Kehilangan seorang kekasih yang sebentar lagi akan dipersuntingnya, tentu membuat hati sakit dan kehilangan. Dia menjadi sosok yang dingin dan kejam mengingat bagaimana kecelakaan itu terjadi. Ketika sebuah dendm menyelimuti hatinya, dia tidak berpikir panjang untuk menghancurkan seseorang yang membuat sang kekasih pergi untuk selamanya. Ketika pernikahan rencana berjalan dengan lancar, hatinya mendadak goyah. Dia yang kejam merasakan hatinya tersentuh ketika berada didekat wanita yang ia nikahi demi balas dendamnya.
View MoreGery tidak tahan lagi melihat dua orang bodoh itu. Tampangnya begitu menyedihkan, tapi tidak berhasil membuat Gery merasa iba. Rasa marah, dendam, benci bersatu menjadi satu.
"Aku berani jamin kalau ayahku tidak bersalah." suara itu terdengar gemetaran.Suasana di ruang pengadilan semakin memanas. Ruangan yang memang sudah dilengkapi dengan alat pendingin, sama sekali tidak bisa membuat siapapun orang yang berada di dalamnya merasa nyaman dan tenang. Merasa sebagai korban yang telah kehilangan, Gery terus saja mendesak pelaku supaya benar-benar mengakui kesalahannya, meskipun sedari tadi terus menyangkal.Amora Atmaja, atau biasa dipanggil Amora. Dia berdiri tegak memberi kesaksian bahwa dirinya tetap menyangkal tidak terlibat dalam kecelakaan tersebut."Ayahku bukan pembunuh! aku sebagai saksi di sini!" suaranya menggelegar mesti terdengar genetaran. Amora beserta ayahnya yang saat itu tengah mengendarai mobil, tiba-tiba saja diserempet oleh mobil lain dan kemudian mobil dirinyalah yang pada akhirnya menabrak mobil si korban yang telah meninggal. Korban yang tak lain adalah kekasih Gery.Amora berkata dengan lantang tanpa takut untuk membela dirinya dan sang ayah. Meski kesempatan menang sangat sedikit, Amora tetap mencoba demi mempertahankan kebenaran.“Bukti apa yang bisa kau tunjukkan pada kami, ha?” Gery menyalak. Di belakangnya, Dion berkedip—memberi kode supaya tetap tenang.Sudah sekitar satu jam persidangan berlangsung, pada akhirnya hakim ketua pun memutuskan. Seperti apa yang terjadi pada setiap drama sebuah pertelevisian, sebagai orang yang hidup di bawah rata-rata pada akhirnya akan kalah. Persidangan dimenangkan oleh pihak Gery. Bukan seratus persen dimenangkan, melainkan ayah Amora tetap ditahan, akan tetapi Amora diberi kesempatan untuk mencari bukti.Nampaknya bukti dari Gery pun tidak terlalu cukup kuat untuk menjebloskan ayah Amora ke dalam penjara selamanya.“Tuan!” panggil Amora pada Gery yang hendak masuk ke dalam mobil. Amora berlari mengejarnya. “Boleh aku bicara?”Gery mendecih sambil melirik ke arah Amora yang tampilannya begitu sangat sederhana. “Mau bicara apa kamu? Jangan pikir aku berubah pikiran untuk mengeluarkan ayahmu!”Amora lantas memejamkan mata dan menarik nafas panjang sebelum bicara kembali. “Berikan waktu aku untuk bicara, Tuan”Gery yang awalnya acuh, mendadak risih melihat kedua mata Amora yang berkaca-kaca. Wanita itu perlahan membuat Gery merasa iba.“Bicara saja seperlunya,” kata Gery kemudian.Mereka bertiga berbicara di dalam sebuah kafe. Duduk saling berdekatan, tentunya dengan tatapan aneh masing-masing.Baru juga mulai berbicara, Amora tiba-tiba menangis dan menangkupkan kedua tangan di depan dada. “Aku mohon, Tuan. Bebaskan ayahku? Dia sama sekali tidak bersalah.”Amora sedang memohon sambil menangis. Gery dan Dion yang terkejut dengan apa yang dilakukan Amora, sempat saling pandang sebelum kemudian menoleh ke beberapa pengunjung lain.“Hei! Kau ini apa-apaan! Kenapa malah menangis!” hardik Gery.“Tolong, Tuan. Ayahku sama sekali tidak bersalah. Biarkan dia bebas.” Amora tetap memohon.Tiba-tiba, Amora mengusap air matanya dan duduk tertegak. “Atau Tuan bisa melakukan apapun padaku, asalkan ayahku bebas.”Gery diam sejenak. Ia mengusap dagu seolah sedang memikirkan sesuatu hal yang lebih menarik. Dion yang mungkin sedikit paham dengan isi dari kepala tuannya itu, terlihat menggelengkan kepala saat saling tatap. Dion berharap Gery tidak melakukan apapun yang saat ini tengah mendarat di kepalanya.Seperti tak mempedulikan cegahan dari Dion, Gery menyeringai ke arah Amora. Kelima jarinya mendarat di atas meja, kemudian mengetuk meja bergantian.“Siapa namamu?” tanya Gery acuh.“A-Amora. Amora, Tuan,” jawab Amora gugup.“Berikan aku nomor ponselmu!”Buru-buru, Amora merogoh ponsel di dalam tas. Setelah berada di genggaman, Amora segera menulis beberapa digit nomornya. Kemudian meletakkannya di atas meja. Mendorong ponsel tersebut mendekat ke arah Gery.Dion segera mencatat nomor tersebut lalu coba menghubungi. Setelah nomor tersebut membuat ponsel Amora berdering, seringaian penuh arti itu terlihat lagi di wajah Gery.“Temui aku di kantorku!” Gery meletakkan sebuah kartu nama di atas meja. “Kalau kau tidak datang, kesempatan ayahmu bebas sangatlah sempit.”Amora meraih kartu nama tersebut dengan cepat dan buru-buru ikut berdiri. “Baik, Tuan.” Amora menunduk dan mengangguk beberapa kali.Di dalam perjalanan pulang, Dion yang sangat penasaran dengan rencana Gery pun bertanya.“Sebenarnya apa yang kau rencanakan?” tanya DionGery menangkup kedua telapak tangan di depan dada, kemudian menggerak-gerakan jarinya bergantian seperti kaki ubur-ubur. “Memenjarakan orang sepertinya nggak menarik, Ion.”Dion yang bingung menoleh sekilas. “Maksudmu?”Gery tertawa setengah menyeringai. Bisa dikatakan wajah Gery saat ini terlihat mengerikan.“Aku memikirkan sebuah rencana. Ya … mungkin saja rencana ini justru bisa menghukum mereka dengan sepadan.”Dion mulai mengerti dengan jalan pikiran Gery, tapi dia kurang paham dengan rencananya. Membebaskan orang dari Sel tahanan dalam keadaan hati mendendam, pastilah ada rencana dibaliknya.Sampai di rumah, Dion tetap tidak mendapatkan jawaban dari Gery. Gery hanya tersenyum dan menyeringai membuat Dion sangat penasaran. Di dalam otaknya, tengah Menyusun sebuah rencana yang pastinya akan membuat hatinya senang. Dia harus membuat orang yang membuat kekasihnya pergi untuk selamanya mendapatkan balasan.Rahang itu mengeras, bersamaan dengan mata yang terpejam menyimpan sebuah rasa yang amat dalam menusuk hati.“Kamu pulang saja, istirahat. Besok datang ke kantor lebih awal,” kata Gery pada Dion saat turun dari mobil.Setelah itu, Gery pun masuk ke dalam rumah. Sampai di atas teras, Gery melirik ke arah samping kiri. Di sana ada sebuah mobil berwarna merah yang terparkir.“Lina di sini?” gumam Gery.Penasaran, Gery pun masuk ke dalam rumah. Dan benar saja, di ruang tamu ada Lina dan mama yang sedang mengobrol.“Tuh, orangnya sudah datang,” kata Wenda sambil menunjuk ke arah Gery dengan pandangan mata.“Halo, Gery,” sapa Lina. “Aku mampir buat menemuimu.”“Ngobrol saja di kamarku.” Gery berlalu setelah berkata demikian.“Aku permisi, Bibi.” Lina berdiri dan menyusul Gery yang melangkah begitu cepat.“Pelankan langkahmu!” decak Lina. “Temanmu datang, tapi kau malah merenggut begitu.”Gery tetap diam hingga sampai di kamar. Merasa gerah, Gery melepas kemejanya kemudian melempar ke sembarang tempat. Di belakang Gery, Lina hanya menghela napas lalu memungut kemeja yang tergeletak di atas lantai.“Masih mikirin Tania?” tanya Lina. Kemeja yang ia pegang dilempar ke keranjang di dekat kamar mandi.Gery membantingkan tubuhnya di atas ranjang. “Tentu saja. Aku tidak mungkin jika tidak memikirkan Tania. Kau tahukan aku cinta mati sama dia.”Lina mendengus pelan. Wajahnya terlihat datar dan menunjukkan rasa ketidaksukaan dengan kalimat Gery.“Aku tahu …” Lina duduk di tepi ranjang sambil menyentuh kaki Gery yang masih terbalut celana jeans. “Tapi tidak baik kalau kau berlarut-larut dalam kesedihan.”“Kau pikir ini mudah?” salak Gery dan duduk tertegak. “Aku masih belum siap kehilangan!”“Siapa bilang kalau ini mudah?” kata Lina. “Tapi … kau hanya membuat Tania menderita dengan kesedihanmu.”Gery terdiam. Ia kemudian merobohkan lagi badannya di atas ranjang. “Lalu aku harus bagaimana?”“Lepaskan dia. Tania Tidak mau kau seperti ini. Kalau kau memang sayang dengan Tania, kau harusnya bisa berpikir ke depan. Jalani hidup seperti biasanya. Berhentilah merenung nggak jelas.”Suara kamar mendadak hening.***Setelah kejadian sudah berlalu, kini Gery dan Amora memutuskan untuk menghabiskan waktu bersama. Mereka berdua berlibur ke bali dengan tujuan menenangkan pikiran dan memadu kasih. Keduanya sadar betul, kalau dalam rumah tangga terkadang memang selalu memiliki masalah. Entah itu masalah yang ringan maupun berat sekalipun. Dan kini semua sudah usai. Nomor satu adalah saling percaya. "Kau suka?" tanya Gery pada Amora yang sedang begitu lahap memakan makanan laut. Dengan mulut penuh, Amora mengangguk. "Ini sangat enak." Gery tertawa kecil. Di sebuah restoran yang tidak jauh dari pantai, memang sangat cocok untuk menenangkan pikiran. Deburan ombak dan angin sepoi-sepoi yang terdengar, membuat suasana di sore hari begitu romantis. Selesai menyantap makanan, keduanya memutuskan untuk menuju bibir pantai. Berjalan menyusuri pasir yang basah, keduanya kini saling merangkul menunggu sang surya membenamkan diri untuk istirahat. "Aku senang karena semua sudah isai," kata Amora. Dua tanganny
Amora ingin marah dan pergi saja saat melihat adegan di dalam ponsel. Dadanya terasa terbakar dan ingin menangis. Namun, saat menoleh kearah Lina, Amora terpaksa tetap diam karena Lina menggenggam erat tangannya. Lina ingin Amora ada di sini sampai urusannya selesai.“Kau pikir dengan foto itu bisa membuktikan kalau Gery melakukan hal tak senonoh padamu?” cibir Lina. “Bagaimana mungkin ada orang yang mengambil gambar sedekat itu sementara kau dan Gery di sana? Ya, terkecuali kau sudah merencanakan dan menyuruh orang.”“Kau!” Belva melotot ke arah Belva.Menyadari Belva ketakutan, semakin membuat Lina ingin menyudutkannya. Wajah Belva yang mendadak gugup, juga membuat Wenda dan Abraham semakin yakin kalau Gery memang dijebak. Amora yang awalnya ingin sekali pergi, kini mulai penasaran dan ingin tahu kebenarannya.“Aku benar kan?” Lina tersenyum sambil mendengkus lirih.“Apanya yang benar!” salak Belva. “Apa kalian sedang mencoba mengeroyokku?” Belva bergantian menatap mereka semua
Amora hampir saja menjerit saat menyadari ada Gery di dalam mobil. Lina yang sudah mengira ini akan terjadi, segera menutup mulut Amora dengan telapak tangannya.“Tenang Amora,” pinta Lina.“Aku tidak bisa ikut,” kata Amora.Amora sudah hampir berbalik, tapi dengan cepat Lina menghalangi. “Kumohon Amora. Ikutlah dengan kami, kau harus tahu kebenarannya.”“Kau baik-baik saja Amora?” panggil Andy yang merasa curiga dengan keadaan di dalam mobil itu.Masih beruntung kaca mobil tidak terlalu terang di bagian luar, jadi posisi Gery di dalam mobil tidak terlalu terlihat jika kurang jeli.“Kumohon Amora.” Gery memohon sebelum Andy berjalan mendekat karena penasaran.“Aku baik-baik saja.” Amora menatap Andy. “Aku pergi dulu.”Andy yang memang merasa aneh, pada akhirnya berhenti dan membiarkan Amora masuk ke dalam mobil.Amora sudah duduk di jok belakang, sementara Gery menyetir. Beberapa kali Lina melirik kaca spion untuk melihat Amora yang duduk sambil bersandar dan membuang pandang
Keesokan harinya, Gery sudah bangun lebih awal. Dia sudah tidak sabar ingin segera bertemu dan menjemput sang istri pulang. Melihat wajah Gery yang sumringah saat di ruang makan, tentu membuat Abraham dan Wenda terheran-heran.“Kau sepertinya sedang bahagia, Ger?” tanya Wenda.Belum sempat Gery menjawab, Belva datang. Dia menyapa kedua mertuanya dan juga Gery. Wenda dan Abraham tersenyum tipis, sementara Gery acuh.“Aku mendadak kenyang,” kata Gery tiba-tiba. Gery hanya meneguk air putih lalu berdiri.Belva sudah mulai merasa tidak nyaman melihat sikap Gery pagi ini. Ditambah tentang ancaman Lina tadi malam. Ini pasti ada sesuatu yang sudah Gery tahu.“Sarapan dulu, Ger,” pinta Wenda.Gery berhenti melangkah lalu menoleh. “Aku tidak suka berdekatan dengan seorang pembohong!” tegas Gery. “Dan untuk ayah, Ibu, jangan percaya dengan omongan wanita itu. Dia hanya menjebakku.”Degh! Kini Belva yakin kalau Gery sudah tahu tentang kejadian malam itu yang sebenarnya memang tidak terjad
Lina sudah sampai di dalam kamar Gery. Ia masih penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi dengan Amora sampai jatuh sakit dan harus dirawat beberapa hari di rumah sakit.“Kau bertengkar dengan Amora?” tanya Lina.Gery melempar kemeja ke sembarang tempat lalu beralih memakai kaos oblong. “Tidak bertengkar, tapi ... ah, entahlah!” Gery nampak frustasi.Lina berdecak lalu mendorong Gery supaya segera duduk. “Tenangkan dirimu dulu. Bicaralah dengan tenang, mungkin aku bisa membantu.”Gery meraup wajah sambil mendesah. “Ini semua salahku. Mungkin ini karma karena aku dulu sudah membuat Amora menderita.”Lina tiba-tiba mendecih dan membuang muka. “Bukan dulu, tapi sekarang pun kau masih membuatnya menderita.”“Hey!” teriak Gery tiba-tiba. Lina sampai membelalak. “Kau datang mau memberiku solusi atau mau menyalahkanku.”“Ya, ya, maaf. Aku hanya kesal padamu,” sahut Lina.“Aku harus bagaimana sekarang?” Gery menengadah lalu tertunduk pasrah. “Aku tidak mau kehilangan Amora. Dan jug
Dokter mengatakan kalau keadaan Amora sudah baik-baik saja. Janin dalam kandungannya pun juga baik-baik saja. Menurut pemeriksaan dokter, Amora mengalami syok hingga perutnya terasa kram.Usai mendengar penjelasan dokter, Gery merasakan sekujur tubuhnya seolah sudah dihantam badai. Rasa bersalah muncul dan membuat dirinya seolah merasa tiada artinya.Hanya karena merasa takut kehilangan, Gery sampai membuang rasa percaya pada sang istri. Ini sangat salah. Sungguh salah.“Apa yang kau pikirkan sampai berbuat buruk pada Amora?” tanya Abraham.Di ruangan di mana Amora tengah berbaring, Gery tengah diinterogasi oleh ayah dan ibunya.“Aku hanya takut kehilangan dia, Ayah.” Jawab Gery seadanya. “Aku sangat takut sampai tidak tahu harus berbuat apa.”“Apa dengan begitu kau bisa tidur dengan Belva seenaknya?” salak Wenda. “Kau bilang mencintai Amora, tapi kau main di belakang bersama Belva. Astaga, Gery! Ibu tidak habis pikir kenapa kau bisa melakukan hal keji seperti itu.”Beberapa ka
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments