Semua Bab 180 Hari Menuju Akad: Bab 31 - Bab 40
86 Bab
Rasa Apakah ini?
Darahku terasa sangat mendidih, seluruh tubuhku gemetar dan penuh dengan amarah. Ingin sekali rasanya saat ini aku mendatangi Arya dan wanita yang ada bersamanya itu, kemudian mengacak-acar rambutnya bahkan memukul mereka sebagai bentuk ketidaksukaan ku, tapi aku tidak tahu akan mencarinya kemana."ARYA ...!"Aku memaki sangat keras, meluapkan semua emosi di dada agar dada yang terasa sangat sesak ini tidak membuatku hancur berkeping-keping.Huft ...Kutarik nafas panjang dan dalam-dalam, kemudian dengan keberanian penuh, aku mencoba menghubungi Arya kembali, tapi kini aku tidak lagi bisa menghubunginya, karena lelaki itu juga telah memblokir nomorku."Arya kurang ajar, ternyata kamu tidak pernah serius dekat denganku, kamu buaya seperti yang Mama katakan!" teriakku keras dengan air mata yang terus mengalir membasahi pipiku.Teringat olehku kejadian tujuh tahun yang lalu, waktu itu umurku masih dua puluh tahun. Waktu dimana aku sedang berbunga-bunga akan cinta yang menggelora, cinta y
Baca selengkapnya
Memori Masa Lalu
Ya, kini aku mulai pasrah dengan jalan hidup yang Tuhan berikan kepadaku. Aku juga memilih jalan yang paling dekat dengan Tuhan karena aku percaya kalau ada doa kedua orang tua yang menjadi wakil Tuhan di dunia."Assalamualaikum, Kania," sapa salah seorang jemaah di musala yang datang menyapaku. Aku menolah dengan pelan sembari menatap wajah sang wanita dengan seksama. Terlihat seorang wanita separuh baya dengan senyum sumringah yang terlihat indah di wajah, senyum yang sangatku kenal dan telah lama sekali tiduh kulihat. Sejujurnya aku sangat merindukan senyum manis itu, 'Apakah ini nyata?' ucapku di dalam hati sembari mengucek-ngucek mataku.'Mama Arina?' ucapku di dalam hati ketika melihat wanita separuh baya yang kini mendekatiku."Kania, bolehkan kita ngobrol sebentar?" tanya Arina, wanita paruh baya yang tidak lain adalah wanita yang akan menjadi calon mertuaku dulu."Waalaikumsalam, Ma," jawabku sembari tersenyum kepada mama Arina, seolah tidak percaya dengan apa yang kulihat sa
Baca selengkapnya
Menghindar
'Apa yang dilakukan Adrian disini?' ucapku di dalam hati dengan rasa penasaran yang mulai menghantui pikiranku. Namun, aku kembali menyadarkan diriku kalau aku tidak boleh terjebak kembali pada bayang-bayang masa lalu."Kania, kamu ngapain disini?" Tiba-tiba aku melihat sosok Arya melangkahkan kakinya mendekatiku dan Adrian, dengan langkah kaki gemetar dan hati yang terlihat dipenuhi kecemburuan. Ya, lelaki itu akhirnya memberanikan dirinya menyapaku dan Adrian. Aneh memang, lelaki itu memang selalu tidak suka melihat wanita yang selama ini ada didekatnya dan selalu meminta bantuan kepadanya, kini malah sedang bersama lelaki lain."Kania, kamu dari mana saja, aku mencari mu ke mana-mana," ucap Arya lembut seolah tidak terjadi apa-apa antara mereka sebelumnya.Semarah atau secemburu-cemburunya Arya, ia tetap berusaha untuk tetap tenang dan santai jika berhadapan dengan orang lain. Ia tidak ingin orang lain memandang dan menilainya buruk hingga rusaklah image-nya sebagai seorang laki-la
Baca selengkapnya
Jangan Bertanya!
Aku mendengar suara Arya samar karena suara itu bercampur dengan lalu lalang kendaraan lainnya.'Ah, tidak mungkin, ngapain juga lelaki yang tidak tahu iba itu disini.'Pikiran ini mencoba menyangkal apa yang didengar oleh telingaku, karena aku tidak ingin lagi berharap kepada seseorang yang jelas-jelas akan membuatku kecewa. Walaupun sebenarnya dari hati yang terdalam diri ini sangat ingin sekali ada Arya disini, karena keberadaan lelaki itu saja sudah cukup menghibur diri ini, sebab wajah lelaki itu benar-benar meneduhkan dan membuat aku ingin terus menatapnya, seperti obat penenang yang membuat diriku merasakan kedamaian bahkan wajah itu membuat diriku ketagihan, dimana aku akan mencari lelaki itu jika aku sedang sedih atau dirundung masalah, agar perasaanku tenang dan menjadi lebih baik."Kania, kamu dengar aku tidak! Berhenti!" ucap Arya yang posisi motornya kini ada di sebelah ojek yang kutumpangi.Pip ..., pip ..., pip ....Beberapa kendaraan lain pun menjadi hiruk pikuk karena
Baca selengkapnya
Rasa Yang Dipermainkan
Aku tidak ingin membahas apapun sekarang, apalagi hal yang berhubungan dengan hati dan perasaan, karena yang saat ini yang aku butuhkan adalah ketenangan. Bukannya aku ingin membuat kesalahpahaman antara Arya ataupun Ardian, hanya saja aku merasa tidak perlu menjelaskan apapun kepada dua lelaki yang hanya akan menambah beban pikiranku nantinya. Ya, Adrian adalah masa laluku, Arya juga bukan siapa-siapa bagiku, kecuali seseorang yang mengaku sebagai kakakku."Dek, apakah Mas sudah tidak berarti apa-apa lagi bagimu?" tanya Arya dengan nada suara tinggi."Mas, semua yang kulakukan salah di matamu, jadi percuma juga jika dijelaskan," ungkapku sembari memalingkan wajahku dari lelaki yang egois itu."Pak, jalan!" pintaku kepada supir taxi agar sang supir tidak terlalu lama mendengarkan pertengkaran hebat ku dengan Arya. Walaupun sebenarnya aku sangat tahu kalau Arya tidak akan turun dari taxi sampai ia mendapatkan jawaban dari pertanyaan yang diajukan. Ya, kini aku hany berusaha berdamai kar
Baca selengkapnya
Bermain-main Dengan Hati
Kata-kata yang keluar dari lisan Arya seperti sebuah ledakan besar yang membuat aku syok, bahkan jantungku berdebar sangat kencang dengan seluruh tubuh menggigil dari ujung rambut hingga ujung kaki, bukan karena aku merasakan sakit atau ketakutan, namun karena aku mendengar kata-kata yang tidak pernah aku dengarkan sebelumnya dari lelaki yang selama ini selalu ada di dalam hati dan pikiranku.Sejujurnya ada rasa bahagia karena kata-kata itu keluar dari lelaki yang selama ini ada di setiap suka duka ku, namun ada juga rasa tidak percaya karena lelaki yang ada di depanku itu selama ini tidak pernah ingin membahas perasaan apapun denganku. Apalagi sejak kulihat ia bermesraan dengan wanita lain, membuatku jijik dan muak dengannya. Ia sama saja dengan lelaki lain, ia buaya dan tidak bisa dipegang omongannya."Mas, tidak usah membahas hal yang serius dengan kata-kata bercanda seperti itu, karena menikah itu adalah perkara sakral dan hanya orang-orang yang serius saja yang berhak membahasnya,
Baca selengkapnya
Tunangan?
Aku tidak terlalu mengenal suara itu, namun hatiku merasa kalau aku pernah mendengar suara itu, meski aku tidak tahu kapan dan dimana. Hanya saja ada sedikit rasa penasaran yang membuatku ingin tahu siapakah orang itu."Maaf," hanya itu kata-kata yang bisa ku ucapkan tanpa menatap ke arah lelaki itu, karena aku takut akan menambah masalah jadi ku urungkan niat ini untuk mencari tahu siapa dia karena saat ini aku hanya ingin berlari sekencang-kencangnya dan sekuat tenaga untuk menghindari Arya."Kania, ini jam kerja, kenapa kamu ada disini?"Ucapan lelaki itu akhirnya membuatku menghentikan langkah sejenak dan akhirnya mengurungkan niat ini untuk kabur. Ya, setidaknya aku harus mengucapkan permintaan maaf secara hormat agar tidak menyinggung hati orang lain yang ternyata kenal denganku.Aku membalikkan badan, mengangkat wajah dan menatap seseorang yang ada di depanku dengan seksama. 'Ha? Dia?' ucapku di dalam hati dengan tatapan kaget dan tidak percaya. Ya, sungguh aku merasa tidak men
Baca selengkapnya
Kekesalan Hati
Salah satu alasanku semakin kesal dengan lelaki yang bernama ustadz Fahri itu adalah karena sikapnya yang suka sekali mengadukan segala persoalan antara aku dan dirinya kepada mama dan juga keluarganya, hingga pada posisi ini akulah yang pastinya akan disalahkan.Sungguh, rasanya aku sudah sangat muak dengan lelaki itu, dan kebencian semakin menjadi di hati ini saat lelaki itu tidak bisa mengambil hatiku. Ya, sikap ustadz Fahri bukannya membuat aku jatuh cinta kepadanya tapi malah ingin cepat-cepat memutuskan pertunangan dengan lelaki itu.Kring ..., kring ..., kring ....Ponselku terus berdering, dimana mama Anita terus menghubungiku, seolah ada hal penting yang ingin beliau dibicarakan denganku. Tapi, lagi dan lagi memilih untum mengabaikan orang tuaku, karena aku tidak ingin bertengkar hingga mengeluarkan kata-kata kasar yang akan menyakiti hati dan perasaan orang tuaku.[Kania, kamu dimana? Tolong angkat telepon Mama, Nak]Sebuah pesan singkat terlihat di notice, namun diri ini beg
Baca selengkapnya
Rindu Mama
Sebagai seorang ibu, tentu saja ibunya Amanda paham dengan perubahan sikapku yang memang berbeda dari biasanya. Namun, saat ini aku memilih untuk tidak bercerita dan membagikan kesedihanku kepada orang lain karena aku tidak ingin membebani orang lain atas masalah dan kegundahan hati yang tengah aku rasakan sekarang."Ibu, terima kasih banyak sudah memeluk Nia dan memperlakukan Nia seperti anak kandung Ibu sendiri," ucapku dalam isak tangis dan kesedihan hati ini.Sejujurnya, aku sangat merindukan mamaku, apalagi sejak hubunganku dengan sang ibu tidak baik-baik saja, sehingga hidupku terasa kosong dan hampa, seolah ada sesuatu yang hilang dalam diriku ini. Aku seperti cangkang kosong yang tidak memiliki raga, dan sejujurnya aku benar-benar sangat merindukan belaian dan pelukan mama."Sekarang kamu mandilah, Manda pasti sebentar lagi pulang, kita makan sama-sama ya, Nak."Ibunya Amanda melepaskan pelukannya dariku, menghapus air mata yang mengalir membasahi pipiku ini, kemudian tersenyum
Baca selengkapnya
Memusuhi Orang Tua
"Nia, jangan gitu," ungkap Amanda menasehati ku.Aku hanya diam, seolah tidak ingin membahas orang tuaku ketika berada di meja makan rumah orang lain, karena aku tidak ingin merusak mood keluarga Amanda."Nia?"Amanda menatapku dengan mata dibesarkan, seolah mempertanyakan keputusan sahabatnya ini. Ya, andai saja saat ini kami hanya berdua maka Amanda pasti akan marah dan menasehati sahabatnya ini."Nanti aku telpon Mama," ungkapku singkat.Sebagai seorang sahabat, Amanda sangat tahu sekali kalau aku pasti sedang ada masalah saat ini dengan keluargaku, karena memang Amandalah tempat pelarian pertamaku."Mari makan anak-anak."Amanda memilih tidak lagi mempertanyakan apapun, karena ia yakin aku punya alasan untuk sesuatu hal karena ia percaya aku sudah dewasa dan bisa mengambil keputusan terbaik untuk diriku sendiri.Amanda dan sang ibu fokus kepada dua anak-anak yang harus disuapi makan, sementara aku hanya mengaduk-aduk makananku dengan sendok, tidak berselera dan tidak ingin memakann
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234569
DMCA.com Protection Status