All Chapters of Pelayan Dadakan Tuan Kejam: Chapter 21 - Chapter 30
88 Chapters
chapter 21
Satu minggu lebih sudah berlalu sejak kejadian malam itu. Malam di mana Gery tiba-tiba datang menemui Amora dan memberi sebuah kejutan yang tak pernah keduanya duga.Pernikahan berlangsung cukup mewah dan pada akhirnya ada dua pasang pengantin di sini. Ya, pernikahan Gery dan Theo dilangsungkan secara bersamaan. Meskipun Gery sempat menolak, tapi akhirnya mau daripada harus disuruh satu bulan lagi menunggu.Ayah bilang kalau tradisi keluarga tidak boleh menikah mendahului yang tertua. Kakak perempuan maupun kakak laki-laki, yang pertama harus didahulukan.Dua pasang pengantin kini sudah berdiri berjejeran setelah perjanjian suci diucapkan selesai. Mereka bergantian menerima ucapan selamat dari para tamu undangan. Jika Keluarga Belva terlihat begitu disambut, lain dengan Amora. Keluarga Amora tentu merasa terasingkan karena memang berasal dari kalangan kelas bawah.“Kapan acara selesai?” gerutu Gery dalam hati. “Aku sudah gerah!”Beberapa menit kemudian, acara berjabat pun usai. P
Read more
chapter 22
Mimpi waktu memang belum bisa Amora lakukan. Rasa bersalah pada Andy, masih terus menghantui pikiran Amora. Pria yang mengajaknya menikah namun Amora tolak, kini sudah bukan menjadi siapa-siapa lagi. Memikirkan cara bagaimana menemui Andy dan meminta maaf bahkan masih Amora pikirkan sampai detik ini.Di ruangan ini, di sebuah kamar mewah dengan lampu yang terang. Amora harusnya bisa menepikan sesaat tentang keadaan Andy. Amora sudah menjadi seorang istri, tentunya memikirkan pria lain bukanlah ide yang baik.“Ganti bajumu dan tidurlah,” kata Gery yang sedang melepas kemejanya.Amora sendiri sudah membawa pakaian seadanya, itupun ayah yang menyiapkannya. Mereka berdua saling memunggungi. Amora tengah membongkar tasnya, sementara Gery kini sudah berbaring bertelanjang dada. Matanya terpejam, Amora tahu itu. Karena tak mau tenggorokannya terus menelan ludah melihat tumpukkan roti sobek itu, Amora kembali membuang muka.Memeluk mamanya, Amora berjalan menunduk menuju kamar mandi.“As
Read more
chapter 23
Mereka sudah sampai di rumah dan tentunya langsung disambut para pelayan yang membantu mereka bergantian membawa barang-barang. Dua pelayan membantu Gery dan Amora, dua pelayan lagi membantu Theo dan Belva. Tidak ada pembicaraan apapun di antara mereka karena langsung menuju kamar masing-masing. Mungkin acara kemarin masih menyisakan rasa lelah teramat. Dion yang ternyata juga di sana, ikut membantu Gery membawa barang-barang menuju kamarnya di lantai dua. “Terimakasih kau sudah datang sepagi ini,” kata Gery sembari menepuk pundak Dion. “Pekerjaan kantorku kan belum dimulai, jadi kupikir sebaiknya membantumu dulu,” ujar Dion. Gery, Dion dan Amora sudah masuk ke kamar, Theo dan Belva juga masuk ke kamarnya sendiri. Mereka tetap terlihat acuh dan enggan untuk saling menyapa satu sama lain. “Sini aku bantu.” Amora tiba-tiba berlari menghampiri Gery yang duduk di sofa. Amora kemudian berjongkok dan membantu melepas sepatu Gery. Dion yang melihat itu, melirik Gery dengan seutas senyu
Read more
chapter 24
Sore hari, usai mandi Gery mendapati Amora tengah duduk di sofa sambil memijat ponselnya. Entah sedang chatting dengan siapa, Gery tak ingin tahu. Yang ada di kepala Gery saat ini adalah benda ber cup yang ukurannya cukup besar itu.Gery memang sempat melihat tubuh Amora saat mandi, tapi tidak terlalu jelas di bagian dada. Hanya melihat tubuh Amora yang memang molek dan menggiurkan.“Shit!” umpat Gery sambil menggosok rambut basahnya dengan kasar menggunakan handuk.Amora yang terkejut, sampai-sampai menjatuhkan ponselnya dan buru-buru berdiri. “Ada apa?” tanya Amora saat itu juga.Gery yang tidak sadar kalau ucapannya terdengar, hanya bisa melengos dan pura-pura berwajah masam. “Tidak. Aku hanya asal bicara.”Amora lantas menunduk dan menggamit ponselnya yang tergeletak di lantai. Sementara Gery, ia sudah beranjak keluar dari kamar hanya dengan mengenakan celana kolor selutut dan kaos oblong.“Hai Gery,” sapa Belva saat Gery baru saja menampakkan kedua kakinya di lantai satu.
Read more
Chapter 25
Sekedar kesalahan membuat kopi, Gery bisa sampai marah besar. Amora masih tidak mengerti kenapa itu bisa terjadi. Pasalnya, takaran gula yang ia gunakan sama persis saat membuatkan untuk ayah di rumah, dan rasanya Amora yakin sudah pas.Lalu, kenapa Gery bilang itu kemanisan?Amora yang wajahnya kini sembab dengan mata memerah, memilih berdiam diri di kamar setelah selesai membereskan pecahan cangkir. Masih untung belum ada siapapun di bawah sana, terkecuali Ira yang sempat bertanya kenapa.Amora yang memang tidak mau ada yang tahu, tentunya menjawab kalau gelas itu jatuh karena tersenggol. Namun sayangnya, mata sembabnya tak bisa menyembunyikan sesuatu.“Besok, aku akan kasih tahu apa yang Tuan Gery suka dan tidak suka,” kata Ira saat Amora sedang mencuci tangannya.Amora yang salah tingkah karena Ira bisa tahu, lantas tersenyum sekenanya. Setelah ngobrol singkat di dapur, Amora sudah kembali ke kamar. Ia berencana untuk tidak ikut makan malam karena takut bertemu Gery.Selepas
Read more
chapter 26
Pagi hari Gery tidak terlihat semengerikan semalam. Namun, tetap saja Amora mencoba waspada supaya tidak membuat kesalahan lagi. Amora yang sudah belajar menjadi seorang istri yang baik dari internet, bangun pagi tadi langsung menyiapkan keperluan suaminya.Semoga saja tidak ada yang salah.Amora juga sudah mandi dan berpakaian rapi tentunya. Ia tak mau saat bangun tidur suaminya menjumpai dirinya masih awut-awutan. Selesai dari itu, Amora mencari setelan jas dan juga sepatu senada. Tak lupa dasi juga.“Beres!” kata Amora sambil tersenyum memandangi setelah jas yang susah tergeletak di tepian ranjang. Sementara sepasang sepatu pantofel ada di depan kaki ranjang.“Aku ngapain setelah ini?” kata Amora. Ia mendadak bingung.“Oh iya. Aku sebaiknya tanya Ira saja.”Berjalan mengendap-endap, Amora perlahan keluar dari kamar. Ini masih jam lima, Amora tidak mau kalau sampai Gery terbangun belum waktunya.“Hai Ira,” sapa Amora lirih sesampainya di dapur.Di sana hanya ada Ira dan satu
Read more
chapter 27
Amora meninggalkan rumah setelah ijin pada ibu mertuanya. Tentunya Amora juga menjelaskan kalau sudah mendapat ijin dari Gery. Semua isi rumah toh hari ini juga pergi. Mereka mulai sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Tak terkecuali untuk Belva. Ya, walaupun dia pergi hanya untuk sekedar berbelanja atau gosip bersama teman.Sampai di tempat loundry, Amora sudah ditunggu Lela. Amora yang memang sudah menghubunginya.“Maaf lama,” kata Amora sambil membuka gembok pintu teralis besi.“Tidak apa. Aku juga baru sampai,” sahut Lela.Mereka berdua masuk ke dalam. Sebenarnya tidak terlalu repot, karena sudah dibenahi satu bulan yang lalu. Kini sisanya hanya tinggal menyapu dan mengepel saja. Sisanya bisa di atur belakangan setelah Amora mendapat izin dari suami untuk mengurus laundry.Kalau pernikahan berakhir, hanya ini harapan Amora untuk biaya hidup.“Itu putri?” kata Lela tiba-tiba. Lela sampai memiringkan kepala untuk memandangi Putri yang sedang menyeberang jalan di luar sana.Pu
Read more
chapter 28
“Kita mau kemana, Tuan?” tanya Amora. “Aku bahkan belum sempat berbelanja.”“Tidak perlu. Hari ini kau wajib temani aku di kantor,” jawab Gery.“Di kantor?” kata Amora bingung.“Kenapa?” salak Gery. Kalau saja sedang tidak menyetir, mungkin Gery sudah melotot. “Kau tidak mau?”“Bu-bukan begitu, Tuan. Tapi ...”“Tidak ada tapi-tapian! Nurut saja. Patuhi saja perintahku, itu kan sudah jadi tugasmu!”Amora menelan ludah. Pandangannya teralihkan pada beberapa penjual kali lima di tepian jalan dekat taman.“Mau apa menyuruhku ke kantor? Memangnya aku bisa apa dengan urusan kantor?” Amora masih bertanya-tanya di dalam hati. Sampai di kantor, Gery langsung mengajak Amora menuju ruangannya. Betapa terkejutnya saat baru saja Amora masuk, tapi sudah dihadapkan dengan beberapa buku dan berkas ataupun majalah yang berserakan di atas lantai. Amora membulatkan mata dan tercengang.Gery sudah maju dan berjalan ke arah meja. “Kau lihat apa? Kenapa diam saja?” pertanyaan Gery membuat lamunan
Read more
chapter 29
Malam harinya saat baru saja sampai rumah, Gery mendapat panggilan dari Lina. Sebelum mengangkat panggilan tersebut, Gery menyuruh Amora masuk ke kamar lebih dulu sambil membawa tas dan jas.Gery lalu kembali ke ambang pintu ruang tamu dan berdiri di sana.“Ada apa? Aku bahkan baru sampai rumah,” sungut Gery.Di seberang sana, Lina yang saat ini tengah duduk di sebuah kafe terdengar berdecak. “Aku perlu bicara denganmu! Sekarang!”“Apaan kau ini!” salak Gery. “Aku capek, Besok saja.”“Sekarang!” tekan Lina sekali lagi. “Ini sangat penting.”Mau tak mau, akhirnya Gery pergi juga. Dia sampai lupa berpamitan pada Amora kalau akan pergi lagi. Amora yang sudah menunggunya di kamar, mulai bertanya-tanya karena Gery tak kunjung muncul.Saat Amora turun, yang ia jumpai bukanlah Gery melainkan Belva yang hendak berjalan mendekat ke tangga dimana dirinya sedang berada.“Cari suamimu?” tebak Belva bernada acuh.Mencoba ramah, Amora tersenyum dan mengangguk.“Kulihat dia pergi buru-buru
Read more
chapter 30
Terasa ada benda kekar yang tersampir di pinggangnya. Amora seketika membuka mata lebar-lebar lalu menunduk. Satu lengan dengan bulu-bulu halus tengah melingkar di pinggangnya. Tepatnya sebuah dekapan erat.Amora yang posisi tidurnya miring, kini juga merasakan ada embusan napas di bagian tengkuk hingga ke bagian selipan telinga. Dengkuran lirih pun bisa Amora dengar dengan jelas.Dia Gery. Ya, tangan yang mendekap adalah Gery. Amora yakin itu. Amora kemudian mengingat-ingat kejadian semalam. Setahu Amora, ia hanya tidur berdampingan tanpa saling menyentuh. Lalu ini apa? Bagaimana posisinya bisa seerat ini? Amora sungguh ingin berteriak.“Bagaimana ini?” batin Amora sambil menggigit bibir. “Kenapa erat sekali?”Amora menarik napas dalam lalu mencoba mengangkat lengan kekar tersebut. Namun, baru saja sedikit terangkat, si pemilik melenguh dan mengeratkan kembali pelukannya.“Eh!” jerit Amora saat tangan itu justru mendarat di bagian dadanya.“Astaga! Aku harus bagaimana ini?”Am
Read more
PREV
123456
...
9
DMCA.com Protection Status