All Chapters of RAHASIA IBU: Chapter 31 - Chapter 40
90 Chapters
Bab 31
Pak Arya mengambil troli dan mendorongnya menuju lorong-lorong supermarket. Kami memilih bahan makanan untuk menu makan malam. Untung saja bahan dasar utama tersedia, tetapi harganya sangat mahal. Jika di desa, bisa dapat banyak. “Kenapa Bapak mengambil terlalu banyak?” tanya Ibu, menatap Pak Arya yang memasukkan berbagai bahan makanan ke dalam troli. “Sekalian untuk beberapa hari,” jawabnya. “Wulan dan Ibu, apa ada yang mau dibeli? Ambil saja.”“Tidak usah, Pak.”Banyak yang ditawarkan untukku, tetapi aku tolak. Pak Arya sudah sangat baik. Aku tak ingin memanfaatkan kebaikannya itu.***Sore hari, kami langsung mengeksekusi bahan makanan yang sudah dibeli. Dapur Pak Arya sangat luas, dan peralatan memasaknya modern dan masih baru. Sepertinya laki-laki ini jarang menggunakannya. Bau khas mulai tercium di seluruh ruangan, membuat perutku meronta ingin segera mencicipi. “Sepertinya enak?” ucap Pak Arya yang datang, kemudian duduk di meja makan memperhatikan Ibu.Aku menyodorkan tahu
Read more
Bab 32
Kami tinggal di salah satu rumah kontrakan milik Haji Salim. Di desa ini, kontrakan atau indekos tak sebanyak di kota. Bisa dihitung dengan jari. Ibu menjual cincin kawin yang diberikan Tuan Amar sebagai mas kawin dulu. Entah kenapa, sampai sekarang aku enggan menyebutnya ayah.Haji Salim sangat baik. Laki-laki tua itu sengaja menempatkan kami di kontrakan yang bersebelahan dengan rumahnya, agar tak ada orang-orang jahil yang akan menggangguku dan Ibu. Bahkan ia meminjamkan beberapa perabot rumah tangga untuk kami. Untuk bertahan hidup, Ibu bekerja di pabrik roti yang terletak tak jauh dari kontrakan. Rata-rata ibu rumah tangga di sini, bekerja sambilan untuk menambah penghasilan keluarga. Dulu Ibu sudah pernah bekerja di pabrik roti itu setelah beberapa bulan kepergian Ayah ke kota. Namun karena kandungan semakin membesar, Ibu berhenti beberapa minggu sebelum aku lahir.Hidup mandiri ternyata sangat nyaman, tak ada yang menghardik atau bangun sangat pagi untuk bekerja. Kami bisa ist
Read more
Bab 33
POV Amar PrawiraSeperti tersambar petir, aku menatap perempuan yang telah lama kutinggalkan. Rentetan kenangan manis tiba-tiba muncul di kepala. Wajah itu, tubuh itu, masih sama seperti 18 tahun lalu. Cantik, dan terlihat lebih dewasa. Hanya saja, mata itu meneteskan air bening penuh kesedihan. Kini, tatapanku beralih pada perempuan yang duduk di sebelahnya dengan perasaan hancur. Tubuh terasa tak bertulang menyadari kehadirannya. Setelah satu bulan kuabaikan sosok itu, sekarang kenyataan baru terungkap. Dia ternyata darah dagingku.Aku terpaku. Diri ini seperti seorang penipu yang tertangkap basah, dan tak mampu berbuat apa-apa. “Sri.” Perempuan itu terisak melihatku berdiri di hadapannya. Mata yang dulunya berbinar dan sejuk, sekarang tertutup air mata duka. Sri Rahayu, perempuan yang aku nikahi 19 tahun silam, sekarang ada di depan mata. Ia membuang pandangan, ketika mata kami berserobok. Tangis dan isak mewarnai pertemuan yang tak disengaja ini. Betapa pun aku menghindar, jika t
Read more
Bab 34
Jovita terdiam. Kenangan 18 lalu kembali dibuka. Sebelumnya, aku hanya satpam di rumah Pak Suganda, ayahnya Jovita. Tak pernah ada keinginan untukku meninggalkan istri. Namun semua berubah, ketika Pak Suganda memintaku untuk menutupi aib keluarga mereka. Aku dibayar untuk menjadi suami Jovita yang saat itu sedang hamil dan ditinggal pergi pacarnya sampai ia melahirkan. Aku jujur pada keluarga Suganda bahwa status ini tak lajang lagi. Mereka pun tak keberatan, toh, pernikahan ini hanya sampai Jovita melahirkan.Aku tertarik, karena uang yang dijanjikan cukup menggiurkan. Uang itu akan menjadi modal usaha dan hidup bersama istri dan anakku kelak. Tanpa pikir panjang, aku pun menyetujuinya. Pesta mewah di hotel bintang lima menjadi saksi pernikahan kami. Walaupun Jovita sempat keberatan dengan usulan ayahnya, tetapi demi menutupi aib—karena ulahnya sendiri, ia pun menerima.Aku melayani dan menjaga Jovita melebihi diri sendiri. Tak mudah menaklukkan hati perempuan itu. Aku kerap menjadi
Read more
Bab 35
Setelah tiga purnama tinggal di desa, kami dikejutkan dengan kedatangan tamu yang tak terduga.“Siapa, Bu?” tanya Ibu pada Bu Minah yang mengabarkan jika ada tamu dari kota. “Ndak tahu, Bu. Ada dua orang laki-laki. Gagah-gagah. Sepertinya mereka dari kota,” jawab Bu Minah yang menilai dari penampilan. Ibu yang sedang bekerja di pabrik roti terpaksa izin, dan mengajakku pulang. Beberapa minggu ini aku rutin membantu Ibu bekerja di pabrik rumahan ini. Pekerjaan kami tidak berat, hanya membungkus roti. Selain itu, pekerjaannya tak terikat waktu, jadi kami bisa izin pulang jika ada keperluan atau melakukan tugas rumah tangga. Karena itulah, banyak ibu rumah tangga yang bekerja di sini. Penghasilan yang didapatkan pun beragam, tergantung berapa banyak jumlah roti yang sudah di paking. “Siapa, ya, Bu?” tanyaku, ketika kami mencuci tangan dan bersiap pergi.“Entahlah.”“Apa mungkin Pak Arya, atau Mas David?” tanyaku ragu, karena hanya mereka laki-laki kota yang ingin berkunjung ke desa in
Read more
Bab 36
“Oh, jadi Mas David ke sini untuk membantu Pak Arya melamar Ibu?”“Sebenarnya tidak juga, tetapi karena aku punya tujuan yang sama.” Laki-laki itu menatapku lekat. “Aku ingin kamu menjadi istriku, Lan.” Aku terpana mendengar kalimat itu. Rasanya seperti mimpi dilamar laki-laki yang jauh dari ekspektasiku. Mas David tersenyum, lalu mengangguk, membuktikan bahwa ia sungguh-sungguh. “Mau, ya, Lan?” Hatiku tergelitik melihat cara dia melamar yang tak ada romantisnya. “Tetapi ….”“Please, jangan menolak!” Laki-laki itu melipat kedua tangannya di depan dada. Aku tersenyum melihat wajah yang biasanya acuh dan arogan itu, kini memohon seperti anak kecil. “Mintalah pada ibu Wulan. Jika Ibu mengizinkan, Wulan bersedia.” Sebuah senyum terukir dari bibir Mas David. Ia tampak yakin sekali. “Kalau itu, aku bisa! Doakan aku, ya, Lan.” Tanpa menunggu lama, laki-laki itu bangkit dan berjalan menuju dua orang yang sedang berbincang. Aku mengalihkan pandangan, dan kembali menatap ikan-ikan yang be
Read more
Bab 37
Semua yang ada di ruang tamu itu kaget dengan ucapan Mas David. Laki-laki itu memutuskan sepihak, tanpa meminta persetujuan kedua pasangan yang akan menikah termasuk aku, anaknya.“Ma-maksudnya, saya menikahkan mereka besok?” tanya Paman heran.“Iya. Saya yang akan mengurus semuanya. Besok, orang saya akan datang menjemput Bapak ke tempat pernikahan diadakan.”Permintaan Mas David yang tegas membuat Paman dan Bibi tak mampu berkutik. Mau tidak mau Paman menyetujui, termasuk Bibi yang tak mampu menyanggah lagi.  Senyum kemenangan terpancar dari wajah Mas David. Paman dan Bibi hanya bisa pasrah, menerima permintaan laki-laki yang tak mau ditolak itu. Begitu pun Pak Arya yang sempat dibuat kaget dengan keputusan sepihak yang tak terduga. “Lengkapi persyaratannya, Dok. Hari ini, saya akan minta bawahan saya untuk mengurus semuanya. Besok pernikahannya digelar, dan sah secara hukum agama serta negara,” ucap Mas David, ketika kami dalam perjalanan pulang dari rumah Paman.“Baik, saya akan
Read more
Bab 38
Aneh rasanya, apa aku tak pantas dengan dandanan dan tampilan begini? Kenapa harus di-make over segala? Aku menurut. Berbagai peralatan makeup yang tak kutahu namanya sudah siap menanti. Dengan cekatan, tangan perempuan itu mulai memoles dengan sentuhan makeup di wajah.Sebuah gaun berwarna dusty pink melekat di tubuh. Aku heran, ukurannya pas sekali, tidak kekecilan atau kebesaran. Tubuhku membeku di depan kaca, ketika melihat diri ini dalam balutan gaun mewah dan polesan kosmetik. Ini pertama kalinya aku didandani. Rasa tak percaya. Ternyata aku bisa secantik ini.“Bahagia, yo, Sri. Sebentar lagi nikah sama orang kaya.” Suara Bibi mengagetkan kami. Aku tak tahu bagaimana caranya Mas David membawa Paman dan Bibi untuk hadir ke pernikahan ini. “Terima kasih,” jawab Ibu setenang mungkin.Wajah sinis Bibi tampak tak suka melihat kebahagiaan Ibu. “Sebenarnya aku tak setuju dengan pernikahan ini. Tetapi karena laki-laki itu memaksa, akhirnya kami tak bisa mengelak. Aku tak habis pikir,
Read more
Bab 39
Sore ini, kami berangkat ke Tangerang menggunakan pesawat terbang. Sedangkan mobil Mas David dibawa kembali oleh bawahannya. Ini pertama kalinya aku naik pesawat. Tak menyangka bisa terbang bersama burung besi, dan menikmati pemandangan dari ketinggian. Aku kembali ke kota, tempat pertemuanku dengan orang-orang yang sekarang menjadi bagian dari hidupku. Rumah yang sempat aku tinggali bersama Ibu, sekarang kami huni kembali. Ayah Arya memberiku sebuah kamar di lantai dua, berbeda dengan kamar sebelumnya. Letaknya bersebelahan dengan kamar mereka. Kamar ini lebih luas dari kamar tamu, diisi oleh perabotan mewah dan nyaman. Tempat tidurnya empuk, dilengkapi televisi layar datar, pendingin ruangan, dan sebuah komputer tersedia di meja. Dulu aku sangat memimpikan bisa memiliki benda ini. “Wulan suka?” tanya laki-laki yang baru beberapa jam lalu menjadi ayahku. “Bagus sekali. Wulan suka, Yah.”Laki-laki itu tersenyum. “Semoga Wulan betah.”“Insyaallah, Wulan pasti betah.”“Pakaiannya bel
Read more
Bab 40
Bertempat di sebuah hotel bintang lima, pesta pernikahan pun digelar. Kebanyakan tamu yang hadir adalah keluarga dan teman sejawat Ayah. Menurut ayah tiriku itu, ini adalah pesta sederhana, tetapi ... bagiku ini sangat mewah. Tempat, dekorasi pelaminan, makanan, dan tamu yang hadir semuanya berkelas. Termasuk laki-laki yang belakangan ini menggangguku.Mas David datang bersama kedua orang tuanya. Mereka adalah Pak Edward dan sang istri. Semula aku merasa rendah diri bertemu dengan mereka, mengingat asal-usul kehidupanku. Namun, Ayah memberiku kekuatan. Aku tak boleh malu dengan status sekarang. Ada nama besarnya yang akan selalu bersamaku. Semua tamu duduk di meja bundar yang sudah dipersiapkan. Bunga mawar cantik menghiasi meja, ditemani peralatan makan yang mewah. Ayah Arya dengan bangga memperkenalkanku sebagai anak pada keluarga dan sahabatnya. Mereka menyapa dan menghormatiku layaknya orang terpandang. “Setelah pesta ini, bersiaplah, aku akan melamarmu, Mamaku sudah tak sabar i
Read more
PREV
1234569
DMCA.com Protection Status