Semua Bab Janin Tersangkut di Jalan Lahir Ibunya: Bab 11 - Bab 20
34 Bab
Bab 11
Pak RT dan Pak Roslan naik ke mobil, saat Zuhal mau ikut, bapaknya melarang. "Jaga Ibuk dan keluargamu di rumah, biar bapak yang pergi," katanya."Iya, Pak," ujar Zuhal, lalu dia pun turun dari kendaraan roda empat itu.Tak lama, kendaraan itu pun pergi meninggalkan rumah tersebut. Zuhal dan para pemuda duduk di depan rumahnya, berjaga-jaga."Bang, kami bisa jaga di rumah Abang, kalau Abang mau," kata pemuda lainnya yang tertinggal."Pulanglah, istirahat di rumah kalian. Ada abang di sini Abang bisa," kata Zuhal menimpali.Pemuda-pemuda itu pun bubar, begitu juga dengan warga lainnya. Beberapa masih berjaga di luar. "Tadi kalian ngeliat sesuatu, ya?" tanya Zuhal pada pemuda tanggung yang masih ada di teras rumahnya."Iya, Bang. Kayak orang pakai baju merah gitu, melayang-layang," sahut pemuda itu.Zuhal yang sudah tahu arah pembicaraan mereka, hanya diam. Tak lama kemudian para pemuda itu pun pulang ke rumah ma
Baca selengkapnya
Bab 12
Zuhal bertandang ke rumah pak RT setelah berdiskusi dengan Dea. Sebagai kamuflase agar kepergian mereka tidak dicurigai kedua orang tuanya, Dea dan Zuhal beralasan mengirim kue kepada seluruh warga kampung dari hasil kebun pemberian mereka kemarin.Mertua Dea paham dan tidak curiga sama sekali. Kebetulan, rumah Pak RT sangat dekat. Sekitar 2 menit saja menggunakan motor. Jika mereka pergi lama pun, Marini dan Pak Roslan akan menganggap keduanya masih mengantar kue.Dea dan Zuhal mengetuk pintu begitu mereka sampai. "Assalamualaikum ... Assalamualaikum."Tak lama kemudian, terdengar sahutan dari dalam. "Waalaikumsalam."Ternyata istrinya Pak RT yang membuka pintu, beliau dikenal dengan sebutan Bu Reni."Oh, Nak Zuhal, Nak Dea. Masuk masuk." Bu Reni mempersilakan keduanya masuk.Dea dan Zuhal pun mengikuti wanita itu, tak lupa Dea menyerahkan kue yang sudah dia bawa. "Silakan duduk," kata wanita itu sembari tersenyum.
Baca selengkapnya
Bab 13
"Yang jelas, mungkin saja ... Ini hanya mungkin ya, Dea ini memiliki kemampuan untuk menghalangi pemuja setan ini dari menumbalkan ibu-ibu yang akan melahirkan. Seperti yang kakek buyutnya lakukan dahulu."Dea kaku, lidahnya kelu. Dia tidak tahu akan mengatakan atau melakukan apa. Jika benar, maka kekuatan ini datang dengan tanggung jawab yang besar. "Saya hanya wanita lemah dan ibu rumah tangga biasa Pak RT, bagaimana mungkin saya bisa melakukan hal sebesar itu?""Mungkin kalian tidak akan percaya, tetapi jangan sampai ketidakpercayaan kalian bisa membuat pemuja setan itu itu semakin merajalela. Kejahatan harus dihancurkan. Bukankah lazimnya seperti itu?"Dea dan Zuhal mengangguk. Mereka hanya saling memandang satu sama lain. Keduanya butuh waktu untuk memikirkan dan menerjemahkan apa yang sedang terjadi dan apa yang baru saja Pak RT katakan. Apalagi beliau berkata tidak ada yang bisa ditanyai soal ini karena pemeran utama yang terlibat langsung dengan mitos ini telah tiada, yaitu k
Baca selengkapnya
Bab 14
Pagi itu kabut belum turun, padahal jam sudah menunjukkan pukul 7. Dea yang siap-siap ingin ke pasar segera menyambar jaketnya demi menghindari dingin yang menggigit kulit. Wanita itu menggunakan kaos kaki dan juga kaos tangan sekalian, tak lupa dia mengenakan helm dan masker."Dea pergi dulu ya, Bang. Harus keburu nih, sebelum barang-barang habis," kata Dea berpamitan pada Zuhal.Lelaki itu yang sejak pagi sibuk di depan laptopnya hanya melambaikan tangan. Zuhal bekerja di sebuah kantor swasta dan saat ini dia meminta izin kepada kantor untuk melakukan pekerjaan secara daring. Memang, semenjak pandemi pun semua pekerjaannya dilakukan secara daring, jadi sangat memudahkan sekali. Zuhal pun tidak tahu sampai kapan dia bisa kembali ke rumahnya, jika sang Ibu masih menahan-nahan mereka.Saat akan menstarter motor, Dea melihat iring-iringan warga mengantarkan jenazah. Dea heran, siapa yang meninggal? Tidak ada pengumumannya pun di masjid.Saat itu tet
Baca selengkapnya
Bab 15
Sesampainya di tepi liang lahat, ketiganya tersentak saat melihat kondisi makam yang teramat kacau. Mayat Minah begitu berantakan. Kain kafannya bersimbah darah. Terlihat potongan-potongan daging tersebar di sana sini. Bahkan ada usus yang tersangkut di batu nisan sehingga membuat nisan itu berdarah. Yang membuat bulu kuduk berdiri adalah, terlihat jelas kalau perut Minah telah dirobek oleh sesuatu. Yang lebih menyeramkan, janin yang ada di rahim Minah telah menghilang!Tung ... Tung ... Tung!!!Ramli mengetok pentungan sekeras mungkin sembari berteriak. "Iwak Merah, Iwak Merah!"Keluarga Zuhal yang mendengar itu terperanjat dan langsung terbangun. Jam sudah menunjukan pukul 12 malam, kenapa orang ribut jam segini? Pikir Zuhal.Pria itu keluar diikuti oleh Pak Roslan. Ramli dan beberapa pemuda memukul pentungan dan berteriak sejak tadi."Kenapa ini?" tanya Zuhal pada orang yang lewat."Iwak Merah, Bang. Minah perutnya b
Baca selengkapnya
Bab 16
"Bapak-bapak, atas persetujuan dari Tarno, jenazah istrinya akan diangkat dan dikafankan ulang. Mari kita sama-sama membantu untuk prosesi ini. Saya harap warga saling gotong royong di sini. Karena pengurus dari pihak wanita gak ada, terpaksa kita andalkan warga yang ada di sini ya. Tolong bantuannya," kata Pak RT Dusun Anak."Siap, Pak RT." Warga serempak menjawab.Malam itu, para warga bergotong-royong membenahi makam Minah yang berantakan. Jenazah wanita itu juga diangkat untuk dikafankan ulang besok. Liang lahat yang terbuka, digali lagi oleh warga, dibentuk semula. Semua daging dan potongan tubuh Minah yang berserakan dimasukkan ke dalam kantong plastik untuk diperbaiki besok. Entahlah, pengurus jenazah mana yang mau melakukan itu. Sementara itu, Tarno masih sedih melihat kenyataan yang terjadi di depannya. Bagaimana dia bisa lalai menjaga makam istrinya sendiri. Dia sungguh suami yang bodoh, tidak berguna, tak habis-habis Tarno menyalahkan dirinya sendiri.
Baca selengkapnya
Bab 17
Mayat Minah menoleh ke arah Dea dan membelalakkan matanya. Dea terkejut, dia mundur ke belakang. Dia belum terbiasa menghadapi semua ini, lain halnya dengan sang suami yang memang sejak kecil sering melihat penampakan. Dea pasti terkejut saat tiba-tiba mayat yang tadinya tidak bergerak malah menoleh dan menampakkan muka seram.Wanita itu tidak bisa mengelak, tatapan mata Minah membuat sendi-sendinya membeku. Mayat yang sudah dikafani itu mengeluarkan tangannya, dan perlahan-lahan pangan tersebut menyentuh wajah Dea.Jari-jemari Minah yang dingin dan kaku bisa Dea rasakan di pipinya. Lama kelamaan dingin itu seolah-olah merasuki tulang-tulang Dea dan membuatnya membeku. Dea terlena, wanita itu tidak dapat mengendalikan pikirannya.Tak lama kemudian, Dea seperti dibawa pergi ke suatu tempat yang gelap dan pekat. Tubuh wanita itu terasa melayang di udara, dia bahkan bisa melihat raganya sedang terduduk di lantai karena terkejut melihat jenazah Minah yang tiba
Baca selengkapnya
Bab 18
"Adek gak papa?" tanya Zuhal.Dea mengangguk. "Gak papa, Bang. Cuma pusing," katanya.Zuhal menyuapkan nasi yang tadi disajikan oleh Mbah Yuli. "Makan dulu, Dek," kata Zuhal sembari mendekatkan sendok ke bibir Dea.Dea membuka mulutnya dan memakan nasi itu. Setelah beberapa suapan, wajah Dea yang pucat berangsur membaik. Zuhal meminumkan air putih pada istrinya."Lain kali kita sarapan dulu, demi menghadapi situasi yang tidak diduga-duga," kata Zuhal."Tadi udah sarapan kue padahal, Bang," sahut Dea."Iya, tapi kayaknya kue aja gak cukup. Butuh kalori biar bisa jadi superhero yang hebat," kata Zuhal.Dea tertawa. Suaminya sedang sarkastik saat ini. Zuhal memang begitu jika dia jengkel pada Dea. Tidak marah langsung, tetapi sarkasnya minta ampun."Iya, iya, Sayang," kata Dea.Zuhal memutar bola mata. Pria itu menghela napas."Abang jangan risau, setelah ini kita pulang. Adek mau mandi dan istira
Baca selengkapnya
Bab 19
Tanpa menunggu waktu lama, Pak Marjo sang ketua RT memanggil beberapa pemuda untuk menyusuri lereng bukit. Zuhal termasuk yang ada di sana.Titik yang paling mereka curigai adalah kawasan hutan kecil yang berada di wilayah barat. Sekitar 1 km dari kuburan. Beberapa warga mengatakan pernah melihat asap hitam dari sana sedangkan tidak ada satu pun orang yang tinggal di situ."Kita akan mulai dari wilayah itu, kalau ada yang mencurigakan jangan lupa hubungi tim kita. Saya udah bikin WhatsApp grup untuk tim pencarian ini, kalau ada hal-hal yang mencurigakan tolong difoto atau divideokan setelah itu kumpulkan di dalam grup. Jangan sampai lengah."Semua orang sudah memegang handphonenya masing-masing. Ada enam orang yang mengikuti Pak RT melakukan pencarian ini. Ada zuhal, Hendra, Tarno, Ramli dan temannya, Guntur. Lalu pak RT Desa Kunti yaitu Pak Marjo itu sendiri. Mereka berenam sudah siap dengan peralatan masing-masing. "Target kita adalah orang ya
Baca selengkapnya
Bab 20
"ini beneran si Tarman?" tanya Ramli kepada lima orang lainnya yang hadir.Mereka sudah berkumpul kembali di rumah Pak RT untuk membahas video yang dikirimkan Zuhal saat pencarian itu. Semua mata menatap Zuhal. Dengan berat hati, lelaki itu mengangguk. Rahangnya mengeras, wajahnya begitu tegang. Ada amarah yang melingkupi pria itu, ingin rasanya dia meninju muka Tarman."Iya, ini beneran si Tarman. HP Zuhal kan mahal, kameranya bagus. Mau lihat dari sisi manapun, ini si Tarman." Hendra menyahut.Pak RT mendesah, yang lainnya hanya diam."Biar saya bikin perhitungan sama anak ini, Pak!" kata Zuhal dengan amarah yang memuncak."Jangan, Hal!" balas Pak RT cepat. "Belum tentu dia pelakunya, kita harus menghadapi ini dengan kepala dingin!""Sudah jelas dia pelakunya, ngapain dia ke hutan dan berkelakuan aneh kayak gitu, Pak?""Mungkin dia lagi nangkap burung, atau apa gitu. Kan sering orang ke hutan buat berburu," sahut Pak R
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234
DMCA.com Protection Status