Semua Bab Pesona Janda Anak Satu : Bab 31 - Bab 40
67 Bab
Bab 31. Hidup baru.
"Fitri, ini saya titip untuk Ayahmu karena pernah meminjam uangnya saat membawa Fatih berobat waktu itu," sodor Anton memberi beberapa uang lembar berwarna biru pada Fitri, anak dari pak Kasman."Tidak usah Pak. Biarkan saja, saya akan bilang Ayah saya untuk mengikhlaskannya," tolak Fitri."Tidak Nak. Terimalah, saya sudah bersyukur Pak Kasman mau membantu saya saat itu. Disaat orang-orang acuh, beliau saja yang mengulurkan tangannya untuk membantu kami. Tolong terimalah," pinta Anton lagi."Tapi ...""Terimalah Fitri. Hutang tetaplah hutang, aku mohon." Kali ini Laila yang berucap.Mau tidak mau Fitri tak bisa menolak, ia lantas menerima uang itu dengan terpaksa. Meski sebenarnya Fitri kasian kepada keluarga Laila, mereka pasti lebih membutuhkan uang itu untuk kelangsungan hidupnya setelah ini. Namun, Fitri tak bisa berbuat apa-apa. Menolak pun segan baginya, karena takut keluarga Laila tersinggung jika terus ditolak. Fitri menyimpan uang itu di saku celananya dan terus membantu meng
Baca selengkapnya
Bab 32. Pindah?
Dikediaman yang megah bak istana dongeng, Anggraini tengah mengepal tangannya penuh amarah. Bola matanya bergerak kesana-kemari, seakan amarah itu tengah menggerogoti hatinya."Brengsek! Berani sekali jalang itu pergi dari kampung ini. Dan ... Aarrrrghhh!" Ia berteriak bak kesetanan dirumahnya itu. Membuat penghuni lainnya berlari ke arahnya."Ada apa sih Ma! Kenapa teriak-teriak!" tanya Fernando yang baru keluar dari kamarnya."Bukan urusan kamu! Lebih baik Papa masuk aja ke kamar! Jangan buat amarahku meradang!" teriaknya, menatap Fernando sinis.Fernando hanya menggeleng-gelengkan kepalanya dengan sikap sang istri. Ia berjalan kembali memasuki kamarnya."Kemana perginya si jalang itu! Aku ngga bisa diam aja. Padahal kemarin baru aja aku merasa senang karena si jalang itu mendekam di penjara. Tapi aku ceroboh dan bodoh! Dia bisa-bisanya bebas dari sana!" ucapnya geram. Tangan masih mengepal menampakan buku-buku di jemari putih nan lentik itu. Yang setiap hari ia rawat di salon kecan
Baca selengkapnya
Bab 33. Hidup semakin susah.
"Kamu ini apa-apaan sih La. Kita ini hidup sudah susah! Jangan buat susah!" ucap pak Anton geram.Ia tak habis pikir dengan permintaan Laila yang meminta untuk pindah dari sini. Padahal, ini salah satu kontrakan termurah yang memiliki fasilitas dan tempat yang luas. Diluar ini, belum tentu ada lagi kontrakan yang memberikan harga semurah ini dengan keadaan full satu rumah. "Laila cuma ngga nyaman Yah," balas Laila."Ayah 'kan sudah bilang. Kamu cukup fokus pada Fatih. Tidak perlu memikirkan masalah itu. Ayah dan Ibu yang akan meladeni mereka jika kamu memang tidak mau," jawab pak Anton."Benar Nak. Uang kita sudah tidak ada. Mau pindah juga memangnya punya uang?" tanya Susi.Laila hanya menggeleng, ia sadar dirinya juga sudah tak memiliki uang lagi. Sisa uang bekerja dulu, sudah habis untuk kebutuhan Fatih. Sedangkan sisa dari menjual rumah pun sudah digunakan untuk kehidupan sehari-hari."Pokonya Ayah tidak mau dengar apapun. Kita tetap disini!" ucap Anton tegas, ia berlalu ke kamar
Baca selengkapnya
Bab 34. Hampir diperkosa
"Gawat Bang Baron memanggilku," lirih Laila. Ia tak menghiraukan, Laila terus berjalan langkah kakinya semakin cepat ia langkahkan karena saking takutnya dengan Baron.Bagi Laila Baron laki-laki yang berani, wajahnya sangar dan memiliki banyak tato di tubuhnya. Itu yang membuat Laila takut berada di dekatnya."Laila tunggu!""Maaf Bang, Laila harus pergi!" Meski dengan wajah ketakutan Laila mampu membalas panggilan Baron.Baron yang tidak menyerah terus mengejar Laila, hingga akhirnya ia mampu menyusul Laila dan berada tepat di depannya."B-bang Baron," ucap Laila gugup."Hos, hos, hos. Kenapa kamu lari La?" tanyanya mengatur ritme nafasnya yang memburu."Ti-tidak Bang, Laila tidak jadi kesana," ucap Laila berusaha tenang."Bohong!" balas Baron tegas.Laila langsung mendongkrak menatap Baron. Namun sedetik kemudian, ia menunduk. Mata Baron menatap tajam ke arah Laila, seketika tubuh Laila gemetar mendapat tatapan tajam itu.Baron terus mendekati Laila, sejengkal lagi ia menyentuh kerud
Baca selengkapnya
Bab 35. Ada pertolongan.
"Woy! Berani lo berbuat mesum di kampung ini! Ngga tahu malu!" kecam pemuda berbadan tinggi namun kurus. Ia mencengkram kerah baju Baron dengan sengit dan mengajarnya tanpa ampun."Jangan Do. Cukup! Mendingan si Baron ini kita bawa ke kantor polisi," cegah salah seorang temannya."Biarin gue hajar dulu manusia laknat ini! Geram gue sama kelakuan dia yang ngga bisa berubah!" teriak lelaki itu lagi."Ampun Bang ampun!"Buuugh "Ngga ada ampun buat Lo. Berapa kali gue peringatan jangan buat onar disini! Tapi masih aja ngga kapok!" ucapnya geram."Ampun Bang, ampun! Gue insaf. Gue ngga lagi-lagi!" mohon Baron."Sudah Aldo, sudah!""Iya, bisa-bisa Lo yang dipenjara.""Udah bawa aja dia ke kantor polisi, biar kapok.""Jangan Bang, ampun!""Halah! Ngga ada ampun! Ayo bawa ke kantor polisi." Salah seorang pemuda menarik Baron menuju arah jalan raya. "Ampun Bang, ampun!" pinta Baron tapi tak dihiraukan. Ia terus digiring kasar oleh beberapa pemuda yang memergokinya tadi.Setelah semua pergi me
Baca selengkapnya
Bab 36. Mulai kalap.
"Bagaimana ini Jo, Len. Kenapa sampai sekarang kalian belum juga menikah! Lama-lama kalo gini terus kapan kalian punya anak perempuan lagi. Tradisi nenek moyang harus terus dijalankan. Ini sudah setahu loh. Tapi, salah satu diantara kalian belum ada calon," celetuk Anggraini."Aku sudah ada calon Ma. Tapi ..." ucap Jonathan."Tapi apa?" tanya Anggraini ingin tahu."Tapi aku minta syarat Ma," jawab Jonathan ragu-ragu."Apa lagi sih syarat segala!" ucap Anggraini kesal.Belum pernahnya ketiga anaknya meminta syarat jika menikah. Selalu nya mereka mengiyakan tanpa protes. Tapi kali ini permintaan Jonathan terdengar berani, dan mendadak. Kira-kira apa yang akan diminta dari anak sulungnya itu."Katakan! Apa syaratnya?" tanya Anggraini. Kedua tangan masih melipat di perut, santai."Aku mau jika nanti Istriku memiliki anak. Jenis kelamin laki-laki, aku tidak mau bercerai dengannya."Degh."Apa?" Mata Anggraini membulat dengan pernyataan sang anak ia tak habis pikir dengan keinginan Jonathan.
Baca selengkapnya
Bab 37. Mengalah
"Tapi Ma. Papa ngga mau mengorbankan kebahagiaan anak terus-menerus," ucap Fernando."Papa sadar ngga? Bukankah itu tradisi keluargamu. Bagaimana bisa kamu berbicara seakan ini semua salah orang lain. Pa, Mama ngga mau denger apapun! Tugas kita cuma itu, menuntaskan semua sampai sembilan puluh sembilan anak perempuan. Kalo itu selesai baru aku setuju untuk selesai."Anggraini kembali melanjutkan ritualnya, merapalkan mantra-mantra yang sudah biasa ia lakoni selama ini."Tapi Ma ...""Cukup Pa! Jangan ganggu aku!" pinta Anggraini menekan.Dengan gontai, Fernando keluar meninggalkan istrinya di kamar itu. Di berjalan dengan kursi rodanya menuju ruang tengah. Setelah sampai, ia bertemu pembantunya Ijah."Maaf Tuan. Apa Tuan mau kopi?" tawarnya.Dengan cepat Fernando menggeleng."Baik kalo begitu saya tinggal ke dapur," pamitnya.Tak ada jawaban dari bibir majikannya, Ijah pun berjalan ke dapur me
Baca selengkapnya
Bab 38. Sasaran baru.
"Yaampun Sam. Kamu Sam kan?" tanya Anggraini."Iya Tante. Aku Sam. Tante bagaimana kabarnya?" tanyanya."Tante baik. Kamu ngapain disini?" tanya Anggraini kembali."Anter Mama Tan. Ayo masuk Tan, aku kenalin sama Mama," ajak Sam.Keduanya masuk. Ternyata mama Sam berada di tempat yang sama, yaitu ruangan khusus. Anggraini masuk dan tersenyum pada wanita yang tengah di lulur oleh seorang pekerja salon."Ma, kenalin. Ini Tante Anggraini, Mamanya temanku," ucapnya."Halo, senang bertemu denganmu. Saya Mitha, ibunya Sam," jawab Mitha tersenyum ramah.Ketiganya berbincang sebentar karena Mitha dan Anggraini harus melakukan treatment di tempat masing-masing. Sedangkan Sam keluar dari tempat itu menunggu mereka selesai.****Diluar, Sam duduk termenung mengingat kembali pertemuannya dengan Anggraini. Tidak lain adalah ibu dari mantan kekasihnya dulu, Sam sebenarnya masih sangat mencintai Vallen. Namu
Baca selengkapnya
Bab 39. Rasa syukur
"Makasi ya Do, berkat bantuanmu aku bisa bekerja lagi, ucap Laila."Bukan apa-apa. Aku senang kok membantumu," balasnya.Sudah seminggu Laila bekerja di sebuah restoran cukup besar dan mewah. Nuansanya klasik, bahkan pengunjung di restoran ini bisa dipastikan orang terpandang. Laila bersyukur, berkat tangan Aldo, ia bisa diterima dan bekerja di restoran sebagus itu.Waktu kejadian ia hampir saja diperkosa Baron, diwaktu yang tepat dirinya mendapat hikmah dari ujian yang ia dapatkan. Aldo, tak lain seseorang pemuda tampan yang menolongnya itu, membantunya bekerja di restoran itu. Aldo sendiri bekerja sebagai seorang leader di restoran itu. Tak disangka, pemuda tampan itu cukup dinilai baik oleh atasannya sehingga memudahkan Laila diterima tanpa ragu."Oh ya La. Kamu tinggal disana sudah lama? Aku baru beberapa minggu melihat kamu di kampung itu.""Cukup lama Mas, aku dan keluarga mengontrak sudah hampir empat bulan disana.""Wah lama juga. Mungkin aku saja yang baru sadar, padahal aku
Baca selengkapnya
Bab 40. Permintaan Anton.
"Ayah yakin? Meminta Aldo untuk menikahi Laila?" tanya Susi tak percaya."Bukan untuk menikahi Bu. Tapi Ayah cuma mau minta tolong pada Nak Aldo untuk menasehati Laila. Menurut Ayah hanya Aldo yang bisa menasehati Laila saat ini. Dia lelaki yang dipercaya anak kita," ucap Susi.Susi terdiam, ia pikir suaminya itu akan menikahkan Laila dengan Aldo. Tapi ternyata itu hanya salah paham. Bukan Susi tak ingin Aldo menjadi suami Laila. Tetapi, jarak usia Aldo dan Laila sangat jauh, Aldo masih berusia sembilan belas tahun, sedangkan Laila sudah berusia dua puluh enam tahun. Susi hanya tidak percaya jika Aldo bisa menjadi imam Laila, di samping usianya yang begitu jauh."Sekarang Ayah mau ke rumah Aldo dulu, dia pasti sudah pulang karena sifat kerjanya sama dengan Laila," ucap Anton."Yasudah. Hati-hati Yah.""Iya Bu."Anton pun berjalan keluar rumah, ia membawa kendaraan motor yang dibeli Laila beberapa hari yang lalu. Hampir
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status