บททั้งหมดของ Wanita Simpanan Suamiku : บทที่ 41 - บทที่ 50
91
Bab 41
Aldo menghela nafas berat, pekerjaan kantornya begitu menyita waktunya hari ini. Biasanya ia selalu menyuruh orang untuk mengerjakan laporan di hadapannya ini. Namun, apalah dirinya sekarang, ia bukanlah seorang manager lagi.Dengan gaji yang telah berkurang nyaris setengahnya, tentu saja ikut mengubah gaya hidupnya. Biasanya ia menikmati segelas kopi di St*rbucks di sela-sela waktu senggangnya atau pikirannya sedang kusut. Tapi sekarang, makan ataupun menikmati segelas kopi di warteg terpaksa di lakukannya demi menghemat pengeluaran.Kembali Aldo menghela nafas berat, pertengkaran dengan Siska seminggu yang lalu masih menyisakan masalah untuknya. Desakan wanita itu untuk segera menikahinya sungguh menambah beban pikirannya."Wanita itu membuat hidupku sengsara," keluh Aldo dengan wajahnya yang suram.Aldo memandang sebuah kertas yang terletak di ujung meja kerjanya. Surat panggilan dari pengadilan yang meminta untuk hadir di sidang mediasi masih tergeletak di sana. Entah mengapa saat
Read More
Bab 42
Kau membuatku menunggu dua puluh menit, mas, untung saja, aku membuat janjinya jam tujuh," keluh Siska ketika menghampiri Aldo yang baru saja keluar dari lobby kantornya."Aku banyak pekerjaan, lagipula jika kau bosan menungguku, bukankah kau bisa pergi sendiri saja ke sana?" Balas Aldo dengan tatapan bosan."Kau benar-benar berubah, mas. Dulu kau begitu lembut dan perhatian padaku ...""Tapi sekarang ...." Kembali Siska mengeluarkan keluhannya."Berisik, jika memang masih ingin kutemani lebih baik jangan membicarakan sesuatu yang membuatku kesal." Mata Aldo melotot tajam."Terserah kau saja," ujar Siska cemberut.Dengan menggunakan taksi online, mereka segera meninggalkan bangunan perkantoran itu, menuju sebuah rumah sakit."Mengapa tidak periksa di bidan saja, bukankah hanya untuk memeriksa dan meminta resep vitamin saja kan?" Keluh Aldo ketika mereka berdua sudah duduk di dalam taksi. Lalu membuang pandangan ke luar jendela."Aku tidak mau, aku ingin anak ini mendapat fasilitas yan
Read More
Bab 43
Mata Hanna membulat mendengar pengakuan Reza yang tiba-tiba sangat mengejutkan. Bukan hanya dirinya, tapi juga pasangan pengkhianat itu kini memandang Reza dengan begitu intens.Untuk beberapa saat tubuh Hanna membeku dan mematung diam. Tak percaya dengan apa yang di dengarnya barusan, ucapan Reza sudah seperti sebuah kalimat lamaran untuknya.Siska pun bungkam dengan ekor mata yang terus menerus memperhatikan Reza, sosok dokter tampan itu lebih menarik perhatiannya ketimbang melihat pertengkaran Hanna dan Aldo. Suara bising kendaraan bermotor di jalanan tak juga mengalihkan perhatian mereka dan tetap memfokuskan pandangan pada dokter muda itu. Kalimat yang di ucapkan dokter muda itu seolah mantra yang menyihir mereka. Hingga akhirnya sebuah kedipan mata mengembalikan kesadaran Hanna."A-apa yang baru saja kau katakan, Reza? Melamar?" Tanya Hanna gugup."Kau sudah mendengarnya sendiri, Hanna.""Aku ingin melamarmu dan aku serius dengan ucapanku,," Reza mengulang perkataannya sambil m
Read More
Bab 44
"Jika sampai kau berani menyentuh wajah Hanna, maka kau akan berurusan denganku," ancamnya.Melihat wajah suram lelaki itu, refleks Aldo menurunkan tangannya. Ia dapat merasakan kakinya yang kini lemas dan gemetar. "Paman Hanif!" Panggil Hanna begitu lelaki paruh baya itu menghentikan langkah di dekatnya."Maaf, paman membuatmu menunggu lama di sini, nak.""Oom ... Om Hanif!?" Suara Aldo terdengar gemetaran.Aldo memandang lemah lelaki paruh baya itu. Ia tak menyangka jika sosok yang selama ini membuatnya segan, ada di sini. Lelaki itu merutuki kebodohannya karena sempat terpancing emosi tadi.Siapapun yang mengenal Hanif akan tahu, jika lelaki paruh baya itu tidak bisa dianggap remeh. Adik lelaki dari mendiang ayah mertuanya itu kini membuat keberaniannya sedikit menciut. Sosok yang menjadi wali nikah Hanna kala itu memang memiliki postur tubuh dan latar belakang yang membuat orang tidak bisa memandangnya sebelah mata.Sosok dokter militer yang juga memiliki pangkat kemiliteran di p
Read More
Bab 45
Suasana mendadak berubah hening. Entah mengapa, Hanna tak mampu menggerakkan lidahnya karena pengakuan Reza yang terlalu mengejutkannya.Angin malam yang berhembus mulai menyakiti kulit. Namun, hal itu tak jua mengalihkan perhatian Hanna dari Reza. Kedua manik matanya masih membulat memandang Reza "A-apa yang kau baru saja kau katakan?" Ujar Hanna gugup setelah mampu menguasai dirinya kembali."Kau sudah mendengarnya, Hanna. Aku serius ingin melamarmu."Hanna menggeleng, lalu tersenyum getir."Terima kasih, tapi aku belum ingin menjalin hubungan dengan siapapun saat ini. Proses perceraianku juga masih bergulir. Setidaknya untuk beberapa waktu aku ingin menikmati kesendirian dan mengelola bisnisku." Ucapan Hanna membuat Reza tersenyum."Aku sudah menduga kau akan menolaknya, Hanna. Justru jika kau langsung menerima lamaranku, itu membuatku curiga.""Tapi, kau tidak keberatan jika aku mengajakmu makan malam atau sekadar nonton di bioskop, kan?" Tanya Reza penuh harap."Tentu saja, aku
Read More
Bab 46
Pertemuan dengan Hanna tiga hari yang lalu masih menyisakan sesak di dada Aldo. Meski ia terus berusaha menepis semua bayangan kejadian malam itu, tetap saja, ingatan itu seakan tak ingin menjauh dari benaknya.Suasana kantor yang cukup berisik oleh suara mesin printer tak membuat Aldo terusik. Biasanya suara tersebut membuatnya jengah karena menggangu konsentrasinya bekerja. Namun tidak kali ini, lelaki itu seakan tak peduli."Pak Aldo, sudah waktunya istirahat, mau ikut makan siang di kantin bareng atau sudah bawa bekal dari rumah?" Pertanyaan seorang rekan kerjanya membuat Aldo refleks menoleh."Ah, aku tidak bawa bekal.""Kalau begitu, ayo kita makan ke kantin saja," ajaknya."Terima kasih, tapi aku sudah pesan sama OB tadi," tolak Aldo sambil memaksa diri tersenyum."Baiklah, kalau begitu saya tinggal, pak."Aldo tersenyum getir, memandang punggung rekan kerjanya hingga menghilang di balik pintu, bukan keinginannya menolak ajakan tersebut, hanya saja, uang di dompetnya yang menip
Read More
Bab 47
Mata Reza kembali menyipit melihat tubuh Aldo yang masih setengah berbaring di atas paving blok parkiran swalayan itu. Tak lama ia membuang ludah karena rasa besi dan amis akibat luka di sudut bibirnya.Suasana ramai di area parkiran swalayan ini menyebabkan beberapa pasang mata menoleh kearah mereka, bahkan tidak sedikit dari mereka sengaja berhenti untuk melihat kejadian tersebut.Kembali Reza menyentuh dan menyeka sudut bibirnya yang masih terasa perih. Tatapan tajam masih ia lempar pada Aldo yang perlahan mulai berdiri."Apa masalahmu, hah?" Hardik Reza emosional."Sabar brother!" Seorang lelaki yang tadi menjadi lawan bicara Reza berusaha menenangkan amarah lelaki itu. Tak lama ia bertanya."Kau mengenal pecundang ini?" Tunjuk teman Reza yang bernama Yoga itu."Aku tidak mengenalnya," tolak Reza mengakui.Aldo yang mendengar jawaban Reza spontan menyahut."Jangan berpura pura? Kau sangat tahu siapa aku?" Sungut Aldo sambil mengarahkan jari telunjuknya ke wajah Reza."Lalu?" "Apa
Read More
Bab 48
Siang telah berganti malam, tampak di langit sana, sang Dewi malam dengan kecantikannya sudah menduduki singgasananya dengan anggun. Cahaya lembut yang berpendar di langit terasa begitu romantis bagi para pecinta yang menikmatinya.Seorang lelaki tampak turun dari angkot dengan wajah muram. Nampak kemeja yang di pakainya begitu kusut dan berantakan. Rasa nyeri masih ia rasakan di tulang hidungnya. Membuat wajah nya nampak meringis ketika ujung hidungnya tersentuh.Dengan menyeret langkah, ia berjalan menuju ke sebuah bangunan kost kostan bertingkat dua. Tak lama ia menghentikan langkah lalu mengeluarkan ponselnya.Nada sambung langsung terdengar namun si empunya telepon tak jua menjawabnya membuat wajah lelaki itu bertambah muram. Hingga akhirnya pada panggilan ke empat, suara seseorang terdengar di ujung sambungan."Lama sekali kau menjawab panggilanku. Apa kau sedang ada di luar, Siska?" Tanya Aldo kesal."Aku di kamar mandi, perutku mual, aku sedang muntah. Sejak pulang dari rumah
Read More
Bab 49
"A-apa kau bilang, mas?" Pernyataan Aldo membuat wanita itu tersentak."Apa itu maksudnya, kau tidak memiliki aset atau harta bersama, begitu?" Tanya Siska gemas.Aldo mengangguk sekaligus mengutuk dirinya yang baru menyadari hal itu sekarang."Iya, kau sudah mendengarnya sendiri, selama lebih dari satu setengah tahun kami menikah, Hanna lebih banyak menggunakan uangnya sendiri untuk berbelanja atau membeli apapun," jawab Aldo tak bersemangat."Kau ... Ah, aku tak habis pikir denganmu, mas? Jadi gajimu selama menjadi manager kemana?" Pekik Siska yang masih tak ingin mempercayainya."Sejak kita berkencan, bukankah semua keinginanmu selalu ku turuti? Kau pikir uang darimana untuk membelikanmu hadiah, barang branded, kosmetik atau perawatan ke salon mahal, jika bukan dari uang gajiku sebagai manager," Ujar Aldo mulai kesal."Mas kita baru menjalin hubungan kurang lebih tujuh bulan yang lalu, sebelum kita berkencan, kemana uangmu? Bukankah kau bilang bahwa Hanna jarang mengusik uangmu?" T
Read More
Bab 50
Sinar matahari menerobos melalui celah jendela kamar, meski tirai jendela masih tertutup rapat namun cahaya yang masuk sudah cukup untuk menerangi kamar ini.Suara alarm kini terdengar memekakkan telinga, sebuah bantal akhirnya membekap kepalanya, demi meminimalisir suara berisik itu di telinganya.Erangan kekesalan kini terdengar keras, meskipun selimut juga sudah menutupi wajah hingga telinga, tetap saja tak mampu menahan suara dering alarm dari jam weker yang terus menyakiti pendengarannya."Haahh ... berisik!" Bisik Hanna sambil menggapai benda berdering itu dan menekan tombol atas untuk membuatnya berhenti."Sudah jam delapan pagi," ucap Hanna sambil menguap lebar.Selepas subuh ia kembali tertidur karena semalam ia memang pulang terlambat, menghadiri acara resepsi pernikahan salah satu karyawannya. Lalu mampir sebentar ke rumah Dina untuk mengambil sekotak brownis coklat yang sengaja dibuat sahabat baik sekaligus sepupunya itu untuknya. "Aku membuat brownies coklat kesukaanmu
Read More
ก่อนหน้า
1
...
34567
...
10
DMCA.com Protection Status