Semua Bab 180 Hari Menuju Akad: Bab 21 - Bab 30
86 Bab
Stres Berat
Setelah lebih dari seperempat abad hidup, ini kali pertamanya aku marah kepada Tuhan. Aku kecewa pada takdir dan jalan hidup yang Tuhan berikan kepadaku, aku merasa sudah tidak kuat dan tidak sanggup lagi menjalani hidup ini. Jika memang Tuhan tidak akan memberikan cobaan diluar batas kemampuan hambaNya, kenapa aku diberikan cobaan yang sangat berat sehingga aku tidak sanggup lagi untuk memikulnya.Aku tahu dan sangat paham kalau aku pernah melakukan kesalahan dan dosa di masa lalu, tapi aku telah bertaubat dan berubah menjadi manusia yang lebih baik sekarang, namun kenapa disaat aku telah berubah Tuhan malah semakin membuatku tersiksa, rasanya terhimpit oleh beban berat hingga tubuh ini seolah hancur tertimpa pula.Rasanya hidup ini benar-benar sangat berat hingga aku tidak sanggup lagi menjalaninya."Ih ..., muak ...!"Aku berteriak sangat keras sembari mengacak-acak rambutku, rasanya kepala ini terasa teramat sangat sakit dan tubuh ini juga merasakan ketidaktenangan yang teramat san
Baca selengkapnya
Marah Besar
Mama Anita berkata lemah namun masih bisa kudengar dengan jelas. Rasanya darahku mendidih dengan emosi memuncak. Aku marah dan kecewa kepada mama Anita karena sebagai orang tua, beliau malah menyarankan ku dibawa ke psikiater, padahal aku tidak gila sama sekali, walaupun aku akui mentalku mungkin sedang tidak baik-baik aja saat ini."Mama saja yang ke psikiater!" ucapku dengan nada suara tinggi. Mataku melotot , menantang mama Anita, memberontak dan melawan karena sebagai orang tua, beliau tidak mempercayai putrinya sendiri, bahkan beliau tidak lagi bertingkah sebagai ibuku."Apa yang kamu katakan?" Mama Anita membalas ku dengan amarah yang juga tidak kalah memuncak, mata beliau melotot dengan wajah memerah."Mama saja yang ke psikiater," balasku dengan teriakan yang lebih lantar, terdengar seperti menggunakan mikrofon. Plak ...!Sebuah tamparan keras mendarat di pipiku, hingga pipi ini memerah. Tangan kananku juga langsung ku tempelkan di pipiku, merasakan sakit yang teramat sangat,
Baca selengkapnya
Bekerja Bagai Kuda
Aku menepuk jidatku, menandakan kalau diri ini lupa untuk memberikan kabar kepada atasanku di kantor kalau aku tidak bisa masuk kantor karena dalam keadaan sakit. Ya, dua hari tanpa kabar membuat atasan mencari ku karena memang ada deadline pekerjaan yang semestinya aku kerjakan dan aku tanggulangi.[Maaf, Pak, apakah saya boleh mengerjakan semua pekerjaan dari rumah?]Setelah menjelaskan kalau diri ini sedang sakit, akhirnya sang atasan mengizinkanku untuk bekerja di rumah. Senang rasanya bisa bekerja, karena bagiku pekerjaan adalah pelampiasan terbaik untuk membuat hati ini lupa atas masalah yang tengah kurasakan saat ini. Namun, aku tidak ingin kedua orang tuaku tahu kalau aku memaksakan diri untuk tetap bekerja dalam keadaan sakit, jadi aku memilih siasat untuk makan dengan lahap serta meminum obat agar tidak ada yang menyangka kalau aku memberontak, dengan menjadikan waktu istirahatku untuk bekerja.Ya, waktu yang ku nantikan akhirnya datang, sang perawat segera keluar dari kama
Baca selengkapnya
Jangan Keluar Rumah, Kania!
Aku masih sangat yakin dan percaya, kalau lelaki yang bernama Fahri itu masih ada di ruang tamu bersama mama dan papa. Bahkan ia mungkin saja menginap di rumahku dengan sejuta alasan yang mungkin saja terbesit di dalam pikirannya. Bisa jadi juga ia sangat khawatir kepadaku, hingga memilih untuk tetap berjaga di rumahku walaupun tanpa melihatku.Andai, semua sikap yang ditunjukkan oleh lelaki itu dilakukan oleh Arya, mungkin aku akan langsung berlari menghampirinya hingga hilang seluruh sakit yang menyakiti jiwa dan raga."Apakah aku keluar lewat jendela saja?"Terbesit keinginan untuk kabur untuk mencari udara segar sejenak tanpa memberitahukan orang tua. Ya, ku kenakan jaket berwarna merah muda favorit yang selalu menjadi andalanku, kemudian berjalan pelan untuk segera keluar dari jendela sebelum ada yang mengetahui gelagatku.Dengan jantung yang berdebar kencang, aku melangkahkan kakiku, namun langkahku terhenti ketika ponsel mengagetkanku.Kring ..., kring ..., kring ...."Astaghf
Baca selengkapnya
Seperti Cinta Segitiga
Aku sangat yakin dan percaya kalau suara yang kudengar adalah suara Arya, karena aku tidak mungkin salah mengenali suara lelaki itu. Semua yang berhubungan dengan Arya sudah terekam indah di otakku, tidak ada hal apapun dari dirinya yang ku lewati, namun kehadirannya saat ini seperti ilusi yang membuatku benar-benar terlihat seperti orang gila, karena ketika aku menatap sekelilingku, aku tidak menemukan batang hidung lelaki itu.'Sadar, Kania, sadar!' hati nuraniku mencoba menyadarkan diriku sendiri, mencoba membuatku kembali waras atas sesuatu yang memang hanya khayal dan keinginanku. Ya, sungguh alam bawah sadar ku sangat mengharapkan kehadiran Arya disini."Kania, maaf, kamu tidak apa-apa 'kan?" Lelaki bernama Andika itu kembali menyadarkan ku, dimana sebuah sapu tangan berwarna biru muda tengah diulurkannya kepadaku. Ya, meski dibawah sinar rembulan dan gemerlap cahaya lampu taman, aku tetap bisa melihat ketulusan dari wajah seorang lelaki yang bernama Andika itu. "Terima ka-,"
Baca selengkapnya
Diam atau Keluar!
Suara lantang itu mengagetkanku, bahkan rasanya seperti petir yang tengah menyambar-nyambar, hingga membuatku kaget dengan jantung yang berdetak luar biasa kencangnya seolah ingin copot.Mata mama Anita melotot dengan amarah yang sangat memuncak. Terlihat sekali beliau ingin memarahiku, namun sebagai seorang ibu, mama Anita masih menyimpan rasa sabar, hingga beliau masih menahan diri untuk tidak berbuat lebih parah dari pada teriakan keras itu.Ku perhatikan dengan seksama, tangan mama Anita digenggam sangat erat membentuk dua buah tinju, seolah beliau sedang menahan semua kekesalan di dalam hatinya."Mama, maaf!"Dengan suara lembut namun terdengar tidak sopan, aku berjalan menuju tempat tidurku, tidak ingin menghampiri mama atau berdebat dengan beliau. Sikap tidak sopan dan sangat tidak menghargai orang tua itu membuat darah mama Anita semakin mendidih."Kania, Mama tidak pernah mengajarkan kamu tidak sopan seperti itu," ucap mama Anita dengan nada suara yang lebih tinggi, namun aku
Baca selengkapnya
Menyalahkan Takdir
Kesabaranku mulai habis, bahkan ditahap aku sudah tidak sanggup lagi menanggung semuanya. Aku marah dan kecewa kepada takdir hidup yang Tuhan berikan kepadaku, hingga aku berteriak sangat keras menyalahkan Tuhan. Aku tidak lagi bisa berpikir jernih dan menerima semua yang terjadi kepadaku, rasanya benar-benar sangat berat dan diri ini sudah tidak sanggup lagi memikulnya. 'Jika memang Tuhan Maha Pengasih dan Maha Penyayang, kenapa Tuhan tidak mendengar semua doa-doa yang kupanjatkan pada-Nya, apakah aku memang tidak pantas merasakan kebahagiaan untuk diriku sendiri.' Begitulah suara batinku bergejolak, dimana aku sudah berada pada titik muak dengan semua keadaan yang menyudutkan dan membuat hatiku tertekan.Kini, aku mulai berpikir kalau tidak seharusnya aku hijrah dan berubah menjadi manusia yang lebih baik, karena hidupku sebelum hijrah sangat sempurna, dimana aku mendapatkan semua hal yang aku inginkan tanpa perlu menjalankan perintah dari-Nya. "Apakah aku tidak usah merubah diri
Baca selengkapnya
Bawaannya Emosi
Aku sangat tahu dan sangat paham sekali kalau papa sangat ingin sekali aku menemui lelaki yang bernama Fahri itu. Namun, entah mengapa aku merasa sangat tidak ingin bertemu dengan lelaki itu, ketika mendengar namanya darahku mendidih dengan emosi yang memuncak.Aku bukan tipe wanita yang sangat tidak mudah dekat dengan orang baru karena trauma masa lalu yang selalu melukai hati dan perasaanku. Jika pada perkenalan pertama aku merasa kurang nyaman, maka aku tidak bisa dipaksa agar terus berkomunikasi, kecuali ketika semua berjalan seperti air mengalir, pertemanan yang terjadi seiring waktu hingga rasa alamiah itu muncul. Namun, kali ini aku seperti dipaksa melakukan sesuatu yang tidak kusuka dan hal ini membuat diri ini semakin emosi."Pa, maaf banget, tapi Kania lelah, Pa."Sebuah kata yang merupakan kiasan halus kalau aku tidak ingin menemui orang lain sekarang."Kasihan Nak Fahri, ia sudah lama menunggu di rumah kita," bujuk papa Gunawan.Namun aku tetap bersikeras dengan keyakinan
Baca selengkapnya
Saling Jaga Image
Ada rasa tidak karuan di diri ini karena tidak biasanya atasan memanggilku di pagi hari, padahal rasanya semua pekerjaan telah ku kerjakan dengan baik malam tadi."Manda, a-da a-pa ya?" tanyaku terbata-bata sembari menggaruk kepalaku yang sama sekali tidak gatal."Aku juga tidak tahu, kamu kesana saja sekarang agar mendapatkan jawabannya." Amanda menarik tanganku ke depan pintu ruang kerja pak Broto, kemudian mendorong pelan tubuhku agar tidak ragu memasuki ruangan atasanku itu."Kania, kamu sudah datang? Mari masuk?" sapa pak Broto ramah dengan senyum tipis yang terlihat bersemangat pagi ini. Sementara aku masih dalam keadaan kaget, hingga lupa mengucapkan salam."Assalamualaikum, selamat pagi, Pak," ucapku pelan sembari memberikan senyum balasan kepada atasanku itu. Ya, lelaki separuh baya yang seusia dengan papaku itu memang sangat baik kepadaku, beliau juga banyak membantu dan memberikan pelajaran berharga bagiku di dunia pekerjaan, hingga aku merasa bersyukur pernah menjadi baw
Baca selengkapnya
Cemburu?
Entah apa yang kurasakan saat ini, sungguh aku tidak suka dengan apa yang kulihat sekarang. Darahku mendidih, tubuhku terasa teramat sangat panas sekali, hingga merasakan gerah yang teramat sangat.Andai ada Arya disini, aku ingin sekali menonjok jidatnya, me mukul-mukul tubuhnya hingga meninju dada bidangnya. Aku benci dan teramat sangat kesal dengan ketidaksopanan lelaki itu."BRENGSEK, DASAR BUAYA!"Dengan emosi memuncak itu, kulemparkan ponselku hingga jatuh ke lantai. Rasanya ingin sekali aku melupakan apa yang baru saja kulihat, namun semakin aku berusaha melupakannya semakin aku terngiang-ngiang akan apa yang tadi kulihat. Aku kesal dengan kemunafikan Arya, karena lelaki itu mengatakan kalau ia tidak lagi berpacaran dan saat ia menemukan tambatan hatinya maka ia akan melamar wanita itu untuk menjadi pendamping hidupnya. Tapi semua yang dikatakan lelaki itu hanyalah omongan di mulut tanpa pertanggung jawaban. Arya tetap lelaki yang tidak bisa mengontol hawa nafsunya, ia jika ti
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
9
DMCA.com Protection Status