Semua Bab Status Talak di FB Suamiku: Bab 61 - Bab 70
104 Bab
Gangguan Gilang
"Silahkan, kalau kamu bisa. Jangan ganggu hidupku, jika aku tidak menganggumu," desisku dengan mengigit bibir pelan.Nagita berang dengan rencana pernikahan kami. Menurutnya, itu akan membuat Mas Gilang semakin tidak bisa melupakanku. Umpatan dan makian dia tumpahkan padaku.Dia menuduhku mengingkari janji yang pernah kuucapkan padanya. Aku sudah menunaikan apa yang kuucapkan. Namun, takdir seakan enggan melepasku dari lingkaran keluarga Sentawibara. Bagai buah simalakama. Menjauh dibenci, mendekat juga dicaci. Miris."Aku benci pada manusia sok suci sepertimu!" jerit Nagita. Wajahnya merah bak kepiting rebus yang siap disantap."Itu pintu, silahkan keluar! Aku banyak pekerjaan. Apa pun yang kamu lakukan, aku tetap menikah dengan Khanif. Aku tidak merebut apa-apa darimu. Buka pikiran dan hatimu, jangan selalu siram dengan benci dan emosi. Hingga pada akhirnya dia akan mati dan tidak berfungsi," pungkasku santai. Nagita menatap tajam ke arahku. Langkahnya mendekatiku."Berarti kamu mem
Baca selengkapnya
Nagita Menggila
"Khanif! Tolong!" jeritku. Aku tidak ingin berlama-lama dengan Mas Gilang. Otaknya mulai tidak waras."Khanif!" jeritku kembali. Beberapa detik lamanya tidak ada suara di luar sana. Mas Gilang berusaha membekap mulutku."Ibu! Tolong Nia, Ibu!" jeritku histeris."Diam! Jangan ribut," desis Mas Gilang panik.Aku mundur hingga tubuh berbentur tembok pembatas. Tubuhku melorot ke lantai. Menangis sambil memeluk lutut di samping meja rias. Mas Gilang terlihat kelimpungan. Aku terus berteriak, hingga pintu digedor dengan kerasnya."Shiit!" umpat Mas Gilang."Nia! Kenapa pintu dikunci dari dalam. Buka kuncinya, Sayang!" teriak ibu dengan nada suara panik."Tolong!" jeritku. Mas Gilang mondar-mandir nggak tentu arah. Tentunya dia bingung melepas diri dari Khanif dan ibu."Menjauh dari pintu!" teriak Khanif dari luar.Braak!Bruuk!Pintu terlepas dari tempatnya, Khanif, ibu, pegawai butik berserta satpam berdiri di ambang pintu. Mas Gilang tergugu di tempat."Kenapa kamu ada di sini, Mas?" tany
Baca selengkapnya
Menemui Nagita
Aku menempuh perjalanan panjang untuk sampai di rumah yang dulu aku tempati. Istana impianku. Tidak ada yang berubah semuanya tetap sama. Hanya ratunya saja yang berganti. Melangkah cepat menuju pintu utama. Bayang-bayang kenangan masa silam meringsek cepat dalam ingatan, membangkitkan gejolak penyesalan atas kebodohan yang pernah kulakukan. Kutekan bel di samping pintu. Aku tidak sabar menunggu penghuninya keluar. Suara berisik terdengar dari dalam. Langkahku mundur ke belakang saat menyadari Mas Gilang yang membukakan pintu. Sejenak, waktu berjalan sangat lamban, tatapannya, membuatku tertunduk tak berdaya. "Kamu datang, Nia. Kamu ingin menemuiku, 'kan?" tanyanya dengan binar mata penuh harap. Ekpresi wajah penuh bahagia tergambar jelas. "Maaf, aku ingin berjumpa dengan istrimu. Tolong panggilkan dia keluar!" pintaku tenang. Berusaha mengelola batin yang sama sekali tidak memiliki ketenangan. "Nagita? Ada masalah apa?" tanyanya dengan kerutan dahi yang sangat menganggu pandangan
Baca selengkapnya
Polisi
"Siapa yang Mbak Nagita sebut pelacur?" Aku terperanjat melihat Khanif berdiri di ambang pintu. Bersamanya hadir dua orang lelaki berseragam polisi lengkap. Nagita menarik diri berlindung di balik tubuh kekar Mas Gilang. "Kenapa bersembunyi, Mbak? Kalau diamati dari cara Mbak bersikap dan berpakaian kata itu lebih cocok disematkan padamu, Mbak. Bukan calon istriku," tegas Khanif tenang. Aku melangkah ke arah ruang laundry mencari kain yang bisa menutupi tubuh Nagita. Beruntung ada selimut besar yang bisa menutupi seluruh tubuhnya. "Gilang, kenapa bawa polisi ke sini?" tanya Mas Gilang. "Aku melaporkan Mbak Nagita atas tindak pengancaman terhadap calon istriku. Mbak Nagita sudah keterlaluan. Kelakuannya tidak bisa ditoleril," jelas Khanif berang. "Apakah hal ini tidak bisa dibicarakan secara kekeluargaan?" tanya Mas Gilang. Satu poin yang kusimpulkan. Bahwa, mantan suamiku itu masih berusaha melindungi istrinya. "Aku rasa tidak, Mas. Dia sudah keterlaluan. Mbak Nagita mencoba me
Baca selengkapnya
Gilang Datang Lagi
Aku masih teringat akan Nagita. Seluruh keluarga setuju memberikan efek jera kepadanya. Ancamannya jelas memberatkan hukuman yang akan Nagita jalani. Ditambah lagi rekaman CCTV di malam pengrusakan kaca depan restoranku terjadi. Paling lama hukuman yang dijalani adalah empat tahun.Keluarga Nagita tak ayal mencaci dan menghinaku. Penyebabnya tidak bukan dan tidak lain karena aku menjebloskan anak kesayangan mereka ke penjara.Ekspresi cemburu Khanif mengelitik hati. Tatkala percakapanku dengan Nagita sampai di ancamanku akan merebut Mas Gilang darinya. Lelaki itu cemburu. Cemburu berat. Aku bisa membaca dan merasa cinta Khanif terlalu besar untukku.Sesuai permintaan Khanif, kami pindah ke Jakarta selama persiapan menjelang pernikahan. Aku memilih tinggal di apartemen. Menghindar dari Mas Gilang yang sudah pindah ke rumah ibu. Khanif pun setuju, didasari kecemburuannya kepada Mas Gilang.Semilir angin malam menerpa kulit mengiringi malam panjangku. Hanya mampu berdiri di balik jendel
Baca selengkapnya
Polisi
Ibu menghampiriku, pelukan dan kecupan dia hadiahkan untukku. "Jadilah istri yang taat untuk Khanif, Nak. Jangan kecewakan dia," bisik ibu di telinga. Kata-kata ibu menyentil hati. Terbayang penghianatan setahun silam. Walau sebenarnya, wanita berhati mulia itu tidak ada maksud menyinggungku."InsyaAllah, Bu. Nia akan menjadi istri yang terbaik untukku," sahut Khanif. Digenggam erat tanganku. Aku semakin gugup. Satu persatu ucapan selamat didengungkan. Semua wajah terpampang ekspresi ceria. Kecuali, Mas Gilang. Wajahnya kusut. Hanya sekali-kali menebar senyum pada kolega dan saudaranya. Bisik-bisik tamu undangan pun tidak terhindarkan. Tentunya hubunganku dan Mas Gilang sebelumnya dan sekarang dengan Khanif--adiknya. Aku bisa menebak bermacam kata miring tertuju padaku. Hal inilah yang aku takutkan, kehadiran banyak tamu undangan cukup menambah polemik dalam hidup. Tatapan sinis dari beberapa wanita sosialita di hadapanku tidak dapat dibendung. "Selamat ya, Mbak. Udah jadi bagian ke
Baca selengkapnya
Bukan Malam Pertama
POV KHANIFMalam pertama akan berkesan bagi sebagian pengantin baru. Bukan hanya persiapan mental dan fisik. Namun suasana ruangan yang romantis dan nyaman. Aku hanya mampu menyungingkan senyum melihat ruangan khusus yang ibu persiapkan untukku dan Nia.Semua tertata sempurna, tanpa bertanya dekorasi kamar sesuai dengan keinginanku. Terlebih lagi dengan Nia. Sedari pertama melangkah, raut wajahnya takjub dengan hal indah di hadapannya.Harum mawar menyerbak menusuk indera penciuman. Di setiap sudut ruangan mawar merah terlihat rapi disusun dalam vas kaca. Di atas tempat tidur disusun dalam bentuk love. Dari pintu hingga menuju ranjang. Mawar merah disusun bak karpet merah yang dilewati para artis saat menghadiri acara penghargaan bergengsi.Bunga mawar adalah lambang cinta. Oleh karena itu sering digunakan di momen-momen spesial. Salah satunya dekorasi kamar pengantin. Membawa suasana menjadi romantis agar semakin intim dan manis.Pernikahanku dan Nia. Bukanlah pernikahan paksaan atau
Baca selengkapnya
Nia Hilang
Aku bangun saat matahari meringsek masuk melalui celah gorden. Ah! Bukan celah ini namanya. Seluruh gorden tersingkap sempurna. Mataku mengerjap pelan.Kenapa Nia tidak membangunkanku? Kemana dia?Pertanyaan-pertanyaan yang bergelayut dalam hati. Beringsut cepat dari ranjang. Mencari keberadaan Nia. Kamar terasa sepi tanpa penghuni. Kulirik jam sudah jam sembilan.Aku sudah mencari Nia ke seluruh sudut kamar ini. Namun, dia tidak ada. Aku bergegas meraih gawaiku. Ada chat dari Nia.[Selamat pagi suamiku, kalau Sayang bangun tidak menemukanku. Jangan panik! Aku turun sebentar mencari udara segar.]Isi chat yang dikirimkan Nia hampir dua jam yang lalu.Kenapa dia tidak mengajakku? Kenapa dia harus keluar seorang diri? Arrgh! Aku terus meracau karena kegelisahan hati yang mendera.Kutekan kontak Nia untuk menghubunginya. Namun, tidak bisa tersambung. Apa yang terjadi? Aku mendadak panik. Begegas ke kamar mandi untuk mencuci muka dan mengosok gigi. Setelah itu buru-buru mengenakan pakaian
Baca selengkapnya
Di Sekap
POV NIAAku tersadar dengan pusing yang sangat menyiksa. Mendapati diri berada di atas ranjang king size yang penuh taburan kelopak bunga mawar. Perasaan, terakhir kali aku berada di depan hotel. Kenapa sekarang berada di atas ranjang. Mana Khanif? Kenapa dia tidak terlihat."Khanif!""Sayang!"Kepalaku terasa berat. Mata mengerjap pelan. Suasana sunyi dan sepi. Aku melangkah ke arah pintu dengan kepala yang masih sempoyongan. Kesadaranku sepenuhnya kembali saat menyadari pintu dikunci dari luar. Mataku membulat melihat perabotan di kamar beda dengan semalam."Khanif!""Ibu!"Aku terus mencoba membuka pintu. Namun sia, pintu terkunci dari luar."Tolooong!" jeritku sekuat tenaga.Aku melangkah menuju jendela, kusibak tirai yang menghalangi pandangan. Laut, panorama alam yang pertama kali terlihat. Aku dimana ya Allah? Tempat ini begitu tinggi. Kepanikan melanda. Logika buntu tidak mampu menerjemahkan hal yang terjadi padaku.Aku kembali ke dalam kamar yang dihias bak kamar pengantin. D
Baca selengkapnya
8 Bulan Kemudian
"Nyonya, habiskan makanannya!" bentak Tomy."Aku tidak lapar! Aku hanya ingin keluar dari sini," ketusku seraya memungunginya. Pandangan kulempar ke arah laut lepas. Semilir angin meniup hijabku."Makan Nyonya! Aku tidak ingin karena sikap keras kepalamu kami semua dalam bahaya." Dia menatapku seakan ingin menelanku hidup-hidup."Ah! Lelucon apa lagi yang kau ungkapkan? Katakan padaku siapa yang menyuruhmu. Maka aku akan membayar kalian 100 kali lipat," tawarku seraya membalikkan badan.Mereka semua tertawa. Ucapanku dianggap angin lalu."Dapat uang dari mana Anda Nyonya! Jangan bercanda. Lebih baik nikmati hidup Anda di sini. Surga dunia," jawab wanita yang tugasnya membawakan makanan untukku."Tidak! Aku ingin berkumpul dengan suami dan keluargaku!" jeritku seraya mengobrak-abrik ranjang. Bantal dan sprei kulempar ke arahnya."Aaargggh! Diam! Aku heran kenapa ada orang yang menyukai wanita keras kepala sepertimu!" teriaknya dengan urat-urat leher menegang. Sorot mata elangnya mena
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
56789
...
11
DMCA.com Protection Status