Mahesa pikir dirinya tidak akan pernah jatuh cinta lagi setelah kekasihnya meninggal dalam kecelakaan bersamanya, hingga Mahesa terlibat one night stand dengan seorang pengantar pizza cantik bernama Riana. Tanpa ia sadari, wanita itu pun hamil anaknya, hingga dikucilkan oleh keluarganya! Lantas, bagaimana reaksi Mahesa kala bertemu dengan anak yang sangat mirip dengan dirinya waktu kecil setelah enam tahun berlalu?
View More“Riana, ada 10 loyang pizza yang harus kamu antarkan segera ke lima alamat berbeda, tapi dahulukan pesanan atas nama Tuan Mahesa,” titah sang manajer, ” beliau adalah pelanggan setia kita.”
“Baik, Pak.”
Dengan segera, Riana pun bersiap lalu mengerjakan apa yang diperintahkan oleh atasannya itu
Namun, begitu tiba di depan rumah mewah sang pelanggan setia, pelanggan terhormat itu tampak tak juga membuka pintu meski bell ditekan berulang kali.
Ketika Riana melihat pintu yang sedikit terbuka, ia pun memutuskan untuk masuk saja ke dalam ruang tamu.
"Permisi!" teriaknya.
Sayangnya, tak ada sahutan.
Mengingat perintah sang atasan, Riana tak ingin ambil resiko. Jadi, ia memutuskan untuk berteriak lebih kencang, "Permisi, Tuan Mahesa. Saya dari Pizza Delicious mau mengantarkan pesanan Anda."
Lagi-lagi, tak ada sahutan.
"Jangan-jangan tidak ada siapapun di rumah ini?" gumam Riana bingung.
Ia pun meletakkan kotak pizza di meja tamu dan hendak pergi.
Namun, langkah Riana tiba-tiba terhenti saat mendengar suara langkah kaki dari anak tangga.
Perempuan itu terkejut karena seorang lelaki tampan dengan bola mata sebiru laut miliknya, kini berdiri tepat di hadapannya.
"Engh, maaf karena sudah lancang masuk ke rumah Anda, Tuan. Tadi, aku sudah mencoba menekan bell berulang kali, tapi tidak ada yang keluar. Aku ke sini untuk mengantar pizza pesanan Anda."
Dengan sedikit gugup karena lancang masuk ke rumah orang, Riana pun menunjukkan kotak pizza yang dibawanya.
Untungnya, pria bernama Mahesa itu hanya memperhatikan Riana selama beberapa detik, kemudian segera menerima pizza.
Riana tersenyum tipis.
Ia mengira Mahesa akan memberikan uangnya. Akan tetapi, sungguh di luar dugaan, Mahesa tiba-tiba melempar kotak pizza itu ke atas meja ruang tamu dan kini tangannya berada di kedua lengan Riana.
"T-tuan... "
"Erika, kau begitu cantik. Aku senang kau datang. Aku merindukanmu."
Sentuhan jemari Mahesa yang membelai pipinya, membuat Riana bergidik dan panik.
"Lepaskan! Jangan lancang! Aku bukan Erika!" teriak Riana sembari menepis kasar tangan Mahesa.
Hanya saja, gerakan Mahesa lebih cepat. Ia menarik tubuh Riana hingga berada di dalam dekapannya.
"Jangan pergi lagi! Aku sangat mencintaimu."
"Sudah kubilang aku bukan Erika! Lepaskan aku! Tolooong!"
Dalam posisi sedekat ini, Riana bisa mencium bau alkohol dari mulut Mahesa.
Bersusah-payah Riana berusaha melepaskan diri, namun tentu saja tenaganya tak sebanding dengan Mahesa.
"I want you tonight, Baby," bisik Mahesa yang makin membuat Riana bergidik ngeri.
"Jangan! Aku mohon! Biarkan aku pulang!"
Meski Riana terus berteriak, menangis dan memukuli dada Mahesa, lelaki itu seakan tak peduli.
Tak lama, bibir yang masih murni itu kini dijamah oleh seorang lelaki.
Hati Riana hancur bersamaan dengan saat dimana Mahesa merenggut keperawanannya.
Sungguh, ia menyesal. Mengapa Riana harus mengantarkan pizza ke rumah lelaki brengsek yang mengambil kesuciannya?
*****
"Laki-laki brengsek! Dasar lelaki jahat! Dia sudah merenggut kesucianku." Riana memaki lelaki bertubuh jangkung dengan kulit sewarna madu yang saat ini sedang tidur telungkup di atas ranjang.
Sambil menyeka air mata, Riana melayangkan pandangan tajam dan penuh kemarahan.
Kesuciannya telah dinodai oleh Mahesa, lelaki yang bahkan baru pertama kali bertemu dengannya.
Dan, kini Riana hanya bisa menangisi kejadian semalam.
Ia merasa begitu terhina dan merasa seperti perempuan murahan.
Mahesa bahkan langsung tertidur pulas setelah mendapat kepuasan.
"Engghh ... " Mahesa bergumam pelan dalam tidurnya. Membuat Riana sontak mengangkat kepala dan panik.
Kejadian semalam membuat Riana trauma.
Ia harus bergegas pergi sebelum lelaki itu bangun dan kembali menyentuhnya.
Secepat mungkin Riana berpakaian, lalu melirik tajam sebentar ke arah Mahesa yang masih tertidur, sebelum akhirnya pergi meninggalkan rumah itu.
Dugaan Riana tak meleset.
Tak berselang lama, Mahesa tampak terbangun sambil satu tangannya meraba ke sisi tempat tidur.
Saat menyadari tempat tidur itu kosong, Mahesa pun beringsut duduk dan terkejut sebab hanya ada dirinya saja di dalam kamar itu.
"Erika?" Pandangan Mahesa berpendar ke sekeliling.
Helaan napas berat seketika keluar dari mulutnya setelah sadar jika kekasihnya telah meninggal.
"Lalu siapa yang tidur denganku tadi?" gumam Mahesa mengingat kejadian semalam.
Pria itu menyugar rambut frustasi. Tapi, matanya berhenti di satu sudut.
Ada sebuah topi berwarna merah yang tergeletak di lantai kamarnya.
"Aku seperti tidak asing dengan warna topinya?"
Segera, Mahesa turun dari tempat tidur dan memungut topi dan membaca bordiran di atasnya.
"Delicious pizza?!" paniknya, "apakah itu berarti tadi aku ... "
Merasa harus memastikan sesuatu, Mahesa pun segera ke ruang kerjanya untuk memeriksa kamera CCTV.
Di sana, ia melihat seorang pengantar pizza yang masuk ke ruang tamu rumahnya. Namun, kejadian berikutnya membuat Mahesa langsung terhenyak kaget. Dalam pengaruh alkohol, ia langsung memaksa menyentuh wanita itu dan membawanya ke kamar.
"Sial! Tidak salah lagi. Aku memang sudah menyentuhnya," decak Mahesa sambil mengacak rambut.
"Siapa yang kau sentuh?"
Mahesa sontak menoleh ke arah ambang pintu dan menemukan Leo, sekretaris yang juga sahabatnya, tengah berdiri penasaran di sana.
"Apa kau baru saja bercinta dengan seseorang? Kali ini, model dan aktris mana yang berkencan denganmu, Tuan Mahesa?"
Leo melangkah menghampiri Mahesa sambil membenamkan kedua tangannya ke dalam saku celana.
Melihat itu, Mahesa pun menggelengkan kepalanya malas. "Aku tidak sedang kencan dengan siapa pun!"
"Lalu? Kau bilang tadi kau baru saja menyentuh seorang wanita? Wanita mana yang kau maksud?" tanya sekretarisnya itu bingung.
"Aku tidak tahu siapa dia. Yang aku ingat, semalam itu aku mabuk berat. Aku mendengar suara wanita dari lantai bawah dan saat aku menghampirinya, yang terlihat dalam mataku dia adalah Erika. Akhirnya, aku menyentuhnya.”
“Tapi setelah terbangun, kau baru sadar kalau kau menyentuh orang lain?” interogasi Leo yang dijawab dengan anggukan cepat oleh Mahesa.
“Dia wanita pengantar pizza. Entah bagaimana dia datang ke rumahku, padahal aku tidak merasa memesan apa pun."
"Pizza?” panik Leo, “tunggu, apa wanita itu masih perawan?"
Sejenak Mahesa terdiam, seperti sedang memikirkan sesuatu. Lalu ia pun mengangguk setelah mengingat ada noda merah di atas sprei miliknya.
"Astaga,” ujar Leo, “sebenarnya, akulah yang memesan pizza untukmu."
Mahesa sontak menatap tajam Leo. "Jadi, kau yang membuat wanita pengantar pizza itu datang ke rumahku?"
Segera, ia menyambar kerah kemeja Leo dengan kasar.
Ia marah karena ternyata semua masalah ini bermula dari Leo yang memesankan pizza untuknya.
Panik, Leo pun menahan tangan Mahesa. "Dengarkan aku dulu. Aku sama sekali tidak bermaksud apa-apa. Aku khawatir karena sejak kemarin pagi, kau tidak mau menyentuh makananmu. Jadi, kupikir sebaiknya aku memesan pizza dari toko favoritmu saja. Tapi, yang terjadi justru di luar dugaan."
Mahesa lalu melepaskan cengkraman tangannya dari kerah kemeja sekretarisnya itu dengan menghempaskannya kasar, hingga Leo hampir jatuh.
"Pertama kalinya aku tidur dengan seorang wanita yang masih perawan. Dan sialnya, aku tidak memakai pengaman," gerutu Mahesa sembari memijat keningnya dan melihat monitor CCTV yang masih memperlihatkan wajah wanita pengantar pizza itu.
"Bagaimana jika wanita itu hamil?" lanjutnya.
"Tuan, kau hanya melakukannya satu kali, 'kan? Belum tentu langsung jadi bayi,” ucap Leo menenangkan, “jangan khawatir, aku akan mencari wanita itu ke tempat kerjanya dan memberikannya uang sebagai permintaan maaf karena kejadian itu."
Sesaat Mahesa terdiam seakan meresapi perkataan Leo. Tapi, kemudian Mahesa mengangguk setuju dengan ucapan sekretarisnya.
Ya, mereka hanya melakukannya satu kali, belum tentu percintaan semalam akan membuat wanita pengantar pizza itu hamil.
"Kau benar. Berikan saja dia uang, lalu suruh dia melupakan apa yang baru saja kulakukan," perintah Mahesa.
Pria itu pun melangkah ke arah sofa di sudut ruangan dan duduk di sana.
Namun, matanya menatap lekat pada bingkai foto yang berdiri di atas nakas–foto Erika, kekasihnya yang meninggal dua tahun lalu, tampak tersenyum manis.
Meski sudah berlalu cukup lama, kepergian Erika masih menyisakan luka yang mendalam di hati Mahesa.
Andai saja dalam kecelakaan mobil itu Mahesa ikut mati bersama kekasihnya, mereka bisa bersama. Sayang, takdir malah membawa pergi kekasihnya dan menyisakan dirinya saja yang selamat.
Mahesa menyugar rambutnya kasar. “Aku tidak akan mau memiliki keturunan selain darimu, Erika.”
“Kalau begitu tunggu apa lagi? Ayo masuk!” Mahesa mempersilakan Nessie masuk ke dalam mobilnya.Nessie tersenyum dan duduk di kursi belakang bersama pengasuh dan Andra.Tentu saja Nessie mendekap Andra di atas pangkuannya. Tak sedikit pun Nessie berniat memberikan Andra kepada pengasuh yang duduk di sampingnya.Mobil Mahesa lantas melaju meninggalkan lapas dan merambat di jalan raya.Seulas senyum tipis tersungging di bibir Riana. Sambil tangannya mendekap punggung Anna yang kini tertidur di atas pangkuan, Riana mendesah lega dalam hati.“Aku senang melihat Nessie dan Andra tersenyum sebahagia itu,” batin Riana.***“Ayo Pa! Lempar bolanya ke mari!” Kenzie berseru pada Mahesa yang berdiri cukup jauh di hadapannya.Sedangkan Kenzie sendiri duduk di atas pelampung bebek warna kuning dan mengangkat kedua tangannya ke atas, bersiap menyambut lemparan bola dari Mahesa.Saat ini ayah dan anak itu sedang bermain bola di dalam kolam renang. Sesekali tawa mereka akan terdengar sampai ke teling
Momen yang sangat Riana tunggu-tunggu selama ini adalah momen kebebasan Nessie dari dalam penjara.Dan hari ini Nessie akan bebas. Dengan segera Riana bersemangat mendandani Andra dan memakaikan baju terbaik untuk balita tersebut.Bahkan Riana mengemasi barang-barang Andra serta pakaiannya ke dalam koper.“Sayang, kau sudah siap?” tanya Mahesa yang masuk ke dalam kamar dengan penampilannya yang sudah rapi dengan stelan kemeja berwarna biru tua.Sementara Riana sendiri tampak manis dengan celana jeans pensil dan baju kaus biru muda yang dipadukan dengan cardigan putih.“Sudah. Sekarang aku hanya tinggal menyisir rambut Andra. Sebentar lagi dia akan siap,” kata Riana sambil menyisiri rambut Andra yang duduk di atas pangkuannya.Karena masih balita dan sedang aktif-aktifnya, terkadang Andra tak bisa diam hingga membuat Riana sedikit kesulitan saat menyisir rambut bocah itu.“Tahan ya, sayang. Biar Tante rapika dulu rambutnya.”Bibir Mahesa mengulum senyum memperhatikan istrinya yang tela
Malam hari, Mahesa mencari keberadaan istrinya yang entah berada di mana. Mahesa terbangun dilarut malam dan keningnya berkerut saat tak menemukan Riana di sampingnya. "Riana? Sayang, kau di mana?" Mahesa memanggil, ragu-ragu saat mengeraskan suaranya karena takut anak-anak itu akan terbangun mendengar teriakannya. "Oekk ... Oekk ... " Suara tangisan balita terdengar dari arah kamar Anna. Hal itu membuat langkah Mahesa terhenti. "Anna bangun?" segera Mahesa memutar langkahnya menuju kamar putri keduanya. Begitu membuka pintu kamar, Mahesa langsung berseru memanggil nama anaknya. "Anna!" "Aaakhh!" kedatangan Mahesa yang tiba-tiba membuat Riana memekik terkejut sambil menutupi dadanya yang tadi sempat ia keluarkan karena akan menyusui Anna. Namun setelah tahu yang masuk ke kamar Anna adalah Mahesa, Riana pun tidak lagj menutupi dadanya dan kembali melanjutkan menyusui Anna. "Kau datang membuatku terkejut." Riana berkomentar. Mahesa menutup pintu kamar, lalu melangkah mengham
Masih berada di rumah Aram, Riana turun ke lantai bawah dan berkeliling sejenak seolah sedang bernostalgia melihat-lihat kembali isi di dalam rumah tersebut.Riana ingat dulu dirinya seringkali berkunjung ke rumah Ara, bersama Kenzie. Ternyata isi rumah tersebut sudah banyak berubah. Termasuk letak beberapa furniture yang diubah sedemikian rupa."Lukisan itu?" dari sekian banyak benda yang ada di penjuru rumah Aram, perhatian Riana justru terpaku pada sebuah lukisan kuno yang menampilkan gambar seorang nenek tua yang sedang duduk manis di kursinya. Nenek tua itu mengenakan selendang berwarna abu yang telah pudar, serta kain jarik sebagai penutup kakinya yang telah keriput. Sementara rambutnya yang telah berubah dibiarkan tersanggul ke belakang. "Ini adalah lukisan kesayangan Bu Risma," gumam Riana sedih sambil menyapukan jemarinya pada permukaan lukisan yang terpajang rendah di dinding ruang tengah."Aku tidak percaya kau masih mengingatnya, Riana. Kau masih ingat dengan lukisan kes
Setelah sarapan, Mahesa langsung mengabari Leo bahwa ia akan berangkat ke kantor sangat siang. Mahesa meminta Leo untuk menghandle sedikit pekerjaannya sampai Mahesa sendiri tiba di sana.Begitu Leo menyanggupi, Mahesa pun mengakhiri teleponnya dan masuk ke dalam mobil, dimana Riana yang menggendong Anna dan seorang pengasuh yang menggendong Andra sudah berada di dalam mobil tersebut.“Kita mau belanja di mall mana, sayang?” Mahesa bertanya pada Riana yang duduk di sampingnya.“Mall mana saja. Aku tidak masalah.”“Bagaimana kalau di mall yang dekat dengan kantorku” Mahesa bertanya lagi.Riana mengangguk setuju.Riana tahu kalau mall yang dekat dengan kantor Mahesa adalah mall terbesar yang ada di Jakarta. Namun Riana tidak menolak saat Mahesa menawarkan pergi ke mall tersebut.Sebab lelaki itu tidak akan keberatan meski Riana berbelanja sepuasnya di sana.Sejurus kemudian, mobil Mahesa pun tiba di baseman mall. Riana menggendong Anna turun dari mobil setelah Mahesa membukakan pintu mo
“Sayang! Sayang!” pagi ini Mahesa berseru memanggil-manggil istrinya.Lelaki itu baru keluar dari kamar mereka namun sudah heboh mencari Riana seperti ingin menyampaikan sebuah berita baik.Seruan Mahesa yang lantang tentu saja sampai di telinga Riana yang sedang menata sarapan di atas meja.“Aku di sini.” Riana balas berteriak.Segera Mahesa mempercepat langkahnya menghampiri sang istri.“Selamat pagi!” lelaki itu mendaratkan ciuman singkat di pipi kanan Riana.“Pagi,” balas Riana sambil tersenyum tipis. Tangannya sibuk menata makanan.“Pagi-pagi begini sudah heboh mencariku. Tidak biasanya. Aku yakin kau belum cuci mukamu, kan? Ada apa?” tanya Riana.Mahesa yang mendengar ucapan istrinya itu spontan menyentuh wajahnya yang memang belum sempat dicuci.Semua itu gara-gara Mahesa terbangun oleh sebuah pesan yang masuk ke ponselnya. Pesan yang membawa kabar bahagia untuknya, mungkin juga untuk Riana.Itulah mengapa Mahesa sangat bersemangat memberitahukan kabar ini pada istrinya.“I hav
Banyak yang berubah setelah satu tahun. Beberapa juga pergi dari kehidupan Mahesa dan Riana.Termasuk Gustav, yang meninggal empat bulan setelah kelahiran Annastasya Anderson, cucu keduanya.Sekarang Riana dan Mahesa yang sedang merindukan Gustav pun mengunjungi makamnya.Riana memegang keranjang kecil berisi kelopak bunga. Sementara Mahesa memegangi payung hitam.“Sekarang Kenzie sudah semakin pintar, Pa. Nilainya selalu bagus dalam mata pelajaran. Jika Papa masih hidup, Papa pasti akan sangat bangga pada Kenzie,” ucap Mahesa sambil menceritakan soal Kenzie pada makam ayah kandungnya.Riana yang berjongkok di samping Mahesa pun tersenyum tipis. Tangan kanannya mengusap punggung Mahesa.Riana tahu bagaimana perasaan Mahesa saat ini.Meskipun lelaki itu mencoba untuk menampilkan senyum di wajahnya, tetap saja Mahesa tak bisa menutupi matanya yang berkaca-kaca.“Kau pasti sangat merindukan Papa, ya?” tanya Riana sambil berbisik di telinga Mahesa.Mahesa menangkap tangan Riana yang menye
Satu tahun kemudian…Mobil mewah Mahesa berhenti di pekarangan depan sebuah panti asuhan yang bernama ‘Muara Kasih Bunda’.Begitu turun dari mobil, mereka langsung disapa oleh pemilik panti yang bernama Bu Yani.Sambil menggendong Anna yang sudah berusia satu tahun, Riana berjalan beriringan dengan Mahesa memasuki panti asuhan tersebut yang tampak ramai oleh suara anak-anak balita yang sedang bermain dan berlalu Lalang.“Silakan Tuan, Nyonya.” Bu Yani mempersilakan mereka untuk masuk ke sebuah kamar dimana terdapat seorang anak laki-laki berusia satu tahun lebih yang tertidur di atas ranjang.Riana menghela napas melihat betapa pulasnya balita lucu tersebut. Di tangannya tergenggam sebuah kalung berbandul dinosaurus.Riana tersenyum. Ia tahu siapa yang memberikan kalung dinosaurus itu pada anak laki-laki tersebut.“Andra sedang tidur. Tapi dia sudah tidur dari setengah jam yang lalu. Jika Tuan Mahesa dan Nyonya Riana mau bicara dengannya, saya akan bangunkan dia,” kata Bu Yani yang be
“Aku akan memberikan nama Anna,” jawab Riana yang kemudian membuat kening Mahesa mengernyit.“Anna? Hanya Anna saja?”Riana menggelengkan kepala. “Nama panjangnya bisa kau yang berikan. Aku hanya ingin dia diberi nama Anna.”Mahesa tersenyum. Kemudian mengangguk-anggukan kepala, lalu lelaki tampan itu pun berpikir sejenak.“Anna? Baiklah. Aku harus mencari nama panjang yang sesuai dengan nama depannya. Tapi apa ya?” gumam Mahesa sambil mengurut dagunya dengan ibu jari dan telunjuk.“Ah, aku tahu. Bagaimana kalau Annastasya Anderson?” tanya Mahesa sambil memberikan usul nama yang menurutnya paling bagus.“Annastasya?” ulang Riana.Mahesa mengangguk. “Ya. Yang penting nama panggilannya tetap Anna, kan?”Mendengar itu, Riana kemudian mengangguk setuju. “Itu nama yang cantik. Aku sangat menyukainya.”“Ya. Nama yang cantik. Secantik orangnya,” balas Mahesa sambil tersenyum lebar.“Tuan, Nyonya, bayinya sudah dimandikan. Sekarang dia sudah siap untuk menyusu pada ibunya,” kata seorang pera
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments