All Chapters of Putra Tersembunyi sang Presdir: Chapter 61 - Chapter 70
126 Chapters
Satu Ranjang
“Putus? Tapi kenapa tiba-tiba kau ingin mengakhiri hubungan kita? Apa yang sudah aku lakukan sampai kau ingin kita putus.” Nessie menggeleng, menolak permintaan Mahesa untuk mengakhiri hubungan.“Maaf, Nessie. Tapi aku pikir, kita tidak akan cocok. Kalau pun kita menikah, pernikahan kita tidak akan berjalan mulus ke depannya. Jujur, sampai detik ini aku sama sekali tidak merasakan ada sedikit saja perasaan saat dekat denganmu. Aku tidak bisa memaksa diriku untuk mencintaimu,” jelas Mahesa.Wajah Nessie telah memerah. Jelas saja Nessie tak terima diputuskan begitu saja. Selama ini Nessie telah dengan sabar menunggu Mahesa menikahinya. Lalu saat rencana pernikahan sudah ada di depan mata, tiba-tiba lelaki itu mengatakan ingin hubungan mereka berakhir saja.“Padahal aku sudah menyerahkan seluruh hatiku. Aku sangat mencintaimu melebihi apa pun. Bahkan melebihi diriku sendiri. Tapi kenapa kau sampai tega ingin hubungan kita
Read more
Akan Bertanggung Jawab
“A-apa yang sudah kita lakukan semalam?” Mahesa kembali menurunka selimutnya, kemudian bertanya pada Nessie yang masih menangis sesenggukan sambil meremas bagian depan bathrobe yang ia kenakan.“Nessie, jawab aku,” pinta Mahesa saat Nessie terus saja menangis.“Kita, semalam, seharusnya kita tidak melakukan itu.” Nessie menatap Mahesa, lalu kembali menangis menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan.“Melakukan apa maksudmu? Jelaskan dengan benar! Tolong, jangan membuatku bingung.” Mahesa mendesak jawaban dari Nessie, meskipun sebenarnya hati kecilnya sudah menerka-nerka apa yang terjadi di antara mereka.“Kau tidak ingat sama sekali apa yang sudah kau lakukan padaku semalam?”Mahesa menggelengkan kepala. Bahkan sekeping ingatan pun tak ada di kepalanya.“Yang aku ingat, kita pulang dari restoran dan aku mengajakmu ke dalam mobilku karena aku akan mengantarmu pulang. Itu saj
Read more
Wanita Berhati Baik
Di sebuah rumah sakit, Riana berdiri di depan sebuah ruangan. Dokter telah memeriksa Aram dan memberitahukan hasil yang sangat menyedihkan pada Riana.Hingga Riana tak sanggup menahan air matanya. “Untuk saat ini, Dr. Aram butuh support dari orang-orang terdekatnya. Mungkin dia akan merasa hancur setelah mengetahui semuanya.” Begitulah ucapan dokter yang menangani Aram.Semua dokter di sana berjuang untuk kesembuhan Aram. Mereka menghormati Aram bukan hanya karena Aram juga seorang dokter di sana, tapi juga karena Aram lah pemilik dari rumah sakit itu.Kini, Riana duduk di samping ranjang Aram. Menggenggam hangat tangan kanan lelaki itu yang masih memejamkan matanya.“Kau harus kuat. Aku ada di sini bersamamu,” bisik Riana, membawa tangan itu ke bibirnya, kemudian mengecupnya dengan lembut.Pada saat yang bersamaan, mata Aram mengerjap perlahan, lalu terbuka. “Riana,” gumamnya sambil mengedarkan pandangan.Riana tersenyum melihat lelaki itu telah sadarkan diri.“Aku di sini.” Aram
Read more
Lelaki Tak Berguna
Berhari-hari kemudian, Aram sudah diperbolehkan untuk pulang ke rumahnya.Kenzie pun telah tahu soal apa yang menimpa Aram. Tentu saja bocah itu lagsung menangis setelah mengetahui bahwa Aram tak bisa berjalan lagi.“Tidak apa-apa, Om. Nanti kalau Om sudah terapi dan kaki Om sudah bisa jalan lagi, kita akan lomba lari.” Aram tersenyum mendengar Kenzie yang menghiburnya.Kini, mereka sedang berada di ruang keluarga yang ada di rumah Aram. Riana sibuk membantu memasak di rumah itu, kemudian menghidangkannya di atas meja makan.Setelahnya, Riana menghampiri Aram sambil memberikan secangkir teh hangat.“Hati-hati. Tehnya masih panas.”“Terima kasih, Riana.” Aram menerimanya sambil melempar senyum tipis.Riana mengangguk, tersenyum dan duduk di sofa yang ada di samping kursi roda yang Aram duduki.Perlahan Aram menyesap teh itu, kemudian ia tersenyum.“Apa pun yang dibuat oleh tanganmu selalu terasa enak,” komentar Aram. Riana tersenyum lagi. Sementara Kenzie berlari ke mobil Aram untuk
Read more
Bertemu di Taman Kota
Kenzie tersenyum lebar saat mobil Mahesa berhenti di hadapannya.Mahesa menurunkan kaca mobilnya dan membalas senyum sang anak.“Sudah lama menunggu, Tuan kecil?” tanya Mahesa, bercanda.“Lumayan.”“Maaf. Tadi Papa bertemu klien dulu.”“Tidak apa-apa. Papa jadi mau ajak aku jalan-jalan ke taman kota, ‘kan?” tanya Kenzie, melebarkan senyumnya. Mahesa tertawa pelan saat bocah itu masih saja mengingat janji yang ia ucapkan.Ya! Kemarin saat Kenzi mengeluh bosan dan ingin jalan-jalan ke suatu tempat berdua saja dengan Mahesa, Mahesa pun menyanggupi dan berjanji akan mengajak bocah itu jalan-jalan sambil makan es krim di dekat air mancur.“Of course. Tidak mungkin Papa akan lupa pada janji Papa. Ayo cepat masuk ke mobil!” “Yeay! Oke Pa!” Kenzie berseru senang mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi. Membuat Mahesa terkekeh sambil geleng-geleng kepala melihat tingkah anaknya.Mobil itu pun meluncur di jalan raya, terus melaju menuju tujuan mereka. Yaitu taman.Sesuai janjinya, Mahesa mem
Read more
Tidur di Ranjang yang Sama
Pagi ini Riana datang ke rumah Aram untuk mengantarkan masakan buatannya.Meskipun di rumah Aram ada beberapa pembantu yang bisa membuat hidangan apa pun, namun Riana tahu kalau Aram lebih menyukai masakannya.“Kau jadi berangkat ke Jerman, lusa?” tanya Riana pada Aram, sambil tangannya menuangkan makanan di piring.Aram sendiri duduk di kursi roda, namun posisinya menghadap meja makan.“Jerman?” ulang Aram. “Iya. Bukannya lusa adalah jadwalmu berangkat ke Jerman dengan asistenmu untuk melakukan terapi di sana?” Riana mengingatkan.Aram tersenyum hambar, kemudian mengangguk.“Benar. Aku akan berangkat lusa nanti.” Senyum di wajah Aram menyiratkan kepahitan.Sambil melahap makanannya, Aram melamun sendiri.“Bagaimana aku memberitahu Riana kalau sebenarnya kepergianku ke Jerman hanya akan membuahkan kesia-siaan. Semua terapi yang akan kulakukan nanti akan percuma karena kakiku lumpuh selamanya,” batin Aram bingung. “Kau harus semangat. Aku akan membantu membereskan barang-barangmu ke
Read more
Terpaksa Ikut dengan Mahesa
Mahesa menatap Riana, dan Riana langsung kembali menggelengkan kepalanya dengan tegas.“Tetap tidak boleh, Kenzie. Papa Mahesa tidak boleh menginap di rumah kita. Sebaiknya biarkan saja dia menunggu hujannya agak reda,biar dia bisa pulang dan membawa mobilnya ke bengkel,” kata Riana yang kemudian membuat Kenzie kembali menghembuskan napas kecewa.“Mama tega sekali. Dia mau Papa pulang, padahal hujannya sangat deras di luar sana.” Kenzie memanyunkan bibir.“Sudahlah, Papa tidak apa-apa. Lagipula Papa memang sudah berniat akan pulang kok. Jadi, jangan cemas. Oke?” Kenzie mengangguk, kemudian Mahesa memeluknya.Riana menatap dua lelaki berbeda generasi itu yang saat ini sedang berpelukan. Hatinya sebenarnya merasa tidak tega juga pada Mahesa.Riana tahu sederas apa hujan di luar sana.Namun, ada janji pada Aram yang harus ia pegag teguh. Juga Mahesa bukankah suaminya, tidak akan baik rasanya jika lelaki itu menginap di rumahnya meski hanya satu malam.Sampai kemudian Mahesa mendapat telp
Read more
Nyaris Menciumnya
“Kita akan pergi ke mana? Kau belum memberitahuku ke mana kau akan membawaku, Mahesa?” tanya Riana pada Mahesa yang saat ini sedang sibuk mengemudikan mobilnya. Sembari matanya lurus menatap pada jalanan yang terhampar di depan sana.“Mahesa? Ke mana hilangnya panggilan ‘tuan’ seperti saat kau memanggilku ‘tuan’ di restoranku?” Mahesa menoleh, melempar senyum mengejek.Riana memutar bola mata.“Aku hanya memanggilmu ‘tuan’ saat kita sedang berada di area restoran. Tapi sekarang aku tidak sedang bekerja, jadi aku tidak perlu seformal itu.”“Wow. Aku senang dengan sikapmu yang berterus terang, Riana,” ejek Mahesa lagi.“Terserah kau saja. Kau belum menjawabku, kau mau mengajakku pergi ke mana?” Riana melipat kedua tangannya di depan dada.Sementara matanya menyipit pada Mahesa.Bukannya menjawab, Mahesa malah mengedikan bahu.“Kau akan tahu sendiri setelah kita sampai di tempat itu.”Alhasil, bibir Riana manyun lima senti karena lelaki di sampingnya masih saja merahasiakan ke mana dia a
Read more
Rekreasi bersama Orang Tua
Malam ini, Riana diantar pulang oleh Mahesa dikarenakan tidak ada satu pun angkutan umum yang lewat saat Riana sudah menunggu di pinggir jalan selama nyaris setengah jam.Dan kini, mobil Riana sampai di depan pelataran rumah wanita itu.“Terima kasih sudah mengantarku pulang,” ucap Riana sambil membuka sabuk pengaman yang membelit perutnya.“Terima kasih juga karena sudah menemaniku ke panti asuhan hari ini,” balas Mahesa, seraya melemparkan senyum manisnya pada Riana.Riana terdiam. Enggan membalas senyum itu. Sebab, entah mengapa jantungnya malah terus berdetak cepat tak karuan.Mereka berdua pun sama-sama turun dari mobil. Kening mereka berkerut melihat Kenzie yang keluar dari rumah dan berdiri di depan pintu sambil berpangku tangan.“Mama dan Papa habis darimana?” tanya bocah itu yang lantas menumbuhkan kernyitan di alis orang tuanya.“Darimana apanya? Tentu saja Mamamu baru pulang dari restoran tempat kerjanya,” jawab Mahesa.“Tapi saat aku akan pulang sekolah, aku mendengar ayah
Read more
Wajah Cantik Riana Memukau Mahesa
Riana akan menolak, namun Kenzie malah menggoyangkan tangannya dan memohon.“Mama ikut naik juga ya! Aku mau dengan Mama. Mau ya, Ma,” pinta Kenzie.Wajah memohon bocah itu tentu saja membuat Riana tak tega melihatnya.Meski tidak ingin, akhirnya Riana pun menganggukan kepala sembari mengusap rambut Kenzie yang hitam legam.“Oke, Mama akan naik juga.”“Horee!” Kenzie berseru senang. Sementara Mahesa mengusap dadanya seraya menghembuskan napas lega.*** Tiba saatnya giliran mereka naik bianglala yang tingginya cukup membuat detak jantung Mahesa berdegup tak karuan itu. Mahesa dan Riana naik di kursi bianglala yang sama. Sementara Kenzie berada di tengah-tengah mereka. Ketiganya telah mengenakan sabuk pengaman agar tidak ada yang jatuh.“Kenapa wajah Papa pucat sekali? Bianglalanya ‘kan belum berputar.” Kenzie bertanya, menoleh ke arah wajah ayahnya yang tampak tegang dan pucat pasi.“Eh, siapa yang pucat? Papa biasa saja. Itu hanya perasaanmu.”“Serius Papa tidak akan turun? Nanti k
Read more
PREV
1
...
56789
...
13
DMCA.com Protection Status