Lahat ng Kabanata ng Pengantin Titipan : Kabanata 11 - Kabanata 20
57 Kabanata
Bab 11 : Bermain Bersama Ivan
Namun, akhirnya boch kecil itu pun mencoba meraih gelas tersebut dari tanganku. Sengaja aku elakkan gelas susu itu sambil terus tersenyum. Bocah itu semakin menautkan alisnya yang indah. "Pakai tangan kanan dong!" Ya, tadi Ivan mengulurkan tangan kirinya.Ia lalu meraih gelas itu dengan tangan kanannya."Nah, gitu," kataku semringah.Anak yang tampan itu mengulas senyum tipis."Bilang apa?" tanyaku sembari menahan lengannya ketika ia hendak berbalik."Mmm ... makasih," jawabnya ragu.Aku pun melebarkan senyuman dan mengacak puncak kepalanya. Anak manis.***Pagi ini cukup cerah, langit tampak begitu terang diselimuti sedikit awan. Sinar mentari terasa hangat menyentuh kulit wajahku. Ini masih pagi, pukul sembilan. Bang Aldin sudah pergi bekerja pagi-pagi sekali. Bahkan aku tidak melihatnya ketika sarapan di meja makan tadi. Kata Bi Imah, dia ada rapat di kantor, dan mesti menghindari macet.Aku berdiri di samping sebuah kolam ikan tanpa alas kaki di taman belakang rumah. Banyak ikan
Magbasa pa
Bab 12 : Sarapan Pagi Bersama
"Ivan?" Tiba-tiba terdengar suara berat diiringi bunyi pintu yang terbuka. Aku sedikit terperanjat.Hening.Wajah itu awalnya terlihat kaget sepertiku. Akan tetapi, beberapa saat kemudian bibir itu tersenyum, tampak canggung. "Ivan tidur?" tanya pria tampan tersebut.Aku beringsut dan bangkit perlahan dari rebahan. Berusaha menarik bibir ini ke atas. "Iya ...," jawabku pelan.Pria itu melangkah mendekat. Berdiri di samping ranjang, memandang lekat sang bocah yang tengah lelap tersebut. Aku merasa tidak enak hati berada di situ saat ini. Aku pun berdiri dan pamit.Ia melirik sebentar dengan melipat bibirnya, kemudian mengangguk mempersilakan aku pergi.***"Aku kemarin makan banyak, Yah!" Suara Ivan terdengar ceria dari meja makan. Langkah kaki ini kupelankan demi menyimak pembicaraan kedua lelaki tampan beda usia itu. Ntah mengapa hatiku selalu merasa hangat kalau melihat keakraban mereka."Oh, ya?" sahut Bang Aldin seakan tak percaya."Iya. Aku juga shalat!" seru bocah itu bangga,
Magbasa pa
Bab 13 : Ke Taman Bermain
"Wa ... wa alaikumus sallam," jawabku terbata.Pria manis di depanku melangkah mendekat dengan perlahan. "Apa kabar, Mil?" tanyanya.Aku menatapnya beberapa saat.Bibirnya tersenyum, tapi tampak canggung."Hemm, alhamdulillah baik, Bang," jawabku sambil membenarkan kerudung. Mengapa jadi gugup begini? "Syukurlah," ucapnya singkat."Mmm ... Bang Aldin di taman belakang." Ya Allah, mengapa aku kayak orang bodoh, sih?"Abang mau ketemu kamu," ungkapnya."Owh."Ia kembali tersenyum."Silakan duduk, Bang. Sudah sarapan? Ini ada nasi goreng ...," tawarku basa-basi.Ia pun bergerak maju kemudian duduk di salah satu kursi di meja makan itu. "Gak usah. Abang sudah sarapan, kok," sahutnya."Oh, gitu. Ya udah, bentar aku bikinin kopi dulu." Aku pun melenggang ke dapur dan menyeduh kopi sachet tanpa menunggu tanggapannya.Setelah selesai menyeduh kopi, aku lalu kembali ke ruang makan. Kuletakan cangkir kopi hangat tersebut ke hadapan lelaki yang masih bertahta di hatiku itu. "Diminum kopinya, Ba
Magbasa pa
Bab 14 : Ibu?
Ivan menyebut wanita itu dengan sebutan 'ibu'?Aku menoleh ke arah Bang Aldin yang mendekat. "Al ... apa kabar?" Bibir merah menyala itu tersenyum semringah ke arah Bang Aldin, "hei, Dion! Kamu juga apa kabar?" Bang Dion pun sudah berada di samping ayah dari Ivan itu."Baik, Mbak," jawab Bang Dion sembari menyunggingkan senyum. Bang Aldin sendiri tak menyahut. "Sedang apa kamu di sini, Sher?" tanya pria itu tampak tak suka.Wanita ini kelihatannya sebaya dengan Mbak Lisa, hanya style-nya yang jauh berbeda."Jangan jutek gitu, Al," ujar wanita itu sambil menurunkan Ivan dari gendongannya. Bibirnya senantiasa tersenyum manis.Ivan lalu menggamit jemariku. "Aku mau main ayunan, Tante. Ayo!" Bocah itu menggandeng dan menjauhkanku dari sana."Siapa perempuan itu? Pembantu baru?" Pertanyaan itu terarah kepadaku. Ya, aku masih mendengar dengan jelas karena belum jauh. Aku yakin dia adalah mantan istri Bang Aldin."Istriku." Aku menoleh ke arah sana dan kulihat ekspresi terkejut wanita can
Magbasa pa
Bab 15 : Rencana Cross Country
Aku tidak paham, mengapa Mbak Sherli tiba-tiba berkata seperti itu. Aku sama sekali tidak pernah berpikiran demikian."Aldin gak mungkin jatuh cinta sama perempuan kampungan kayak kamu." Pandangan matanya seakan menelanjangiku dari atas ke bawah.Aku tersenyum sinis. Heran, apa semua orang kaya itu tukang hina, ya?"Mbak jangan bicara sembarangan!" cetus Bang Dion.Ujung sebelah bibir merah itu tertarik sedikit. Wanita itu kemudian berbalik dan melenggang pergi setelah membelai sebentar pipi sang putra."Sherly ngomong apa?" tanya Bang Aldin. Ia baru saja muncul, melenggang santai di hadapan kami setelah sang mantan istri pergi."Mbak Sherly menuduh Mila mau merebut Ivan darinya, Bang," timpal Bang Dion.Pria tampan di hadapan kami terkekeh geli. "Abaikan dia, Mila. Jangan dihiraukan omongannya."Ya, aku akan mengabaikan tuduhan tak berdasar itu. Lagian tidak penting bagiku persangkaan Mbak Sherly seperti apa."Mau ke mana?" tanya Bang Aldin lagi."Aku haus, Yah! Ayo cari minum cepat
Magbasa pa
Bab 16 : Mau Belajar Mengaji
"Di depan 'kan enak, bisa lihat pemandangan lebih luas." Sang ayah tampak masih berusaha membujuk bocah kecil itu."Gak mau!" pekik Ivan tak terima. Anak itu berusaha turun dari pundak sang ayah.Aku langsung meraih tubuh Ivan yang kini berada di gendongan Bang Aldin. "Biar Ivan duduk sama aku, Bang!" kataku.Bang Aldin terlihat terpaksa menurutiku dan sang anak."Lagian aku dan Bang Dion bukan mahram. Lebih baik kami gak duduk berdua." Aku mencoba menjelaskan."Oh, gitu," ucap Bang Aldin sambil mengangguk.Bang Dion hanya diam di sana. "Kalo berduaan sama Abang boleh dong, ya? 'Kan kita suami-istri." Bang Aldin menaik-naikkan alisnya ke arahku juga Bang Dion dengan tatapan menggoda.Entah mengapa wajah ini seketika terasa panas. Aku langsung meraih gagang dan membuka pintu mobil, lalu melesat membawa serta Ivan masuk."Hahahahaaa!" Bang Aldin terbahak. Ia lalu berjalan sambil menggoyangkan badannya seperti MENARI mengejek, menuju pintu kemudi.Kulirik wajah Bang Dion yang tampak ter
Magbasa pa
Bab 17 : Jaga Pandangan, Mila!
Sepanjang jalan kami mengobrol macam-macam. Dari mengomentari keadaan jalanan sampai ke perkembangan Ivan. Ternyata Bang Aldin enak juga diajak ngobrol. Dia orangnya lumayan lucu, walau kadang menyebalkan. Tanpa terasa, akhirnya kami sampai juga di halaman rumah. Terdengar suara adzan Ashar dari masjid. Rupanya sudah sore."Sini," ujar Bang Aldin sembari meraih Ivan yang masih nyenyak di pangkuanku setelah membukakan pintu mobil.Lantas aku pun mengekorinya ke dalam rumah. Mbak Lisa yang membukakan pintu. Ternyata ia sudah pulang dari rumah kontrakan Mas Danu, calon suaminya itu."Sudah pulang, Mbak?" tegurku."Iya, saya sudah buatkan Mas Danu makanan. Panas badannya juga sudah mulai turun."Aku mengangguk dan tersenyum.Bang Aldin tampak sudah masuk ke kamar Ivan. Sementara aku melangkah ke arah dapur, hendak mengambil air minum."Seru jalan-jalannya?" tanya Mbak Lisa sembari mendudukkan bokongnya di kursi si sebelahku."Lumayan," jawabku setelah meneguk air minum."Walau Den Aldin
Magbasa pa
Bab 18 : Belajar Mengaji
Langkahku semakin mendekat. Terdapat sebuah kursi panjang besi bercat putih di pinggir kolam itu. Aku pun duduk di sana."Aku Shalat Subuh di kamar Tante," jawab Ivan sambil menyunggingkan senyum sempurna ke arah sang ayah.Bang Aldin meletakkan barbel ke tanah berumput. Ia kemudian mendekati sang anak, meraih kepala bocah tersebut, lalu mengecup lekat pelipisnya. Setelah itu ia pun bangkit berjalan mendekatiku."Maaf, Ivan sudah ganggu kamu pagi-pagi begini, Mila," ujar Bang Aldin sembari mendudukkan bokongnya ke kursi di sebelahku. Jaraknya cukup jauh, aku di ujung sini, sementara dia di ujung sebelah sana."Biasa aja, Bang. Gak ganggu kok, soalnya aku udah bangun dari sebelum subuh." Kuarahkan pandangan ke arah Ivan di sana. Bang Aldin meraih handuk kecil yang tersampir di sandaran kursi ini. Ia pun mengelap keringatnya dari wajah, leher, hingga tengkuknya. Kausnya basah terkena keringat."Aku mau kasih makan ikan dulu!" Ivan beranjak dari pinggir kolam renang, kemudian berlari ke
Magbasa pa
Bab 19 : Ada Apa dengan Bang Aldin?
"Ivan lagi belajar ngaji?" tanyanya seraya menyunggingkan senyum lebar. Wanita yang memakai dress ketat berwarna toska itu mendekati sang putra, kemudian menciumi pipi bocah tersebut. "Iya, Bu. Aku lagi ngaji," sahut Ivan dengan semringah."Masih lama ya? Kita 'kan mau jalan-jalan hari ini." Mbak Sherly membelai rambut Ivan.Bang Aldin diam saja di sana, memasang wajah dinginnya."Sudah selesai kok, Mbak," timpalku berusaha mengulas senyuman, "Ivan siap-siap dulu ...." Aku mengalihkan pandangan ke arah Ivan.Bocah itu pun beranjak. Aku juga ikut bangkit dan menyusulnya hendak membantu anak itu bersiap. Mbak Lisa hari ini ternyata libur. Ya, aku baru tahu bahwa jadwal kerja Mbak Lisa hanya dari senin hingga sabtu. Dia tidak memang tinggal di sini. Jadi, di jadwal kerjanya, pagi pukul tujuh sudah harus ada di sini dan pulang pukul setengah lima sore. Berbeda halnya dengan Bi Imah, beliau tinggal di sini. Sesekali saja ia pulang kampung. Begitu kata wanita paruh baya itu.Wanita cantik
Magbasa pa
Bab 20 : Kedatangan Bang Dion
"Den ... ada Den Dion datang." Tiba-tiba terdengar suara Bi Imah. Ketika mata kami semua berserobok, wanita paruh baya itu refleks menunduk canggung karena melihat kami.Bang Aldin menoleh dan pelukannya langsung merenggang. Dengan adanya kesempatan itu, aku segera menjauh. Dada ini terasa bergemuruh kencang. Aku yakin ada sesuatu yang menyebabkan Bang Aldin bersikap demikian. Benar-benar membuatku takut dengan tatapan serta sikapnya itu ... bukan seperti biasanya pria itu terhadapku. Bahkan tadi ketika belajar ngaji masih wajar saja."Assalamualaikum!" Itu Bang Dion! Syukurlah, lelakiku itu tiba pada saat yang tepat.Bi Imah berbalik dan melenggang pergi."Wa 'alaikumus salam!" sahutku cepat, lalu melenggang mendekatinya walau dengan degup jantung yang bertalu-talu. Aku berusaha bersikap normal."Apa kabar, Mila? Bang?" tanya Bang Dion dengan senyum yang mengembang. Tangannya memegang sebuah paper bag.Lelaki itu tidak tahu, baru saja aku ketakutan setengah mati dengan sikap Bang A
Magbasa pa
PREV
123456
DMCA.com Protection Status