aku tak berniat kembali ke kantor. Rasanya aku ingin resign dan kabur sangat jauh entah ke mana. [Baik, akan Om kabulkan.] Pesan dari Om Andi membuatku terdiam. Ini beneran atau cuman main-main? Oke kita lihat saja nanti. Janji barusan membuatku sedikit bersemangat. Dengan langkah pasti aku kembali ke kantor walau sudah sangat telat d
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
45678
...
11
DMCA.com Protection Status