Semua Bab Sebatas Istri Di Atas Kertas: Bab 31 - Bab 40
106 Bab
31. Kejujuran Tanpa Sadar
**“Mas, ini udah siang. Aku harus bangun. Sanaan dikit, dong!”“Hmm ….”“Please, ah, nanti aku telat ke kantor, loh, Mas.”Kiran mendorong-dorong tubuh sang suami agar menjauh darinya, meski lelaki itu keras kepala dan justru kian menempel.“Mas, ish!”“Kamu mau pergi hari ini, Ki?” Karan akhirnya mengijinkan sang istri menjauh sedikit. Ia berusaha membuka matanya yang terasa perih.“Aku kan mesti ke kantor, Mas." Kiran tersenyum, ia menangkup pipi pria di sampingnya itu dengan kedua tangan. Menikmati indahnya paras meski yang bersangkutan baru saja bangun tidur. Ah, di mata Kiran, Karan tidak pernah tidak tampan. Namun, lelaki itu cemberut sebab ia tidak ingin tinggal di rumah sendirian hari ini. “Nggak bisakah besok atau besok atau besok aja kamu perginya, Ki? Aku nggak mau kamu tinggalin.”Kiran terkekeh pelan, justru senang sekali dengan mode manja sang suami yang seperti ini. Ia menggusak lembut rambut pria itu dengan penuh sayang.“Ada kewajiban yang aku harus kerjakan lah, M
Baca selengkapnya
32. Kecelakaan Kiran
**“Remnya nggak berfungsi!” Kiran berteriak keras, tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Namun satu yang pasti berada dalam benaknya, maut berada di depan mata. Sebenarnya jika hanya dirinya yang terancam, ia tidak peduli. Namun sekarang ia sedang berada di jalan umum dan mungkin akan melibatkan banyak orang jika terjadi kecelakaan.“Tolong!” Perempuan itu menjerit, mengharap bantuan yang sepertinya mustahil. “Ya Tuhan, tolong!”Keringat dingin mengalir membasahi punggung Kiran. Ia menggeleng, berusaha mengumpulkan kembali akal sehatnya. Terbayang wajah sang suami beserta kedua mertua, entah apa yang akan terjadi jika dirinya mati di sini. Terutama Karan, yang belakangan tampak tak bisa sama sekali jauh dari dirinya.“Nggak, aku nggak bisa mati sekarang!” Dua tetes air mata meluncur membasahi pipi sementara Kiran masih berusaha menginjak pedal gas.Perempatan ramai itu sudah tampak di depan sana. Kedua iris gelap perempuan itu membeliak gugup untuk memindai daerah sekitar. Ada semak
Baca selengkapnya
33. Fakta
**“Maaf ya, Mas. Kita terpaksa menginap di sini malam ini. Biar mobilnya besok dicek dan dibawa ke bengkel dulu sama Ayah. Kalo semuanya baik, nanti kita langsung pulang.” Kiran berkata dengan murung kepada sang suami. Yang segera mendapat tanggapan hangat dari yang bersangkutan.“Nggak usah mikirin hal itu, Ki. Selama sama kamu, di manapun tempatnya, aku baik-baik aja, kok.”Kiran tersenyum terpaksa. Sebenarnya ia pun agak sungkan berada di rumah mertuanya seperti ini, tapi bagaimana lagi, ia sendiri merasa seluruh tubuhnya sakit akibat kecelakaan nahas tadi.“Sini, duduk dekat aku.” Karan menunjuk tempat di sampingnya. Lelaki itu sedang berada di atas ranjang dan bersandar pada headboard, sementara Kiran masih duduk di depan meja rias.“Ayah dan Ibu belum tidur, Mas. Masih nonton tivi kayaknya.”“Loh, emangnya kenapa?” Karan tersenyum menggoda. “Kan cuma duduk di sini. Emangnya kamu mau yang lain?”Tak pelak, wajah Kiran merah padam mendengar candan tersebut. Dengan enggan ia melan
Baca selengkapnya
34. Pemeriksaan Dokter
**“Tidak ada yang menyuruhku. Aku melakukannya karena melihat dia mengkhianati kakakku. Aku kesal sekali, dia seenaknya merebut tunangan orang dan masih bisa berjalan dengan wajah tegak.”Kata-kata itu seperti terngiang-ngiang di telinga Kiran. Perempuan itu mengusap wajahnya dengan lelah. Tubuhnya terasa nyeri di banyak bagian setelah apa yang terjadi hari ini.Hari ini.Gadis pegawai magang yang ternyata adalah pelaku utama dan satu-satunya perusakan rem mobil Kiran itu sudah dibawa petugas kepolisian. Entahlah, sampai pada ia mengakui perbuatannya saja, Kiran sudah sangat pusing dan hampir pingsan. Maka, Karan berinisiatif membawa sang istri pulang dan menyerahkan urusannya kepada Herman saja.“Kamu nggak apa-apa, Ki?” Karan bertanya dengan khawatir. Ia memandangi wajah sang istri yang tampak pucat.“Nggak apa-apa.” Kiran tersenyum. Ia menggeser posisinya agar sang suami bisa menyusul duduk di atas ranjang.“Masih pusing? Badannya masih sakit?”“Berhentilah khawatir, Mas. Aku ngga
Baca selengkapnya
35. Kabar Bahagia
**“Saya ucapkan selamat ya, Bapak dan Ibu. Ibu Kiran saat ini sedang mengandung.”Karan tidak tahu harus menanggapi bagaimana. Setengah tidak menyangka, sebab terlalu terkejut dengan apa yang dokter katakan. Pria itu menatap pria berjas putih itu dan istrinya bergantian.“Mengandung, Dok?”“Ya, benar. Usia kandungannya masih sekitar lima minggu, jadi masih awal sekali,” terang dokter tampan itu dengan senyum yang tak pernah luntur dari bibir.“Kiran?” Karan menoleh kepada sang istri yang juga sama-sama sedang terkejut. “Kiran, kamu dengar itu? Kamu … kamu ….”Kiran hanya bisa menutup mulut dengan telapak tangan. Ia balas memandang sang suami yang terlihat nyaris menangis.“Kiran, kamu mengandung.”“Iya, Mas.”“Anakku?”“Ish! Apa maksudmu bertanya begitu? Kamu suamiku, ya jelas saja ini anakmu. Yang benar sajalah.” Belum sempat Kiran melanjutkan rasa kesalnya, ia sudah tercekat hingga nyaris kehabisan napas sebab sang suami dengan gerakan tiba-tiba menariknya ke dalam pelukan.“Mas!”
Baca selengkapnya
36. A Distraction
**SUV berwarna putih itu berhenti di halaman parkir sebuah restoran yang cukup mewah. Setelahnya, empat orang keluar dari sana. Herman dan Soraya, serta anak dan menantu mereka, Karan dan Kiran.“Ibu, kita nggak perlu ke tempat yang seperti ini,” kata Kiran dengan gugup. Sepasang netranya mengarah kepada bangunan estetik berpenerangan temaram yang berada di depannya. Kiran sedang memikirkan bill-nya nanti. Dari penampakan tempatnya saja, sudah bisa ditebak jika ini restoran mahal.“Kenapa enggak?” timpal Soraya dengan senyum mengembang. “Ibu pikir-pikir, ternyata kita belum pernah makan malam bersama di luar sejak kalian menikah.”Kiran hanya bisa tertawa miris. Makan malam bersama? Bahkan makan malam bersama Karan saja, dulu Kiran tidak pernah. Pria itu tidak pernah makan di rumah. Sepulang kantor, ia lantas mengunci diri di kamar hingga pagi dan tiba waktu untuk berangkat bekerja kembali. Begitu terus setiap hari.“Yah, tetap saja, ini agak berlebihan, Bu,” ujar Kiran kemudian, yan
Baca selengkapnya
37. Kegigihan Nevia
**“Karan, ini aku, Nevia? Nggak bisakah kamu ingat aku? Sedikitpun?”Karan sama sekali tidak berkedip saat kedua matanya mengarah lurus kepada perempuan di hadapannya. Pria itu bergeming, merasakan sensasi aneh dalam perutnya yang menjalar hingga seluruh tubuh.“Anda … siapa?”Perempuan jelita itu tampak nyaris menangis lagi kala Karan bersuara demikian. Dengan wajah memohon ia membersit air mata yang sudah luruh di kedua pipi. Ia menggeleng pelan.“Sama sekali nggak bisa ingat?” Ia mengulangi. “Kamu lupakan begitu saja lima tahun yang pernah kita lewati bersama?“Saya minta maaf, tapi saya harus pergi.” Karan berujar dengan gugup. Ia menunjuk keranjang belanjaannya. “Istri saya sedang menunggu di rumah. Kasihan, dia sedang mengandung, jadi saya tidak bisa meninggalkannya berlama-lama.”Tanpa sedikitpun Karan bisa menduga sebelumnya, tangis perempuan itu pecah dengan suara sangat keras. Membuatnya membelalakkan mata sebab rasa terkejut yang tiba-tiba. Sialnya, seluruh pasang mata yan
Baca selengkapnya
38. Keputusan Yang Salah
**"Apa kamu nggak apa-apa kalau hari ini di rumah sendirian?" Karan bertanya dengan cemas. Pagi ini, ketika ia akan berangkat ke kantor sang ayah sebab beberapa hari belakangan mulai bekerja di sana. "Tenang aja, Mas. Lagian kenapa, sih?" "Jangan ke mana-mana, oke? Di rumah saja. Hubungi aku kalau terjadi sesuatu. Aku akan segera pulang kalau kamu butuh aku, Kiran.""Aku nggak akan mengganggu kerja kamu." Kiran terkekeh pelan. "Udah, sana berangkat. Nanti kamu terlambat, loh." Pria itu mengangguk. Ia mendekat untuk mengecup kening sang istri, lalu menunduk untuk mencium perutnya yang masih rata sembari berbisik. "Baby, jaga Mama, oke?" Oh, manis sekali, sepagi ini. Kiran melambaikan tangan ketika mengantar sang suami ke depan pintu. Ia menunggu hingga mobil yang dikemudikan pria itu menghilang di belokan. Oh, benar sekali, Karan sekarang sudah cukup mahir mengendarai mobil sehingga Kiran membiarkan suaminya itu mengemudi sendiri ke kantor sang ayah yang tidak terlalu jauh dari ka
Baca selengkapnya
39. Sakit Kepala
**Karan membereskan berkas-berkas yang bertebaran di atas meja ruang meeting. Senyumnya tersungging kala mengingat meeting yang ia pimpin beberapa saat yang lalu mendapat respon bagus dari para staff yang lain. Karena kinerja ya ia tunjukkan, dan bukan semata-mata karena dirinya adalah putra pemilik perusahaan kecil ini. Ya, Karan pikir itu bagus mengingat bagaimana kondisinya saat ini, yang masih harus terus mempelajari ulang banyak hal baru. “Sebentar, aku nelepon Kiran dulu. Kira-kira dia lagi apa ya, di rumah? Udah makan apa belum? Ini udah masuk jam makan siang.”Sementara bergegas keluar, ia menempelkan ponsel di telinga. Beberapa kali dengungan nada sambung, namun sama sekali tidak diangkat. Kening Karan berkerut karenanya.“Kiran kemana– aakh!”Berkas-berkas yang telah Karan rapikan jatuh bertebaran di atas lantai setelah tergelincir dari pegangannya. Ia menunduk dengan jemari menekan kening sebab rasa sakit menyengat yang mendadak saja menyerang kepalanya.“Ini ketiga kalin
Baca selengkapnya
40. Apa Kata Dokter?
**PRAAANG!“Mas Karan?”Kiran melompat bangun dari atas sofa, tanpa sadar melemparkan ponsel di tangannya ke segala arah demi mendengar suara benda pecah barusan.“Mas, ada apa? Astaga Mas, kamu kenapa?” Kedua netra perempuan itu membola saat melihat sang suami sudah duduk berjongkok di depan kaca wastafel kamar mandi sembari mencengkeram kepala. Bekas pecahan mug masih berserakan di sekitar sana.“Ki-Kiran ….”“Mas, kenapa?” Kiran berseru kaget, perempuan itu buru-buru membantu sang suami untuk berdiri dan kemudian membawanya ke kursi counter dapur yang berada tak jauh dari sana.“Kepalaku sakit,” desis Karan, masih memegangi kening dengan telapak tangan. Wajahnya pucat pasi bersimbah keringat. Ini buruk, Kiran tahu itu.“Sebentar, aku bikin minuman hangat buat kamu biar bisa kurangin rasa sakitnya, ya.” Segera, setelah memastikan sang suami duduk dengan baik, Kiran melesat untuk membuatkan secangkir chamomile tea beraroma lembut. Ia serahkan minuman hangat itu kepada suaminya denga
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
11
DMCA.com Protection Status