All Chapters of Pesona Janda Anak Satu : Chapter 11 - Chapter 20
67 Chapters
Bab 11. Niatan Pak Anton.
Sejak kejadian pak Anton di buat babak belur oleh Zidan. Laila memutuskan untuk tidak lagi terlibat dengan keluarga pak Fernando, ia tak mau orang tuanya lebih menderita. Baginya, mereka segalanya. Tidak ada yang lebih berharga saat ini selain keluarga, meski harga dirinya sudah diinjak-injak."La, ambilkan Ayah cangkul. Sepertinya sudah saatnya kita gunakan lagi lahan kecil di belakang rumah itu. Kita gunakan untuk menanam sayuran, sebagai penyambung hidup kita, selebihnya bisa kita jual di pasar," ucap pak Anton kepada putrinya."Iya Yah," balas Laila tanpa membatah, ia lantas berjalan ke arah samping rumah untuk mengambil cangkul itu."Yah, tunggu dulu. Lebih baik Ayah sarapan dulu, begitu juga denganmu La, sarapanlah dulu, biar ASI-mu banyak. Kasian Fatih jika kekurangan ASI," ajak Bu Susi yang sudah menghidangkan semua masakannya di dipan yang terbuat dari bambu."Iya Bu," balas Laila. Ia pun duduk di samping ibunya sedangkan ayah di samping Laila. Mereka mulai menikmati menu sede
Read more
Bab 12. Tidak!
Satu bulan berlalu, setelah Anton dan Susi menggarap tanah itu dan merubahnya menjadi lahan yang dipenuhi aneka sayur, Anton dan Susi mulai menekuni usaha baru mereka. Mereka rajin merawatnya, kini usaha kecil itu membuahkan hasil. Sayur-sayuran yang mereka tanam, kini sudah siap untuk di panen. Mereka berdua tersenyum bahagia, karena hasil yang mereka dapatkan, jauh dari bayangan mereka.Hasil panen itu melimpah, Anton dan Susi yakin jika hasil panennya di bawah ke pasar, maka hasilnya akan cukup untuk mereka bertahan hidup sampai beberapa bulan ke depan. Dengan senang hati, Anton dan Susi mulai memetik dan menyusun sayur-sayur itu ke dalam bakul keranjang yang terbuat dari anyaman bambu."La, Ibu sama Ayah mau ke pasar dulu. Jaga dirimu yah, doakan Ibu sama Ayah, agar sayur ini bisa di beli oleh orang pasar," ucap Susi."Iya Bu. Hati-hati, maafkan Laila tak bisa membantu kalian. Laila hanya menyusahkan saja," ucap Laila sedih, ia menunduk tak berani menatap kedua orang tuanya.Anto
Read more
Bab 13. Bantuan penduduk.
"Keterlaluan sekali Zidan Yah, sekarang hasil panen kita sudah hancur," ratap Bu Susi menatap sedih sayuran yang sudah hancur tak beraturan."Sudahlah Bu. Ikhlaskan saja. Mungkin belum rezeki kita untuk menerima hasil dari panen kali ini," ucap Anton memberi pengertian pada istri tercintanya agar tetap lapang.Bu Susi hanya diam, matanya masih terus menatap nanar sayuran yang sudah rusak itu. Di saat ia dan suaminya sudah semangat akan menjual hasil dari panennya, orang lain dengan mudahnya menghancurkan.Mungkin bagi Zidan itu hal kecil yang tak berharga, tapi bagi keluarga Laila, itu sangat berharga. Bahkan, Anton dan Susi sudah memprediksi hasil yang akan mereka dapatkan dari menjual sayur-sayur itu ke pasar. Ya, hasilnya bisa untuk hidup mereka beberapa bulan ke depan. Namun sekarang, semua hanya bisa diikhlaskan begitu saja."Bu, kita pulang saja," ajak Anton."Tapi Pak," sanggah Bu Susi."Sudah. Kita pulang," ajak Anton sekali lagi.Meraka berjalan bersama, mata para penduduk me
Read more
Bab 14. Laila marah.
"Bagaimana bisa Ibu menjual bakul itu Nak, kamu tahu La, Ibu saja tak punya uang untuk membeli bakul baru," jawab Bu Susi datar. Namun, gurat kesedihan tak bisa hilang dari wajahnya."Lantas?" tanya Laila lagi.Bu Susi tak menjawab langsung, ia terdiam sejenak. Laila tak mau memaksa, ia putuskan mengambil minum untuk kedua orang tuanya dulu. Mungkin dengan minum, mereka mau bicara.Laila berjalan ke arah dapur mengambil dua gelas air putih untuk kedua orang tuanya. Setelah itu, ia letakan di depan mereka. Bu Susi dan pak Anton pun meminum air yang dibawa putrinya. Saat gelas berada tepat di bibir pak Anton, tiba-tiba mata Laila  menangkap sesuatu yang berdarah di ujung sikunya. Ia lantas mengambil tangan kiri ayahnya."Astagfirullah. Siku Ayah kenapa? Kenapa lecet seperti ini Yah?" teriak Laila kaget, pak Anton mengernyit kesakitan kala sikunya disentuh oleh Laila."Aduh, aduh," ringis pak Anton menyingkirkan tangannya menjauhi
Read more
Bab 15. Tawaran pekerjaan.
"Sudah Nak. Jangan datang ke sana! Ayah tidak mau kamu diperlakukan buruk lagi! Cukup Nak. Biarkan saja." Kini pak Anton juga mencegah putrinya, ia berusaha bangkit menahan Laila meski kesakitan."Tapi Yah. Mereka sudah keterlaluan!" jerit Laila."Ayah tahu. Biarkan saja! Ayah tidak mau kamu kesana. Bukannya di ganti, justru mereka menyakitimu! Ayah tak mau melihat kamu di sakiti lagi Nak. Sudah, tolong. Dengarkan Ayah!" pinta Anton memohon.Raut wajah Laila berubah, ia melunak mendengar kalimat yang diucapkan ayahnya. Laila terduduk dan menangis, sungguh manusia tak punya hati. Bahkan, ketika terlepas darinya pun, mereka masih menyakiti hati dan perasaan Laila.Setelah itu keadaan jadi hening. Semua orang duduk dengan pikiran masing-masing. Laila juga tak bicara apapun lagi, hanya air matanya yang masih menetes."Yah, bagaimana makan kita setelah ini, Ibu sudah tak punya uang lagi. Mungkin seminggu ke depan kita masih bisa maka
Read more
Bab 16. Tunggakan biaya sekolah Rara.
"Yah. Izinkan Laila Yah, Laila mohon," pinta Laila. Matanya tak beranjak sedikit pun dari ayahnya. Ia terus menatap penuh harapan agar sang ayah memberinya izin untuk bekerja."Tidak! Ayah tidak akan pernah setuju kamu bekerja! Lagian Fatih masih kecil La, dia butuh kamu!" Pak Anton begitu tegas menolak permintaan Laila, ia tak mau Laila meninggalkan anaknya demi mencari pekerjaan."Tapi Yah, siapa yang akan mencari uang kalo misal Laila tidak menerima tawaran itu?" tanya Laila."Uang pasti akan ada selama kita tidak mengeluh. Ayah akan cari bagaimana pun caranya," jawab Anton tegas."Bagaimana caranya Yah? Ladang kita sudah tidak punya tanaman. Semuanya sudah panen hari ini, tabungan Ayah juga sudah habis. Ayah juga tidak bisa bekerja diperkebunan lagi," ucap Laila mengelak. Ia harus bisa membujuk ayahnya agar bisa memberinya izin untuk bekerja."Sekali Ayah tidak setuju! Ayah tidak setuju!" teriak Anton tegas yang membuat Laila terdiam
Read more
Bab 17. Ayah, Ibu mengizinkan.
"Baiklah, Ayah izinkan kamu bekerja. Ayah dan Ibu setuju kamu kerja," ucap Anton yang membuat Laila tersenyum mengembang."Terimakasih Yah. Laila janji, bakalan bahagiain Ayah dan Ibu," balas Laila.Anton dan Susi hanya bisa tersenyum, sebenarnya dalam hati kecil Anton sedih. Ia tak bisa melindungi dan menjaga mereka, ia telah gagal mensejahterakan Keluarganya.****Sore hari, Fitri datang ke rumah Laila seperti janjinya di telpon. Fitri ingin memastikan sahabatnya itu, apa ia menerima tawarannya bekerja atau tidak. Jika menerima, ia senang karena bisa pulang pergi bekerja memiliki teman. Tapi jika tidak, Fitri juga tidak mau memaksa. Sejujurnya ia kasian melihat sahabatnya itu, beruntung dirinya tak memiliki rupa secantik Laila, jadi tak jadi pilihan keluarga Fernando.Saat mereka sekolah dulu, Fitri kerap kali iri dengan kecantikan Laila, teman di sekolah sampai pemuda di desanya sangat mengagumi Laila, mereka begitu tergila-gila dengan
Read more
Bab 18. Kejadian tak terduga.
"Mau apa lagi kamu?" tanya Laila."Sabar Sayang ... Aku hanya rindu," ucap Zidan tidak punya malu."Cuuuih! Rindu katamu? Manusia tak punya hati!""Kamu ..." Tatapan Zidan seakan ingin memangsa Laila, Zidan marah karena sikap dan perkataan Laila yang sudah berani padanya."Apa yang kamu perbuat pada kedua orang tuaku, hah!" teriak Laila. Namun Zidan menanggapi dengan santai."Sabar dong Sayang. Aku cuma memberi mereka pelajaran. Mereka sudah berani padaku soalnya," kata Zidan enteng."Kamu keterlaluan Zidan. Apa salah keluargaku padamu, hah! Seharusnya aku marah padaku dan keluargamu itu. Kalian manusia jahat! Tidak punya rasa kasian, kalian manusia tak punya hati!"Plaaaak!"Lancang kamu berucap!" geramnya menampar Laila.Laila menyentuh pipinya yang kebas karena tamparan Zidan begitu kuat. Laila menatap tajam ke arah Zidan, ia tak akan mau menumpahkan air mata di depan laki-laki yang tidak p
Read more
Bab 19. Ada apa dengan Fatih?
"Ma-af Uda. Tadi ada masalah di jalan," ucap Fitri gugup."Benar Uda. Saya minta maaf karena sudah terlambat. Padahal ini kali pertamanya saya bekerja," timpal Laila.Keduanya tertunduk, tak berani menatap mata pemilik rumah makan Padang itu. Ada getar hebat di dada Laila, pasalnya jika pemilik kedai itu marah. Maka ia pasti tidak jadi diperkerjakan di tempatnya.Dengan kondisi cemas, Laila terus berdoa dalam hati. Agar sang pemilik tidak mempermasalahkan soal keterlambatannya. Laila sadar, seharusnya tadi ia tidak meladeni Zidan. Jika begini, hanya penyesalan yang ia rasakan."Sudah tidak apa-apa. Kalian langsung kerja aja," jawab pemilik warung itu."Ya Allah beneran Uda?" tanya Laila tak percaya."Iya. Saya sudah kewalahan itu, banyak sekali pelanggan," katanya.Laila dan Fitri senang bukan main, ia bersyukur pemilik warung itu baik. Ia bisa bernafas lega sekarang karena sang pemilik tidak lagi mempermasalahkan keterlambatannya.Laila dan Fitri mulai bekerja. Sebaik mungkin Laila be
Read more
Bab 20. Fatih sakit
"Ya Allah Nak. Kenapa badanmu panas," ucap Laila panik. Fatih si bayi merah itu demam."Ibu tidak tau Nak, sejak pagi Fatih tidak mau menyusu, dia nangis terus," terang Susi menatap nanar cucunya."Ayah dimana Bu?" tanya Laila. Sejak dirinya pulang, ia tak melihat keberadaan pak Anton."Ayahmu sedang keluar. Dia mencari bantuan untuk pada penduduk desa, untuk membawa Fatih ke Puskesmas. Kamu tau La, kita tidak punya uang lagi. Tapi, Ayahmu sangat mencemaskan Fatih sejak pagi tadi," ucap Bu Susi sedih.Laila terdiam, ia benar-benar sedih dengan keadaan putranya dan juga kehidupan orang tuanya sekarang. Belum pernah Laila berada di posisi tersulit seperti ini. Meski mereka berasal dari keluarga sederhana, tapi belum pernah Laila mendapati posisi terburuk seperti yang ia rasakan sekarang. Tak punya uang dan bingung."Laila minta maaf Bu. Semua gara-gara Laila. Kalian susah semua itu gara-gara Laila!" ucap Laila tersedu sedan."Jangan bicara seperti itu. Semua sudah takdir. Kami lebih baik
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status