All Chapters of Sepuluh Ribu dari Suami Pelitku: Chapter 21 - Chapter 30
120 Chapters
Bab 21
"Secepatnya? Kamu yakin? Gimana sama semua rencana kamu?" "Aku bakalan persingkat semuanya, Bang. Mungkin juga bakalan aku lakuin setelah perceraian kami. Semuanya juga udah siap, nanti aku langsung bilang ke Mama dan Papa buat siapin pengacara. Yang pasti saat ini, aku ingin segera mengajukan surat cerai ke Mas Guntur."Bang Fino menganggukkan kepala. "Abang emang setuju sama rencana kamu yang kali ini, sih. Gak perlu lama-lama lagi mikirnya, karena si Guntur juga udah keterlaluan banget. Kamu gak bisa tinggal diam aja."Benar kata Bang Fino, aku memang harus bergerak lebih cepat. Itu urusan nanti, yang pasti saat ini, aku ingin segera mengajukan surat cerai ke pengadilan agama. Mas Guntur sudah sangat keterlaluan saat ini. Ini tidak bisa dimaafkan lagi, aku juga sudah muak dengan semua yang dia katakan. Lebih baik, aku segera mengajukan surat perceraian itu. "Yaudah, nanti kamu langsung bilang aja ke Mama dan Papa, jangan dekat dengan Putra tapi ya, nanti Putra dengar bisa bahaya
Read more
Bab 22
"Gila, kamu keren banget, Dek. Harusnya kamu dari dulu kayak gini, buat perhitungan sama si Guntur itu! Biar dia rasain semuanya dan biar dia gak macam-macam lagi sama kamu!"Aku menganggukkan kepala ke Bang Fino. Memang seharusnya sejak dulu aku sudah melakukannya, bukan malah baru sekarang. "Jadi, kita nungguin Ratih dan Nada di sini, Dek?" tanya Bang Fino membuatku menganggukkan kepala. "Iya, Bang. Mereka katanya lagi perjalanan ke sini. Kita nyamperin Putra sama Rumi dulu kayaknya."Bang Fino menganggukkan kepala, aku melangkah menuju ke meja yang ditempat oleh Putra dan juga Rumi. Pengacara tadi sudah pulang, karena katanya dia sedang terburu-buru juga. Aku menghela napas lega, tinggal memikirkan beberapa hal lagi dan juga tentunya memikirkan rencana untuk besok. "Halo, anak Mama." Aku tersenyum pada Putra yang langsung berdiri dan memelukku. Kami beberapa saat menjadi pusat perhatian. Aku langsung mengusap kepala Putra, kemudian kembali mengajaknya untuk duduk di kursi. Put
Read more
Bab 23
"Wah gila, akhirnya aku bakalan lepas juga dari Mas Guntur.""Iya. Setelah sekian lama kamu menderita. Kamu juga harus bahagia, Dek. Jangan pertahanin orang kayak Guntur lagi, gak ada gunanya."Benar kata Bang Fino, aku menganggukkan kepala, setuju dengan perkataan Abangku itu. Kami sedang perjalanan menuju ke rumah, aku menghela napas lega, menyenderkan punggung ke kursi mobil. "Eh iya, coba kamu hubungin si Reyza, gimana perkembangan dia ngelobby Ratih sama si Nada."Benar kata Bang Fino, aku langsung mengambil ponsel, kemudian berusaha untuk menghubungi Reyza, keningku terlipat ketika tidak terdengar nada sambung. "Gak aktif nomornya, Bang.""Eh? Serius? Dia kemana? Tumben amat ponselnya gak aktif."Entah, aku mengangkat bahu. Kan sejak tadi aku bersama Bang Fino, jadi mana aku tau kemana Reyza berada. "Yaudah deh, nanti aja kita urusin dia. Yang penting sekarang, kita tinggal ngurusin undangan palsu itu. Abang harap semuanya bisa beres dengan cepat."Aku juga berharap seperti i
Read more
Bab 24
"Wah, akhirnya usaha kita gak sia-sia, Mbak." Benar kata Rumi, sudah sejak lama aku menargetkan akan segera mengambil sertifikat berharga ini, tetapi belum bisa karena Mas Guntur pasti saja selalu ada di rumah. "Ya udah, sekarang waktunya tidur, Rum. Ini udah malam banget, kita harus istirahat buat besok."Rumi menganggukkan kepala, dia setuju dengan perkataanku barusan. "Makasih banyak udah mau bantu Mbak, Rum. Bahkan kamu juga yang bantu buat ngingetin Mbak soal ini.""Aman, Mbak. Yang penting sekarang, Mbak bisa ngelakuin semuanya dengan bebas. Kayak gini juga, kita bisa dengan mudah nguasain semuanya dan juga kita lebih cepat buat balas dendam."Aku tersenyum tipis. Benar kata Rumi, kami memang sudah mempunyai kunci dari Mas Guntur. Aku lega sekali rasanya. "Yuk, Mbak. Istirahat.""Lho, kalian abis ngapain? Belum tidur?"Kami langsung menoleh. Bang Fino rupanya, dia memegang gelas berisi air, aku tersenyum, kemudian menunjukkan map yang aku pegang. Bang Fino langsung mendekati
Read more
Bab 25
"Wih gila, jadi dia udah punya istri?" "Iya. Berarti ini pernikahan keduanya si Guntur ya? Tapi kayaknya dia gak ngasih tau istrinya deh.""Aduh, kalau saya sih bakalan marah banget jadi istri pertamanya. Enak aja kayak gitu."Terdengar bisik-bisik dari dekatku. Aku menghela napas pelan, melangkah menuju panggung. "Mana buktinya kalau kamu itu istri pertamanya Guntur?!" Terdengar teriakan dari bawah, aku langsung tersenyum tipis mendnegarnya. Dari layar yang sudah dipersiapkan untuk acara pernikahan ini, terlihat sebuah video. Video bukti yang menunjukkan kalau Mas Guntur tidak cocok disebut sebagai suami, mulai dari saat dia memberikanku uang sepuluh ribu. Ketika video itu, ramai sekali orang yang berteriak, karena ikutan tidak terima, apa lagi ibu-ibu yang datang. Aku langsung melirik tempat Mas Guntur duduk, wajahnya tampak memerah menahan malu, karena di situ jelas sekali. Begitu juga dengan Weni yang terlihat malu, sepertinya kalau bisa dia pergi dari tempat ini. "Itu adala
Read more
Bab 26
"Hah?! Kamu mau bercerai dari aku?"Mas Guntur tampak kaget sekali mendengar perkataanku barusan. Dia tampak tidak menyangka, padahal seharusnya dia bisa menebak apa yang aku katakan. "Enggak, enggak. Kamu pasti bercanda. Kamu gak bakalan mau cerai dari aku kan? Kita bisa perbaiki ini semua, Din." "Perbaiki?" Aku melebarkan mata, menatapnya. "Apa lagi yang harus diperbaiki, Mas? Kamu urus aja istri baru kamu, harusnya kamu itu fokus sama istri kamu, dia lagi dalam keadaan berduka!"Pria itu langsung menggelengkan kepala. "Tidak, aku tidak mau. Aku hanya ingin kamu, aku sayang dan cinta banget sama kamu, Din. Aku gak mau kehilangan kamu."Udah gila kali ya ini orang, aku menatapnya yang juga menatapku kesal, menyebalkan sekali sebenarnya. "Gara-gara Dina kaya? Jadi sekarang kamu membujuk dia? Kamu tidak mau kehilangan Dina karena Dina kaya raya kan?" tanya Nada membuat Mas Guntur terlihat tersinggung mendnegar apa yang Dina katakan barusan. "Enggaklah. Aku memang sayang sama Dina.
Read more
Bab 27
"Halah, gak jelas banget. Lebih baik kamu urus hidup kamu yang gak jelas itu! Orang aneh, gila!"Bang Fino langsung mematikan telepon, aku tertawa pelan mendnegarnya. "Mimpi kok ketinggian banget. Bisa-bisanya dia bilang kayak gitu pas udah kalah telak kayak gini. Dia mau neken kita? Gak bakalan bisa, manusia aneh." Bang Fino sepertinya sudah gemas sekali pada Mas Guntur. Aku dan Nada tertawa, tidak habis pikir dengan Mas Guntur yang sok-sokan bilang begitu. Memangnya dia punya apa bisa mengancam kami begitu? "Kayaknya dia udah kehabisan akal, maka nya bilang kayak gitu. Sok merasa masih punya kesempatan, padahal dia udah tau kalau dia itu udah kalah telak. Lagu lama banget." "Ya, begitulah sifat dia." Aku mengangkat bahu, memasukkan baju terakhir. "Terus sekarang rencana kamu apa, Dek? Jangan sampai dia terus-terusan mau neken kita.""Rencana aku?" tanyaku setelah selesai menutup koper, aku menoleh ke Bang Fino. "Iya. Kamu mau ngapain setelah ini?""Aku akan membuat Mas Guntur
Read more
Bab 28
"Hah?! Dipecat?" Mas Guntur tampak kaget beberapa saat, kemudian dia tertawa, membuat kami kebingungan. Aku mengernyitkan kening melihat dia. Dia kenapa? Apa yang dia lakukan? Kenapa dia malah tertawa, aneh. Sama seperti tadi malam juga nih, dia aneh sekali malah tertawa ketika aku bicara serius, dia kira aku sedang main-main, hah?!Aku, Bang Fino, juga Nada saling berpandangan. Sepertinya mental Mas Guntur sudah terganggu sampai tertawa begitu. Aneh sekali melihat dia, memang menyebalkan sekali. "Apa kamu bilang? Kamu mau pecat aku? Silakan saja, Din. Tapi jangan sampai kamu menyesal ketika kamu sudah memecat aku. Kamu gak bakalan dapat kesempatan kedua lagi." "Tunggu-tunggu." Bang Fino menyipitkan matanya, memperbaiki posisi duduk, kemudian menatap Mas Guntur serius. "Kamu serius bilang kayak gitu ke Dina? Kayak percaya diri banget gitu, seolah kamu itu bakalan menang dalam ini semua. Kamu pernah mikir kalau jadi kamu itu memalukan gak sih? Atau kamu gak pernah merasa malu jadi
Read more
Bab 29
"Menurut kamu, si Guntur berani melakukan itu gak sama Weni, Dek?" tanya Bang Fino sambil melirikku. Mana aku tau, aku menggelengkan kepala. "Aku gak tau, Bang. Aku gak pernah lihat Mas Guntur melakukan kekerasan. Ya, perlakuan dia yang paling buruk itu ngasih nafkah sepuluh ribu. Dia gak pernah melakukan kekerasan sama aku."Pernah juga sih dia membentak, tapi tidak pernah KDRT. Ah, sejak kemarin kami juga belum bertemu dengan Weni. "Apakah kamu sudah bertemu dengan Weni dari kemaren, Nad?"Nada menoleh ke aku, kemudian menggelengkan kepalanya. "Belum ada, Din. Dia juga kayaknya nutupin diri banget, ya mungkin karena aku juga udah bantuin ngacauin acaranya, jadi dia gak mau buat hubungin aku dulu kali ya."Ah, entahlah. Aku juga bingung apa yang sebenarnya terjadi. "Kalau sampai benar si Guntur KDRT ke Weni, apa alasannya? Kita juga gak punya bukti buat bantu laporin ke polisi.""Enggak, enggak. Jangan." Aku menatap Nada yang baru saja mengatakannya. Bang Fino juga mengernyitkan
Read more
Bab 30
"Astaghfirullah." Aku menjatuhkan testpack itu, tidak sanggup melihatnya. Badanku lunglai, mundur sampai mentok oleh tembok. Aku menelan ludah, tubuhku yang bersandar di tembok langsung merosot. Astaga, garis dua di sana. Sesuatu yang tidak aku inginkan dan tidak aku sangka. "Mbak." Terdengar ketukan dari luar. "Udah kelar belum, Mbak? Gimana hasilnya?" Rumi masih mengetuk pintu, aku menutup telinga. Apa yang harus aku lakukan sekarang dengan testpack ini? Setelah beberapa menit berusaha untuk menenangkan diri sendiri, aku akhirnya beranjak. Mengusap air mata, kemudian melangkah keluar dari kamar. Kakiku masih gemetar rasanya, aku tidak sanggup. "Ya ampun, Mbak. Mbak kenapa nangis kayak gitu? Benar-benar kacau keliatannya. Astaga." Rumi membantuku untuk duduk di tempat tidur. "Mbak kenapa? Tarik napas dulu, mau minum? Atau aku panggilin Bang Fino aja biar Mbak lebih tenang? Siapa tau Mbak bisa lebih tenang."Buru-buru aku menggelengkan kepala mendengar perkataan Rumi. Kenapa ja
Read more
PREV
123456
...
12
DMCA.com Protection Status