Semua Bab BESANAN DENGAN MANTAN: Bab 31 - Bab 40
85 Bab
31. Curhatan Hati Bunga
"Galang, ibu gak salah denger kan?" Aku menukas, tetapi tetap dengan nada pelan."Gak, apa yang Ibu dengar adalah kebenaran," jawab Galang tegas. Tidak tampak sama sekali gurauan pada parasnya. "Aku dan Nona saling mencintai, Bu, dan kami ingin segera menghalalkan hubungan ini."Aku terkesima mendengar penuturan tegas Galang. Tatapannya juga terlihat beda. Galang tidak pernah sedingin ini padaku.Dia anak yang hangat dan punya rasa humor yang baik. Dibandingkan Gading yang memang pendiam, Galang merupakan sosok yang ceria. Dia jarang bisa marah. Sekesal apa pun dia padaku, anak itu tidak pernah berani bersikap seperti ini. Selain dingin, hari ini Galang terlihat beda dari biasanya. Ada kesan berani dari cara pandangnya padaku. Seolah tengah menantang."Galang---"Baru sempat menepuk pelan bahunya, Galang sudah terlebih dulu memotong omonganku."Ibu menyetujui hubungan kami kan?" "Iya, tapi--""Kalo setuju, gak ada kata tapi, Bu."Aku menatap anak itu perlahan. Sembilan belas tahun u
Baca selengkapnya
32. Ada yang Aneh Dengan Galang
Gaaak ... Gading gak seperti itu." Aku membela putra sulung."Mas Gading seperti itu, Buuuu," sergah Bunga penuh penekanan. Air matanya kian berderai, "kalo dia gak menghina harga diriku, harusnya dia mau ngantar aku periksa hamil, Bu. Toh ini darah dagingnya kok. Atau juga kenapa Mas Gading pernah mau ngajak aku saat pergi kondangan. Itu sama artinya melukai harga diriku, Bu," tutur Bunga mengebu-gebu dan terdengar berlebihan. Lebay kata anak jaman sekarang.Ketika anak itu terus bercerocos menjelekan Gading, aku hanya bisa memijit kepala dan pura-pura mengiyakan. Namun, jika Bunga sudah melewati batas, aku akan menyela. Sebagai seorang ibu tentu saja aku tidak rela anakku dijelek-jelekkan oleh menantu. Walau sebagian besar omongan Bunga adalah fakta. Ya ... nasib Bunga yang diabaikan Gading sama persis dengan nasibku yang juga dicuekin oleh Mas Anjar.*Galang tidak kembali setelah membuat keributan sore itu. Saat kutelepon anak itu dengan datar menjawab, jika dia sudah berada di k
Baca selengkapnya
33. Nona vs Gading
"Tolong jangan halangi hubungan kami, Bu," kata Nona tenang. Kulihat tangannya terus menggenggam jemari Galang. "Kami saling mencintai. Kami cuma butuh restu dari Ibu." Tatapannya terlihat begitu berani."Kita bicara di dalam, ya," pintaku dengan tangan mempersilakan.Galang dan Nona bangkit. Keduanya bergandengan masuk ke ruang tamu. Aku menarik napas dalam-dalam sebelum menyusul mereka.Setelah merasa cukup kuat, aku melangkah. Galang dan Nona duduk berdempetan. Tangan keduanya masih saling bertaut.Aku memilih duduk tepat di hadapan mereka. Sedikit trenyuh melihat Galang dana sekali tidak memedulikan aku. Ada yang aneh dengan anak itu. Sungguh ...."Nona sayang, bukannya ibu gak merestui hubungan kalian, hanya saja Galang masih terlalu muda untuk mengimami kamu," tuturku sehalus mungkin.Nona tersenyum simpul. "Kedewasaan seseorang tidak diukur dari umurnya, Bu," ujarnya berlagak anggun, "dan bagiku cara berpikir Galang jauh lebih dewasa dibandingkan usianya. Bahkan lebih matang di
Baca selengkapnya
34. Syarat Dari Sarita
Nona tersenyum menang. "Aku harap janji ibu bisa dipegang." Dia menggandeng lengan Galang kembali, "aku akan menyuruh ayah untuk menemui ibu," lanjutnya sambil membetulkan anak rambutnya. "Sekarang antar aku pulang, Lang!""Aku antar Nona dulu, Bu," pamit Galang kaku.Anak itu melangkah terseret oleh tarikan Nona."Tahu gak? Amarahmu tadi negasin kalo kamu masih mencintai kakakku," celetuk Bunga tiba-tiba.Aku dan Gading menoleh pada wanita mungil berperut buncit itu."Pandangan dan cara bicara kamu itu kentara banget kalo kamu lagi cemburu."Gading menunduk untuk menatap sang istri. "Yang cemburu itu kamu.""Kalo aku emang iya, cemburu lihat kamu masih perhatian sama Mbak Nona," balas Bunga cuek."Grrr!" Gading hanya mengerang tertahan. Setelah itu dia bergegas pergi."Kebiasaan! Orang belum selesai ngomong sudah main pergi saja," omel Bunga menggerutu."Bunga ...." Aku memanggil pelan."Ya, Bu." Anak itu menatapku."Tolong, ya, kalo Gading lagi tersulut emosi itu kamu tenangkan. Buk
Baca selengkapnya
35. Kopi
"Edaaan kamu!" bentak Mas Arif terlihat kesal pada sang istri, "kamu mau menikahkan Nona atau pengen menjual dia dengan mobil baru?" Manik Mas Arif mendelik tajam."Lho kenapa memangnya?" Sarita berlagak acuh, "Nona itu cantik dan terpelajar. Kariernya bagus. Sebentar lagi mau diangkat sebagai manager di bank tempatnya bekerja. Wajar kalo kita minta mahar yang sepadan.""Masalahnya calonnya Nona kerja saja belum, Sar. Bagaimana dia mampu mewujudkannya?" tangkis Mas Arif terlihat geregetan."Ya sudah ... kalo gak mampu mundur saja," sahut Sarita melengos."Otakmu ki di mana sih?" Mas Arif mendengkus kasar, "masalahnya ini Nona dan Galang sudah gak bisa dicegah lagi. Kemarin anakmu itu sempat ngancem bunuh diri kalo kita gak ngerestui," paparnya tampak gusar."Alahhh ... itu cuma gertakan Nona ae," tanggap Sarita cuek."Kamu ki kayak gak kenal Nona." Mas Arif menggeleng heran. "Wataknya dia itu keras. Gak bisa dinasihati dan itu akibat kamu terlalu memanjakan dia," kecamnya keras."Ohhh
Baca selengkapnya
36. Demi Harga Diri Galang
Masih capek, Sayang. Ini baru sampai rumah sepuluh menitan."[ ... ]"Ho'oh. Tar habis Magrib aku datang. Bye! Muachhh!"Galang menutup telepon. Dia menaruh benda tipis itu ke meja. "Ibu?" sapanya begitu melihatku."Kamu suka dibuatkan kopi sama Nona?" tanyaku sembari melangkah masuk, lalu duduk di tepi ranjang."Iya, kenapa emang?" sahut Galang sedikit ketus. Anak itu duduk di meja belajarnya."Ya kamu kan punya maag, Lang.""Tapi perutku baik-baik saja kok."Aku mendengkus perlahan. "Tadi ayah dan ibunya Nona nemuin ibu," laporku pelan."Bagus. Kalian setuju kan?" cecar Galang datar."Setuju, cuma Ibu Sarita minta mahar sebuah mobil baru, Lang.""Tolong Ibu jangan ngadi-ngadi dech!" seru Galang terdengar kesal."Ibu bukan tipe orang yang suka membuat drama, Lang." Aku menukas tenang, "syarat itu diajukan Bu Sarita untuk mengukur seberapa serius dan siapnya kamu menikahi Nona.""Aku siap lahir dan batin kok, Bu.""Gak! Kamu ki cuma siap batin ae. Lahirnya belum, lha wong biaya perni
Baca selengkapnya
37. Jual Tanah
Galang keluar dari ruangan Nona dengan wajah yang basah. Mata dan hidungnya masih merah. Isakan tertahan keluar dari bibirnya.Anak itu melangkah pelan. Ternyata dia mendekati Sarita. Tidak kusangka Galang tiba-tiba meraih tangan ibu dari Nona itu, lalu dia berjongkok."Bu Sari, aku dan Nona saling mencintai. Tolong restui kami," mohon Galang dramatis. Dia mendongak untuk menatap Sarita. "Tolong jangan halangi hubungan suci kami dengan syarat yang terlalu berlebihan itu." Saat dia mengerjap, air mata Galang turun mengalir. Aku terpaku menyaksikan itu. Sejak kecil Galang tidak pernah sentimentil begini."Saya tahu Anda tidak menyukai ibu saya lantaran miskin dan mantan kekasih Pak Arif, tapi tolong jangan egois dengan mengorbankan hubungan kami," tutur Galang masih setia jongkok."Kamu ki ngomong apa, Lang?" Sarita mencebik sebal, "ayo berdiri!" suruhnya sambil menyeret lengan Galang. "Saya itu sengaja kasih mahar sebesar itu ki biar kamu giat belajar terus nanti semangat cari kerja.
Baca selengkapnya
38. Dua Menantu
Dua hari selanjutnya aku mengajak Galang berkunjung ke rumah Utinya. Jaraknya sekitar empat jam dari rumah yang kami tempati sekarang. Itulah sebabnya jarang berkunjung kalau tidak ada kepentingan.Bukan karena apa, hanya saja sekarang aku sudah tidak semuda dulu. Sudah gampang lelah. Sekarang rumah itu hanya ditinggali Ibu bersama keluarga adikku yang terakhir. Bapak dan kakek-nenek sudah berpulang beberapa tahun silam."Jadi Galang mau nikah?" tanya Ibu agak terlihat sangsi."Iya, Mak. Dan maksud kedatangan saya ke sini selain ngabari soal ini juga mau ngomong tentang sawah yang dikelola suaminya Jani," tuturku menyebut nama adik kedua."Kenapa, Mbak?" Jani adikku ikut mendekat.Aku lantas menceritakan tentang mahar yang Sarita ajukan."Aku lihat koyok ada yang aneh karo si Galang, Rin," ungkap Ibu terus menatap cucunya."Iyo, jadi dingin sama kita. Padahal dulu dia anak sing ceria lho." Jani ikut menimpali."Iya, memang semenjak kenal anaknya Sarita jadi dingin gitu, Mak," balasku
Baca selengkapnya
39. Kelahiran Cucu
"Ayo bawa Bunga ke rumah sakit!" Mas Arif ikut menyuruh.Gading membimbing Bunga untuk keluar gedung. Aku dan Mas Arif mengekor."Mas!" Sarita memanggil melihat suaminya berlalu.Mas Arif balik badan. "Apa?""Kasih kuncinya sama Gading saja. Biar dia yang bawa mobilnya sendiri. Kamu masih harus menemui tamu," perintah Sarita tanpa perasaan.Nona menghampiri. Wanita itu menyincing gaun pengantinnya yang melambai itu. "Iya, acara masih lama, Yah. Masih dua jam lagi rampungnya. Pokoknya Ayah harus mendampingi aku di pelaminan saat salaman nanti," pintanya setengah merajuk.Mas Arif mengusap wajahnya dengan kasar. "Astaghfirullah hal adzim!" Mas Arif menekan suara kesalnya, "adikmu mau lahiran, Non. Ayah dan ibu harus menemaninya.""Lho yang berkewajiban menemani Bunga kan si Gading sama Ibu Rini." Nona yang egois menyanggah dengan cuek."Lebih tepatnya Gading dan ibumu," tukas Mas Arif."Oh gak bisa, Mas. Ada banyak kolega yang mesti aku temui." Sarita langsung menolak."Kalo Ibu gak ma
Baca selengkapnya
40. Rahasia yang Terkuak
Bunga dan bayinya hanya tiga hari dirawat di rumah sakit. Di hari keempat keduanya sudah diizinkan pulang. Aku menyambut kedatangan menantu dan cucu pertama dengan bahagia.Di hari ketujuh Gading dan Bunga mengadakan syukuran aqiqah serta pemberian nama. Kedua orang tua baru itu sepakat menamai anak mereka dengan sebutan Fawwaz. Di mana arti dari nama Fawwaz adalah pemenang.Keluarga Bunga hanya berkunjung pada saat acara tersebut. Baik Sarita maupun Mas Arif beralasan sama-sama sibuk. Namun, Juragan Amir menyumbangkan cukup materi pada acara aqiqah cicit mereka kemarin. Sehingga aku tidak terlalu mengeluarkan banyak biaya. Karena hingga kini gaji Gading sebagai tenaga honorer dan guru privat memang belum bisa memenuhi semua kebutuhan.Begitu acara aqiqah anak Gading selesai, keluarga Bunga langsung pamit pulang. Namun, tidak dengan Nona. Perempuan yang sudah menjadi menantuku itu meminta menginap di rumah ini pada Galang.Tentu Galang bahagia mendengarnya. Karena semewah apapun griya
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234569
DMCA.com Protection Status