All Chapters of Penyesalan Mantan Suami dan Mertuaku: Chapter 21 - Chapter 30
51 Chapters
21 - Kembali Pulang
"Naima? Kamu Naima, kan?" Seorang wanita paruh baya terhenyak saat melihatku turun dari mobil. Wanita itu adalah Bu Halimah, ibu panti yang telah membesarkanku sejak kecil. Aku memang durhaka padanya. Sudah dirawat sedari kecil, tetapi setelah menikah dengan Mas Ilham aku tidak pernah berkunjung ke sini. "Iya, Bu. Maafkan Naima nggak pernah main ke sini." Kupeluk tubuh Bu Halimah yang terlihat sudah rapuh karena memang usianya sudah tidak lagi muda. "Ya Allah, Naima. Ibu kangen banget sama kamu." Bulir bening mulai menetes membasahi pipi. "Kenapa kamu nggak pernah ke sini? Ibu kehilangan kontakmu juga, jadi ibu nggak bisa menghubungimu." Ucapan Bu Halimah membuatku merasa sangat berdosa. "Maafkan Naima, Bu. Aku memang anak yang tidak tahu malu. Di saat bahagia, aku melupakan keluargaku yang sebenarnya. Dan kini, saat dalam masalah, aku baru mencari mereka lagi. "Sudah, sudah. Yang penting sekarang Ibu bisa lihat kamu lagi. Ibu sudah sangat senang." Bu Halimah tersenyum bahagia. "
Read more
22 - Tamu Spesial
Hari pertamaku kembali tinggal di panti. Pagi-pagi sekali Bu Halimah sudah menyiapkan sarapan dibantu dengan tiga wanita pengurus lain, yang aku tidak mengenalnya. Mereka bukan pengurus waktu aku tinggal di sini dulu. Aku menghampiri Bu Halimah yang sedang duduk sambil memotong sayur. Aku ingin membantu-bantu dan menyampaikan niat ingin buka usaha brownies di sini. Dengan menerima pesanan dari luar seperti yang kulakukan sebelumnya. "Sini, Nai." Bu Halimah menyambutku dengan senyuman.Beliau mengenalkanku pada tiga perempuan yang sedang memasak dengannya. Ada Bu Ida yang jika kulihat wajahnya mirip Bu Ratih, mantan mertuaku. Ada Bu Kasih, wanita berkulit putih yang ternyata di sini tinggal bersama suaminya. Dan satu lagi Mbak Salma, wanita manis yang kutaksir usianya kurang lebih denganku. Bisa jadi malah lebih muda dariku, jika dilihat dari wajahnya yang bersih terawat.Menurut cerita Bu Halimah, Mbak Salma adalah anak salah satu donatur tetap panti yang ingin mencari pengalaman d
Read more
23 - Perjodohan
"Aku benar-benar minta maaf, Nai." Malik kembali memohon. Hatiku masih sangat sakit dan kecewa, tetapi aku tidak berhak untuk mengabaikan permintaan maaf Malik. Allah Yang Maha Besar saja Maha Pengampun, siapalah aku yang hanya ibarat sebutir debu. Malik melakukannya karena saat itu ia sedang kesulitan. Anak pertamanya tengah kritis di rumah sakit dan harus segera mendapatkan perawatan. Selain itu, pekerjaannya yang hanya butuh panggul pasar pastilah tidak cukup untuk biaya semua itu. Jangankan membayar rumah sakit, untuk makan sehari-hari saja, ia kekurangan. Ada rasa iba di hati saat ia cerita tentang kehidupannya. Aku sama sekali tidak tahu jika ternyata Malik sudah berkeluarga dan dikaruniai dua orang putri. Benar saja, karena aku memang tidak pernah berkunjung ke panti, sehingga aku tidak tahu keberadaan Malik selamat ini. Namun, nasi sudah menjadi bubur. Toh pernikahanku dengan Mas Ilham sepertinya tidak akan bisa bahagia karena keluarga yang selalu ikut campur. Meski begitu,
Read more
24 - Kejutan Besar
Mbak Salma menarik kuat lenganku, dan membawaku masuk ke kamar. Wajahnya datar tanpa senyum dan tak mau menatap ke arahku. Dan yang membuatku bingung, ada apa dengan penampilannya? Kenapa wanita ini masih belum siap? Mbak Salma masih memakai daster panjang yang ia kenakan tadi pagi. "Mbak Salma, sebenarnya ini ada apa?" Aku sangat bingung. Mungkinkah aku melakukan kesalahan, sehingga membuatnya terlihat marah? Wanita cantik itu melirikku seraya tersenyum kecil. "Udah, nggak usah banyak protes. Mbak Nai duduk aja," titahnya, yang entah mengapa aku langsung menurut. Mbak Salma membuka tas miliknya, dan dengan cepat mengeluarkan satu pouch yang berisi peralatan make-up. Tanpa berkata-kata lagi, Mbak Salma mulai beraksi dengan peralatan itu di wajahku. Beberapa kali aku bertanya ada apa, tetapi ia tidak mau menjawab. Mbak Salma hanya tersenyum sekilas, kemudian fokus lagi merias wajahku."Sudah, sekarang ganti bajumu dengan ini," titah Mbak Salma lagi sambil meraih tas miliknya dan m
Read more
25 - Memantapkan Hati
"Bagaimana, Nai? Kamu menerima lamaran Nak Hakim, atau tidak?" tanya Pak Burhan dengan menggunakan pengeras suara, membuatku terhenyak dari lamunan. Bukannya aku tidak tertarik dengan pria yang duduk dengan menatap sendu ke arahku itu, tetapi karena aku bingung. Kenapa Mas Hakim tiba-tiba berubah pikiran dan melamarku? Aku juga takut menyakiti hati Mbak Salma. "Mbak Nai, terimalah lamaran Mas Hakim. Dia benar-benar mencintaimu," bisik wanita yang entah sejak kapan sudah duduk di belakangku. Dengan cepat aku menoleh ke arahnya. "Mbak, sebenarnya apa yang terjadi?" Mbak Salma tersenyum, lalu kembali berbisik, "Maafkan kami sudah membuat Mbak Salma bingung. Sebenarnya aku sendiri sudah punya kekasi. Kami sama-sama dokter di klinik yang sama. Jadi, Mbak Naima tidak perlu merasa tidak nyaman denganku," jelas Mbak Salma yang membuatku kembali terperangah. "Benarkah? Kenapa Mbak Salma nggak ngomong?""Nanti aja penjelasannya nunggu dari Mas Hakim langsung. Yang terpenting sekarang, Mbak
Read more
26 - (POV Hakim) Kekaguman
Naima, wanita berkerudung berwajah ayu itu mampu menghipnotis hati dan pikiranku. Aku yang sudah kembali bekerja di Negeri Sakura ini terus saja teringat wajahnya. Awal pertemuan yang tak terduga saat ia mengantarkan jualannya ke rumah. Aku tak sengaja menabraknya karena saking terburu-buru mengambil sesuatu di dalam mobil. Ia tersenyum padaku yang membuat jantungku berdegup kencang. Sebelumnya aku tidak tahu tentang statusnya dan bagaimana dia dibesarkan, setelah pertemuan pertama pun kuanggap catatan hatiku hanya rasa suka yang wajar, tetapi karena kejadian yang tak sengaja malah menuntunku untuk lebih mengenalnya. Saat siang hari, aku tak sengaja lewat di depan satu rumah ketika aku sedang berjalan santai mengitari komplek. Aneh memang, karena tidak ada orang yang berolahraga di siang bolong. Entah mengapa saat itu aku ingin, dan langsung keluar rumah tanpa berpikir dua kali. Mungkin karena suntuk selalu menghabiskan waktu di rumah, membuatku ingin menghabiskan hari ini untuk ja
Read more
27 - (POV Hakim) Keinginan Hati
"Ini dengan Mas Hakim?" Suara lembut seorang wanita menanyakan namaku lewat sambungan telepon. Aku tahu dia adalah Salma, teman Naima yang ingin dikenalkannya padaku.Aku pun memenuhi keinginan Naima untuk berteman dengan Salma. Pada awalnya kami hanya berbalas pesan, karena aku hanya sekadar membalas dan menjawab apa yang ia tanyakan. Dari pengakuan Salma, ia mengaku sudah memiliki kekasih, bahkan mereka sudah berencana menikah. Namun, karena meras tidak enak hati dengan Naima, Salma pun tetap mengikuti saran temannya itu. Ia memberikan nomornya padaku, dan menerima nomorku dari Naima.Salma mulai menghubungiku dan menanyakan pendapatku tentang Naima. Sebenarnya aku segan untuk berbagi cerita tentang perasaanku, tetapi Salma selalu mendesak dan mengatakan akan membantuku jika aku memiki perasaan pada Naima. Dari situlah aku mulai berterus terang pada wanita yang belum begitu kukenal, tetapi entah mengapa aku sangat mempercayainya.Salma terdengar sangat bahagia dengan pengakuanku,
Read more
28 - Menuju Gerbang Baru
"Baiklah, Mas. Aku Terima lamaranmu. Aku bersedia menjadi istrimu."Setelah hampir satu bulan aku meminta waktu pada Mas Hakim, akhirnya aku memutuskan pilihanku. Bukan waktu yang sedikit untuk menunggu, dan itu membuat hatiku semakin yakin bahwa dia adalah pria yang benar-benar tulus. "Kamu serius, Naima?" Wajah Mas Hakim terlihat tak percaya. "Alhamdulillah, ya Allah. Kalau begitu aku ... eh, Mas. Mas akan menyiapkan semua keperluan pernikahan secepat mungkin." Mengetahui perubahan sikap pria yang akan menjadi suamiku ini membuatku merasa lucu, gemas. Ada getaran yang lama tak kurasakan kembali muncul. Rasa yang dulu hadir saat Mas Ilham menggodaku. Astaghfirullah, Naima ... sadar! "Iya, Mas." Aku kembali menjawab dengan mengangguk. Di kejauhan, ternyata ada seseorang yang memperhatikan kami. Dia adalah Malik, teman yang sudah menghancurkan rumah tanggaku dulu. Pria itu berdiri sambil bersandar dinding ruangan, menatap tajam ke arahku yang duduk di depan kantin bersama Mas Hakim.
Read more
29 - Awal Kebahagiaan
Aku terperangah. "Mas, Mas serius ini rumah kita?"Pria yang beridiri di hadapanku itu mengangguk sambil tersenyum simpul. "Iya, Sayang. Setelah resmi menikah, mari kita tinggal di sini." "Tapi, ini jauh banget dari rumah Mami dan dari panti?" tanyaku untuk mempertimbangkan. "Kamu tidak suka?" Mas Hakim malah balik bertanya. "Aku sudah tahu bagaimana kisah rumah tanggamu dulu. Tentang mertua dan ipar yang sudah menyakitimu. Karena itu, aku ingin membawamu jauh dari semua itu. Agar kita bisa membina rumah tangga kita sendiri. Tanpa gangguan dari siapa pun." "Benarkah? Apa Mas juga tahu tentang penyebab perceraianku dulu?"Mas Hakim kembali mengangguk. "Iya, aku sudah tahu semuanya.""Tahu dari siapa, Mas? Apa mungkin Bu Halimah yang bercerita?""Oh, bukan .... Aku tahu semua ini dari temanmu, Malik," jawab Mas Hakim yang membuatku tertegun. "Malik?""Iya, beberapa hari setelah kamu memberiku jawaban, Malik datang menemuiku di kantor. Dia menceritakan semua yang diketahuinya, termas
Read more
30 - Bertemu Seseorang
Wajah saya memang pasaran, Mas. Bukan Mas Aja yang bilang gitu, banyak temen saya yang bilang saya mirip kakak dia. Bahkan, ada juga yang bilang wajah saya mirip neneknya." Aku menjawab pertanyaan dari Mas Ardi, kekasih Mbak Salma dengan apa adanya. Yah ... memang begitulah yang terjadi. Wajahku cukup pasaran, sehingga banyak yang mengklaim mirip dengan seseorang. "Tapi beneran ini, Mbak. Saya nggak bohong. Bukan hanya sedikit, tapi beneran mirip pake banget!" Pria itu masih saja bersikeras. "Makanya saya mau tahu nama ibu Mbak Naima, barangkali Mbak Naima adalah anak dari Bude saya yang beberapa tahun lalu hilang.""Apa?!" Pernyataan Mas Ardi membuatku terhenyak. Apa mungkin yang dikatakan pria ini kenyataan. Aku anak budenya?Ah, tapi tidak mungkin. Sudah dua puluh tahun lebih aku ditinggal di panti. Seandainya benar, pasti mereka sudah menemukan keberadaanku. Mas Ardi mengangguk penuh keyakinan. "Iya, Mbak. Bude saya kehilangan anaknya sudah hampir dua puluh tahun," jawabnya lagi
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status