All Chapters of Penyesalan Mantan Suami dan Mertuaku: Chapter 31 - Chapter 40
51 Chapters
31 - Hadirnya Penyejuk Hati
"Mas! Jangan aneh-aneh, ya? Katanya mau salat dzuhur jama'ah? Aku sudah wudhu ini, lho."Dengan cepat aku berlari menjauh dari tempat Mas Hakim berdiri. Kulihat pria itu malah menyeringai puas. "Aku mau ambil baju, Dek. Itu di dalam koper belakangmu.""Kenapa nggak bilang dari awal, Mas. Kan aku bisa ambilkan," balasku langsung seraya menarik koper yang ditunjuk Mas Hakim dan menyerahkannya dengan cepat. "Tadi di kamar mandi Mas udah manggil kamu lho, Dek ... tapi nggak nyahut. Jadi Mas keluar aja.""Yasudah, cepetan gantinya. Nanti keburu waktu dzuhur lewat. Tadi katanya mau jamaah.""Baik, Tuan Putri." Mas Hakim berlalu dari hadapanku sambil tersenyum manis.Dengan Mas Hakim, semoga aku bisa merasakan ketenangan tanpa gangguan pihak lain. Khususnya ibu mertua seperti yang kualami dulu saat berumah tangga dengan Mas Ilham. Ah ... aku jadi ingat mantan suamiku itu lagi kan. Sebenarnya pria yang kulihat tadi benaran Mas Ilham atau bukan, ya? Jika benar, kenapa dia tiba-tiba muncul l
Read more
32 - Trauma?
Huek!" "Mbak Naima, kenapa?!" Intan bergerak cepat mendekatiku. "Ah, entahlah ... kecium bau mie ayam ini rasanya perutku mual." Dengan cepat kusodorkan kantongan yang kupegang pada adik iparku itu. "Kenapa sih, Mbak? Ini baunya enak banget tau! Masih panas gini, enaknya langsung dimakan," celetuk Intan dan langsung menuangkan seporsi mie ayam pada mangkuk di atas meja, yang otomatis bau dari makanan itu semakin menyeruak menusuk hidung. "Huek!!! Bau banget Intan!" Setengah berlari aku menjauh dan bergegas masuk kamar mandi. Rasanya semua isi perutku akan keluar. Berkali-kali aku berusaha membuang rasa mengganjal di dalam perut dan tenggorokan akibat bau menyengat itu, tetapi nihil. Hanya keringat dingin yang bercucuran membasahi dahi hingga ke leher, yang membuat kerudung yang kupakai jadi basah. Kenapa tiba-tiba rasanya seperti mabuk perjalanan? Padahal sedari pagi keadaanku baik-baik saja. "Sayang," panggil Mas Hakim dari luar pintu kamar mandi. "Kamu kenapa? Sakit??" Suamik
Read more
33 - Kabar Duka atau Bahagia?
"Sayang, kamu yakin mau periksa ke dokter?" Mas Hakim tiba-tiba memelukku dari belakang. Aku yang sedang merias diri di depan cermin sampai terkejut karena tak menyadari kehadirannya. "Mas ...." Kutoleh ke arah pria itu. Ia terlihat begitu antusias."Bagaimana? Kamu yakin mau periksa sekarang?" "Iya, Mas." Meskipun ada sedikit keraguan, tetapi aku ingin membuktikan pada diriku sendiri bahwa kesuburanku baik-baik saja. Mengingat hasil kemandulan yang kupalsukan dulu, membuatku ingin membuktikannya. "Baiklah," sahut Mas Hakim lagi dengan senyum mengembang di wajahnya. Setelah Selesai bersiap, kami langsung berangkat menuju salah satu klinik dokter kandungan. Masuk di ruangan depan, kami disambut hangat oleh dua perawat berjilbab dan mengarahkan kami untuk mendaftar, kemudian mempersilakan kami duduk di kursi antrian. Cukup lama kami menunggu karena wanita hamil yang mendaftar lumayan banyak. Dengan antusias, Mas Hakim terus saja menggenggam tanganku dan berkali-kali menenangkan.
Read more
34 - Top Cer!
"Memangnya kenapa Mas? Semua dokter sama aja kan? Apalagi kalau kita kenal, kan malah enak?" "Pokoknya Mas pengen ganti klinik yang dokter kandungannya perempuan. Titik!" Mas Hakim tampak sangat marah. "Kenapa pakai titik, Mas? Pakai koma aja kenapa???" Aku sengaja menggoda pria yang tengah fokus menatap jalan. Pria itu menoleh dengan kedua alis bertaut. "Maksudmu apa, Dek?" "Itu, tadi Mas bilang " Titik!" Kenapa nggak pakai koma aja?" Mas Hakim yang paham dengan gurauanku seketika tersenyum. "Apaan sih? Mas tadi cuma pengen negasin aja. Nggak marah, kok.""Tapi negasinnya kayak orang marah." "Masa sih?" Pria itu kembali tersenyum kecil. "Mas kalau cemburu lucu." Aku merebahkan kepalaku pada bahu Mas Hakim. Padahal ia fokus menyetir, tetapi sama sekali tidak menolak perlakuanku. Kenapa di saat-saat seperti ini aku malah teringat dengan Mas Ilham? Bukannya ingin kembali dengan pria itu, tetapi aku jadi kepikiran hasil tes kesuburan yang dulu kupalsukan. Apa mungkin sekarang Mas
Read more
35 - Penguntit Rahasia
"Bu Tuti!" Aku benar-benar terkejut melihat tetangga sebelah rumahku dulu sedang sibuk di dapur. Wanita itu tersenyum kecil. "Kamu pasti kaget lihat Ibu di sini, kan?""Iya, Bu. Bener banget. Kenapa Bu Tuti bisa di sini? Dan ini, lagi masak??" Aku bergerak mendekati Bu Tuti yang sedang sibuk membalik ikan di penggorengan. "Ibu seneng banget tadi malam dapet kabar dari suamimu kalau kamu sedang hamil. Tanpa pikir panjang, Ibu langsung ke sini habis subuh tadi. Kebetulan Ibu libur ngajar, jadi bisa berkunjung. Ibu udah kangen banget sama kamu," terang Bu Tuti lagi dengan langkah mendekat dan memelukku. "Ibu turut bahagia untukmu, Naima. Setelah beberapa kejadian buruk yang kamu alami, kini kamu bisa hidup lebih tenang bersama Nak Hakim."Mendengar penuturan Bu Tuti membuatku terharu. Wanita ini merupakan salah satu saksi hidup yang tahu keadaan terburukku setelah diceraikan dari Mas Ilham. "Terima kasih, Bu." Aku membalas pelukan Bu Tuti dengan sangat hangat. "Udah kangen-kangenanny
Read more
36 - POV ILHAM 1
Naima ... Maafkan aku. Aku sungguh menyesal lebih mempercayai ibu daripada istri salehahku. Dia adalah wanita paling penyabar yang kukenal selama hidupku. Dan aku adalah pria terbodoh yang ada di dunia ini. Karena terhasut oleh ibu, aku memilih menceraikan Naima tanpa mendengar penjelasannya dulu. Aku memang naif, yang dengan gampang terprovokasi hanya karena tuduhan tak berdasar. Mungkin, jika waktu bisa kuputar ulang, aku ingin kembali di masa awal pernikahanku dengan Naima dulu. Aku akan membawanya keluar dari rumah ibu dan mengontrak rumah sendiri dari awal. Namun, keinginan hanya keinginan yang tak kan bisa terwujud, karena wanita itu kini sudah memiliki kehidupan sendiri. Yang lebih menyakitkan adalah suaminya saat ini adalah pria terpandang. Entah mengapa aku menjadi sangat berkecil hati karena itu. Aku bisa mengatakan itu karena aku kenal dia. Hakim adalah klien baru di perusahaan tempatku bekerja yang muda juga tampan. Aku baru mengetahui bahwa dia suami Naima saat kuint
Read more
37 - POV ILHAM 2
"Mas! Dipanggil kok malah kabur!" seru pria yang kukenal betul siapa dia. Ya, dia adalah Hakim, klien baru perusahaan kami yang tak lain adalah suami Naima. Berarti benar, rumah yang kudatangi ini tempat tinggal Naima. Begitu ketahuan sedang mengintip, aku bergegas lari menuju mobil. Tanpa melepas jaket dan topi, aku segera menyalakan mesin dan melajukan dengan sangat cepat. Ah, hampir saja ketahuan! Namun, aku masih penasaran karena belum melihat Naima meskipun hanya sekilas. Jika ada kesempatan lagi, aku masih berniat kembali ke rumah itu untuk melihat cinta pertamaku. "Ham, ada apa denganmu? Kenapa proyek yang kamu pegang bisa gagal total seperti ini?"Haris—pria berperawakan kurus itu menyambut kedatanganku dengan penuh tanya. Dia membawa satu map besar yang kuyakini itu adalah hasil evaluasi dari proyek yang kupegang."Nggak gagal, Bro. Masih proses. Sabar, ya...." Meskipun dia anak dari bos perusahaan ini, tetapi dia adalah teman kuliahku dulu. Dan hubunganku dengannya masih
Read more
38 - POV ILHAM 3
Melissa berdiri di depan pintu kamar dengan tatapan nanar padaku dan ibu. "Mas, sampai kapan pun aku tidak akan rela kalau kamu biayain kuliah Nindi!" Melihat sikap istriku yang sepertinya marah besar membuatku beranjak mendekatinya. "Kamu kenapa, Mel? Kasian ayah kalau harus tetap mengajar ketika sering sakit-sakitan seperti ini."Aku sangat berharap Melissa sadar dan mau mengerti, tetapi nihil. Melissa malah semakin marah, hingga berbuat hal di luar dugaan. Wanita itu menuju dapur melewatiku dan ibu dengan langkah cepat. Prang!Prang! Suara keras khas piring dilempar terdengar begitu saja, membuatku dan ibu bergegas berlari mengikuti Melissa. "Ya Allah, Melissa! Ibu nggak pernah nyangka sikapmu sekasar ini hanya karena ibu meminta bantuan pada anak ibu sendiri!" tangis ibu semakin pilu. Ibu pasti tidak percaya jika menantu idamannya bertingkah seperti ini. "Masa bodoh! Tapi Mas Ilham sekarang suamiku, Bu! Jadi dia harus menuruti kemauan Melissa, bukan Ibu!" "Ya Allah, Melissa
Read more
39 - POV ILHAM 4
"Bu, Ibu tahu kabar Naima enggak?" tanyaku iseng pada ibu yang sedang membuatkanku kopi. Sehari berlalu tanpa Melissa membuat hatiku terus memikirkan Naima. Tampaknya aku gagal move on dari mantan istri salehahku itu. "Kamu ini bicara apa to, Ham? Istrimu balik ke rumah orang tuanya nggak disusul, ini malah bahas Naima!" sentak ibu sambil menyodorkan secangkir kopi panas ke hadapanku."Aku cuma kepikiran sama perbedaan sifat Naima dan Melissa, Bu. Kalau Naima jadi Melissa, dia tidak akan protes tentang apa pun, meskipun dia sangat ingin." Aku membuang napas berat. "Sangat kontras dengan sikap Melissa," imbuhku lagi. Kulirik ibu yang duduk tampak melamun, kemudian aku menyesap kopi yang ada di hadapan. Sepertinya ibu ikut larut mengingat sikap Naima dulu. "Iya, Ham. Kalau Naima dulu nggak pernah berani membentak ibu seperti Melissa." Ibu menoleh ke arahku dengan wajah sendu. "Kalau Naima, pasti sudah menerima keputusan yang kamu pilih. Ih, kenapa jadi bahas Naima sih kamu?" Aku te
Read more
40 - POV ILHAM 5
"Kamu serius Mas, mau belikan aku rumah?" Melissa menatapku dengan wajah berbinar. Waduh! Bagaimana ini? Apa yang harus kulakukan? Meskipun ragu, tetapi aku harus tetap meyakinkannya. Jika berbohong bisa membuatnya kembali ke rumah, maka akan kulakukan. "Iya, Mas janji." Aku mengangguk penuh keyakinan untuk membuatnya percaya. Padahal itu hanyalah omong kosong belaka. "Baiklah kalau begitu. Aku akan memberimu kesempatan dan tidak akan meminta cerai, tapi kamu harus benar-benar memenuhi janjimu, Mas!"Ternyata, cukup dengan memberi iming-iming rumah Melissa sudah mau kembali lagi padaku. Baiklah, aku akan berpura-pura berjanji, meskipun entah bisa menyanggupinya atau tidak. Tahu sendiri gimana kondisi keuanganku, dan lagi posisi di kantor sedang tidak baik-baik saja. Akan tetapi, demi ibu aku akan melakukan segalanya. "Iya, aku janji." Aku mengangguk penuh keyakinan. "Tapi, beri aku waktu ya, dan sementara kita tinggal di rumah ibu dulu, seperti biasa." "Halah, percuma dong kamu b
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status