Lahat ng Kabanata ng Pengantin Titipan : Kabanata 21 - Kabanata 30
57 Kabanata
Bab 21 : Kado
"Ini surprise yang Abang bilang hari itu," katanya dengan bibir yang senantiasa tersenyum hangat. Aah ... Bang Dion selalu bersikap manis kepadaku.Aku pun meraih kotak tersebut. "Aku buka di kamar ya, Bang," ujarku."Oke gak papa. Istirahatlah, moga cepet baikan ya," ucapnya.Aku lantas pamit dari sana, melenggang masuk ke kamar.Sesampai di kamar, aku duduk di bibir ranjang. Penasaran dengan kado yang diberikan oleh Bang Dion barusan. Kuurai pita merah yang terikat di sana. Tanpa sadar bibir ini terus tersenyum melihat kotak berbalut kertas berwarna biru motif polkadot tersebut. Apa ya isinya?Kulepas sedikit-sedikit potongan selotip yang merekat di kotak itu. Dahiku seketika mengernyit ketika melihat tulisan S*MS*NG GALAXY A71 di sana. "Maa syaa Allah ...," lirihku pada diri sendiri.Bang Dion memberikan aku sebuah ponsel. Sepertinya ini mahal. Aku dulu sempat punya ponsel, hanya saja ketika berangkat ke tempat Kak Mirna waktu itu, dijambret orang. Memang hape murah, tapi itu mod
Magbasa pa
Bab 22 : Diajak ke Gunung
Aku sontak menoleh, kemudian beringsut dan bangkit dari rebahan dan duduk di pinggir tempat tidur Ivan. "Ya?" sahutku singkat."Ivan sudah tidur?" tanya pria itu dengan suara lirih di ambang pintu.Aku mengangguk menjawab pertanyaannya.Lelaki itu semakin melangkah maju. Aku pun beranjak dari ranjang itu hendak pergi. "Mila, tunggu Abang di ruang tivi. Ada yang mau Abang omongin," kata pria itu menahan langkah ini.Sekali lagi aku mengangguk. Entah apa yang ingin ia sampaikan. Aku menoleh sekali lagi ke arah Bang Aldin sebelum kaki sampai di ambang pintu. Tampak lelaki itu tengah membelai sayang kepala sang putra, kemudian ia mendaratkan sebuah kecupan lekat di dahi Ivan. Untuk ke sekian kali, pemandangan itu melelehkan hatiku.***"Abang mau bicara apa? Aku mau tidur juga sekarang," ucapku tanpa basa-basi ketika Bang Aldin mendudukkan bokongnya ke sofa.Lelaki itu menautkan jari-jari tangan kanan dan kirinya. "Hmm ... lusa ada kegiatan Cross Country yang Dion bilang waktu itu. Dion
Magbasa pa
Bab 23 : Pemberian
Tiba-tiba terdengar suara ponselku berdering. Rupanya Bang Aldin. Tumben pria itu menghubungiku?"Assalamualaikum," ucapku. "Kumsalam.""Wa 'alaikumus salam gitu, Bang. Doa jangan diubah-ubah. Nanti beda arti ...," kataku mengoreksi jawaban salamnya."Wa 'alaikumus salam," tirunya dari seberang sana.Aku menyunggingkan senyuman."Mil, ada paket datang, gak?" tanyanya kemudian."Ada nih, punya Abang?" tanyaku. Akan tetapi, mengapa tertulis untukku ini?"Itu daypack buat kamu, Mila. Buat berangkat besok," katanya."Oh." Hanya itu yang keluar dari mulutku.Aku kemudian terdiam. Bang Aldin beliin aku?"Ya udah. Gitu aja, ya. Abang ada meeting bentar lagi.""Iya, Bang."Saluran telepon pun terputus.Mila, mengapa sulit lisanmu untuk mengucapkan terima kasih? Yaa Allah ... mengapa aku jadi seperti orang yang tak tahu adab begini? Padahal aku biasa mengajarkan adab kepada Ivan. Entah mengapa lidahku terasa kelu tadi. Subhanallah ....***Ketika aku tengah mematut diri di cermin merapikan di
Magbasa pa
Bab 24 : Sampai di Lokasi
Ya Rabb, aku tak mau mengecewakan ayah. Tadinya aku berharap dengan menikah dengan Bang Dion, maka ayah bisa lega karena aku akan menikahi lelaki yang kucintai. Beliau juga lega karena anaknya tidak menikah dengan Mas Sugeng yang rentenir. Ayah terpaksa dulu meminjam uang darinya, untuk ibu berobat. Aku tahu ayah tidak suka dengan duda beranak dua itu.Kemungkinan kedua. Jika Bang Aldin menganggap serius pernikahan ini. Artinya ia akan mempertahankan aku menjadi istrinya seperti seharusnya. Apakah aku akan bisa menggantikan tempat khusus Bang Dion di dalam hati ini? Bisakah?Hal ini benar-benar seperti buah simalakama buatku. Ya Rabb, tolonglah hamba-Mu ini ... berikan petunjuk-Mu kepadaku. ***Akhirnya kami sampai di kaki gunung, suasana terasa sejuk karena banyak pepohonan. Di sana sudah ramai para mahasiswa yang akan mengadakan pendakian di Gunung Bongkok. Bang Dion termasuk salah seorang panitia yang menyelenggarakan kegiatan ini. Sehingga pria itu mesti berangkat dengan panitia
Magbasa pa
Bab 25 : Cemburu
Aku tersadar telah memerhatikan lelaki itu lekat. Dengan segera aku pun mengalihkan pandangan. Aku tak tahu harus menjawab apa atas pertanyaan barusan. Ya ... tentu saja aku cemburu. "Amel memang begitu dari dulu sama Dion. Mereka udah kayak kakak-adik. Jangan salah paham," ujar Bang Aldin."Memangnya mereka ada hubungan keluarga?" tanyaku. Ya, kemungkinan itu tentu ada. Karena aku juga belum mengenal keluarga Bang Dion. Aku masih berusaha berbaik sangka."Gak ada ... cuma di Mapala ya begitu. Antara senior dan junior, antara teman seangkatan itu udah kayak saudara aja. Apa lagi kalau memang cocok komunikasi.""Kalo gitu mereka bukan mahram, Bang! Kenapa gandengan mesra kayak gitu?" kilahku.Bang Aldin menatapku lekat. "Oh, gitu?" "Iyalah!" jawabku sengit."Maklum aja, Mil ... kami nih, gak belajar agama detil kayak kamu."Aku membuang muka.Lelaki itu bangkit. "Udah, jangan marah lagi," tuturnya sambil tersenyum dan membelai kepalaku. Darahku kembali berdesir. Akan tetapi, Bang Al
Magbasa pa
Bab 26 : Main di Sungai
"Hei ... mau ke mana kita ini, hemm?" Bang Aldin menahan langkahnya ketika jarak kami sudah cukup jauh dari Bang Dion. Kami melewati pohon-pohon dan semak di hutan kaki gunung. Saat ini kami berada di dekat sebuah sungai kecil penuh dengan batu-batu kali.Aku pun melepaskan tautan tanganku di lengan Bang Aldin, kemudian melangkah hati-hati mendekati sungai. Kucelupkan tangan ke air sungai yang mengalir santai mengitari bebatuan itu. Kuusap wajah, merasakan kesegaran air tersebut menyentuh kulit. Kutarik napas dalam-dalam, berusaha melegakan sesak di dalam sini.Bang Aldin mendekat, lalu duduk di sebuah batu yang agak besar di dekatku. "Enak ya, airnya segar," ujarnya sembari menyentuhkan jemarinya ke air yang mengalir itu. Aku senang dia sama sekali tidak membahas kejadian barusan.Aku mengangguk dan berusaha tersenyum walau mungkin tampak getir. "Kita muncak besok. Mungkin bersama para alumni yang juga ikut kegiatan ini," imbuhnya.Aku beringsut dan mendudukkan bokong ke batu besar
Magbasa pa
Bab 27 : Serunya Main di Jeram
"Sini naik ke punggung Abang," tawarnya, "kita ke sana," lanjutnya sembari menunjuk jeram yang tidak begitu tinggi di seberang kami. "Oh." Aku kira Bang Aldin mau ngapain, bikin kaget.Sungguh! Kelihatannya sangat menarik dan menggoda untuk pergi ke arah sana. Dengan agak ragu dan perlahan aku menuruti Bang Aldin menaiki punggungnya. Kupeluk erat pundaknya dari belakang. Lelaki itu pun mulai maju perlahan ke arah jeram tersebut. "Huwaaaa!" pekikku ketika kami sudah berada di bawah air terjun itu. Seru sekali!Bang Aldin tertawa mendengar jeritanku. Ia membantuku menjejakkan kaki di sebuah batu besar di sana. Air yang menimpa tubuh ini terasa seperti hujan yang sangat deras! Yaa Allah ... Mahasuci Engkau telah menciptakan alam yang indah ini.Bang Aldin berenang di hadapan dan menatapku lekat dengan bibir yang terus tersenyum. Aku pun membalas senyuman itu dengan semringah. Ini sangat menyenangkan!Kami bermain air dengan penuh keriangan, rasanya tidak mau berhenti. Bahkan waktu tak
Magbasa pa
Bab 28 : Sahabat?
Aku yang tadinya mau merebahkan badan pun akhirnya memutuskan untuk tidak jadi beristirahat.Bang Aldin kembali merebahkan diri. "Baring, Mila!" suruhnya."Mmm ... gak usah, Bang." Pikiranku melayang, nanti malam apa kami akan tidur bersama di dalam tenda ini? Seketika jantungku berdetak lebih cepat. Aah tentu saja, berarti ini kali kedua kami tidur bersama, selain di kampung waktu itu."Ayoo ... kamu pasti capek. Abang aja capek!" katanya sembari menelentangkan badannya dan menatap langit-langit tenda.Hujan di luar sana semakin deras. Langit pun tampak makin menggelap. Apalagi waktu sudah menjelang magrib begini. Udara terasa semakin dingin. Dan ... aku lupa membawa jaket. Ya Allah, bodohnya aku. Bagaimana tidak menyiapkan jaket pergi ke gunung seperti ini? Dasar amatiran!"Aku duduk aja, Bang," jawabku. Aku nggak enak baring berduaan begini. Walaupun kenyataannya kami sudah pernah tidur satu ranjang. Yaa ... tidur."Ya, terserahlah," ujar Bang Aldin sambil melirikku, "ngomong-ngomo
Magbasa pa
Bab 29 : Bersama dalam Satu Tenda
Usai makan malam bersama, panitia kegiatan dan peserta kembali mengadakan briefing. Setelah itu, mereka lantas membuat api unggun dan mengelilinginya.Aku duduk-duduk di samping Mbak Nela yang ternyata sangat ramah. Kami saling mengobrol tentang banyak hal. Sang suami berada di samping kanannya, sedangkan aku di samping kiri. Bang Aldin tadi pamit pergi entah ke mana."Mil, Mbak ke tenda dulu ya, sudah malam. Mau rehat dulu," kata Mbak Nela sembari beranjak mengikuti suaminya. Waktu memang sudah semakin larut."Oh, iya, Mbak. Silakan," ujarku seraya mengulas senyum ke arahnya."Pamit dulu, Mila." Bang Boy berkata kepadaku.Aku pun mengangguk ke arahnya.Mereka lantas melenggang menjauhi tempat ini. Sementara ke mana Bang Aldin? Kuraih ponsel dari saku jaket, jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Apa aku ke tenda duluan, ya?"Mil." Terdengar suara seseorang yang kukenal siapa pemiliknya. Ya, itu Bang Dion. Aku menoleh ke arahnya, setelah itu membuang muka melihat api unggun di s
Magbasa pa
Bab 30 : Kedinginan
Jaket Bang Aldin ini cukup membuatku hangat. Akan tetapi, aku merasa kaki ini kedinginan sekali dan itu jadi terasa menjalar ke tubuh bagian atas. Kembali kulirik Bang Aldin yang tengah terlelap. Nyamannya kalau berselimut seperti itu.Aku lalu bangkit duduk, membongkar tas dan mengeluarkan salah satu gamisku dari sana. Lantas aku kembali berbaring dan menyelimuti bagian bawah tubuhku dengan gamis. "Ck!" Aku kesal dan gelisah bergerak ke sana kemari menentukan posisi yang nyaman agar bagian bawah tubuhku terlilit gamis dan merasa lebih hangat. Nyatanya sangat sulit. Aku bergerak sedikit saja, gamis itu pun tersibak. "Mila ... kenapa bangun?" Aku terlonjak kaget. Tiba-tiba terdengar suara serak khas bangun tidur Bang Aldin. "Mmm ... aku ... aku gak bisa tidur, Bang," jawabku tergagap.Alisnya bertaut. Netranya memicing melihat ke arah kakiku. "Kamu kedinginan?" tanyanya sambil mengeratkan selimut.Aku berusaha menarik kedua ujung bibir ke atas. "Iya ... Bang, dingin banget," ujarku
Magbasa pa
PREV
123456
DMCA.com Protection Status