Semua Bab Terpaksa Kuterima Lamaran Sahabatmu : Bab 21 - Bab 30
80 Bab
21. Keras Kepala
Semenjak dari subuh, setelah menunaikan shalat, lelaki itu keluar dari kamar dan belum kembali hingga saat ini."Kamu disini saja, jangan kemana-mana sampai Abang kembali!" titahnya sebelum dia keluar. Pria itu pun tergesa-gesa menuruni anak tangga. Aku tahu dari suara langkah kakinya.Tanpa menjawab, aku duduk menunggu di atas sofa yang berada di dekat jendela besar. Cahaya matahari pagi terasa hangat di tubuhku. Sejak bangun tadi, aku merasa tubuhnya agak enakan, hanya merasa sedikit lemas saja. Mungkin efek demam semalam dan juga perut yang tidak terisi maksimal.Sebaiknya aku menghubungi Maya dulu, karena sepertinya tidak bisa pergi ke toko hari ini."Kamu beneran sakit atau hanya perlu memenangkan hati?" tanya Maya ketika kuberitahu perihal keadaanku. Kenapa Maya juga seperti ikut-ikutan meledekku."Semalam aku masuk angin karena ketiduran di balkon dalam keadaan perut kosong. Aku terbangun tengah malam dan sudah berada di atas tempat tidur dalam keadaan demam," paparku malas."Y
Baca selengkapnya
22. Masih Ngambek?
"Kamu dengar apa yang tadi dikatakan dokter, 'kan? Jangan stres! Jangan telat makan dan jangan kecapean!" tegasnya sekali lagi ketika kami sudah sampai di rumah.Aku hanya mengangguk, percuma juga menjawabnya karena dia akan semakin cerewet lagi. Aku akui memang akhir-akhir ini kecapean. Mungkin sudah saatnya untuk menambah karyawan lagi di toko. Soal telat makan dan stres memang iya. Pernikahanku dengan Bang Fyan cukup menyita pikiranku. Disatu sisi aku tak ingin mengecewakan orang tua kami dan aku juga sebenarnya sangat ingin bisa menerima Bang Fyan sebagai suamiku, imamku yang seharusnya aku perlakukan sebagai mana mestinya. Tapi sisi hatiku yang lain masih ingin memegang teguh janjiku pada lelaki yang siang malam kunanti dan kupuja. Meski ternyata pada akhirnya aku harus menghadapi kenyataan yang sangat sulit aku terima, ternyata apa yang kulakukan selama tiga tahun ini tidak ada artinya. Jujur saja kenyataan ini membuatku merasa jadi manusia paling bodoh. Aku mengutuk diriku se
Baca selengkapnya
23. Berdebar
Kuusap dada berkali-kali untuk menormalkan detak jantungku. Malu karena ketahuan menatap Bang Fyan secara diam-diam. Sampai beberapa menit kemudian dia keluar dari kamar mandi, aku belum bisa mengendalikan diri ini. Dan, astaga! Dia keluar hanya menggunakan handuk yang menutupi tubuh bagian bawahnya. Alhasil tubuh bagian atasnya terekspos sempurna. Wajah serta rambutnya yang basah membuatku sejenak tak bisa berkedip.Dengan cepat aku berpaling ke arah lain. Meski hampir dua bulan pernikahan kami, tapi pemandangan seperti ini masih sangat tabu untukku. Belum lagi reda gemuruh akibat perkataannya tadi, sekarang harus bertambah karena tingkahnya. Rasanya ingin lari saja keluar kamar, tapi apa daya kakiku belum kuat untuk itu."Ra, kenapa diam saja?" tanyanya membuat aku heran. Memangnya aku harus ngapain?"Ra?" panggilnya lagi.Ck! Kenapa sih?"Abang kenapa sih?" Aku balik bertanya tanpa melihatnya. Kudengar langkahnya kian mendekat membuatku semakin heran, gugup dan salah tingkah."Hey
Baca selengkapnya
24. Menghindar
Seorang pria seumuran Papa yang kuketahui bernama Tuan Heru menyambut kedatangan kami dengan ramah. Di sampingnya seorang wanita cantik meski kelihatan sudah berumur tapi auranya masih menawan. Bang Fyan menyalami keduanya, lalu memperkenalkan aku."Perkenalkan ini istri saya, Mutiara Putri Baskara," ucapnya seraya merangkul pundakku sontak membuat merasa ada getaran halus menjalar ke seluruh tubuhku. Aku menangkupkan kedua tangan di depan Tuan Heru dan menyalami istrinya."Istri anda benar-benar terlihat seperti Mutiara, Tuan Sofyan. Cantik dan elegan," puji sang suami yang disusul anggukan istrinya."Dia memang Mutiara di mata juga di hati saya. Karena itu saya merasa sangat beruntung memilikinya," jawab Bang Fyan membuat pipiku terasa memanas. "Lihatlah Pa, benar-benar pasangan yang serasi. Saya selalu merasa iri kalau melihat pasangan muda yang sedang saling jatuh cinta seperti ini," tutur sang Nyonya membuatku semakin salah tingkah."Selamat menikmati pestanya!" Setelah berbasa
Baca selengkapnya
25. Syurga Dunia
"Kita akan menikmati syurga dunia. Sekarang pejamkan matamu dan jangan membukanya sebelum Abang suruh. Kalau tidak, maka kamu akan menerima hukuman," tuturnya membuat aku semakin heran. Pikiran negatif semakin memenuhi kepalaku. Apakah Bang Fyan akan memaksa meminta haknya malam ini? Terus aku harus bagaimana? Aku belum siap dan tidak mungkin bisa dipaksakan. Aku bergidik dan mengerjap, lalu menatap wajah lelaki yang sedang menggendongku ini. Dalam posisi seperti ini hidung mancungnya terlahir jelas, ada perasaan aneh menyelusup ke dalam rongga dadaku."Oke!" kataku kemudian mulai menutup mata sesuai permintaannya. Dalam hati aku berdoa semoga dugaanku salah. Tapi apakah Tuhan akan mengabulkan doa seorang istri yang dzolim. Istri yang masih menolak melayani suaminya."Nggak boleh ngintip!""Iya!"Selanjutnya kurasakan Bang mulai melangkah entah kemana. Semoga tidak terjadi hal yang tidak aku inginkan."Santai saja, jangan tegang," bisiknya."Nggak kok," bantahku."Kamu kira Abang tida
Baca selengkapnya
26. Sayang?
Hanya beberapa langkah di belakang, Rey tengah berdiri menatap kami. Disampingnya, wanita yang aku lihat tempo hari di tokoku bergelayut pada tangan Rey. Nindy.Sejenak aku terkesiap tapi sedetik kemudian berusaha untuk lebih tenang, karena ini tidak bisa lagi dihindari. Siap tidak siap aku harus siap. Kulirik Bang Fyan yang masih merengkuh pundakku. Dia mengangguk menatapku, sementara tangannya yang berada di bahuku perlahan bergerak mengusap seakan memberikan kekuatan dan ketenangan untukku."Tenanglah! Abang bersamamu!" bisiknya seakan mengerti apa yang kurasakan. Mungkin dia mengira aku belum tahu perihal Rey dan Nindy.Aku balas menatap dan mengangguk, lalu melangkah bersama mendekati Rey dan Nindy."Hey Rey! Apa kabar?" sapa Bang Fyan seraya mengulurkan tangannya dan disambut antusias oleh Rey."Baik, selamat ya Bro! Semoga langgeng," keduanya berpelukan sesaat layaknya dua orang sahabat yang lama tidak bertemu."Apa kabar, Ra?" tanya Rey padaku setelah mereka melepas pelukann
Baca selengkapnya
27. Fov Fyan
"Pokoknya mau sekarang, titik!" Gadis yang duduk di ruang tengah rumahku itu menatapku garang."Tapi ini sudah sore, udah gituh mendung," jawabku mencoba bernegosiasi."Ara bilangin Bunda kalau Abang jahat," katanya seraya bangkit."Eit jangan! Oke, tapi sebentar saja. Cuma beli coklat terus pulang. Lihat, Abang lagi banyak tugas," ucapku sambil menunjuk laptop yang masih menyala.Tanpa menjawab perkataanku, dia bangkit dan berjalan ke arah dapur. Aku tahu pasti akan berpamitan pada Bunda. Sementara aku mematikan laptop kemudian menyambar kunci motorku lalu menunggunya di depan.Namanya Mutiara Putri Baskara, anak kedua Om Baskara, teman Ayah yang rumahnya persis di sebelah rumah orang tuaku. Kami pindah ke sini semenjak aku duduk di bangku sekolah dasar. Hubungan keluarga kami sangat dekat bahkan sudah seperti saudara.Sejak pindah ke sini aku sangat dekat dengan Ara. Aku yang bungsu dari dua bersaudara seperti menemukan sosok seorang adik pada dirinya. Begitu pun Ara yang hanya puny
Baca selengkapnya
28. Memendam Rasa
"Kebiasaan sekali kamu tuh Fyan! Bawa motor nggak bawa jas hujan. Adikmu sampai basah gituh," tegur Bunda begitu kami turun dari motor."Ara-nya juga suka hujan-hujanan, kok Bunda yang heboh," jawabku seraya melirik Ara. Yang dilirik malah senyum-senyum nggak jelas dengan pasang wajah sok imut."Udah, mandi sana! Nanti masuk angin, Abang juga yang diomelin Mama." titahku."Biasa aja kali, nggak usah pasang wajah jutek gituh," jawabnya seraya cemberut.Aku memalingkan wajah menahan gemas melihat dia cemberut seperti itu. Kubuang napas kasar menormalkan gejolak di dalam sini."Ara pamit dulu, ya, Bun," ucapnya pada Bunda yang masih memperhatikan kami dari teras."Iya, cepetan mandi pake air hangat!""Oke, Bunda!" jawabnya kemudian berlari menuju rumahnya yang hanya beberapa meter dari sini."Makasih coklatnya, Bang Fyan!" Dia berteriak setelah sampai di pintu pagar rumahnya sambil mengacungkan cup coklat.Hingga tak terasa ujung bibirku terangkat dan rasanya ada kebahagiaan yang tak bis
Baca selengkapnya
29. Hati Ini Milikmu
"Iya tapi kan beda, Bang. Ada hal-hal yang tidak bisa Rey lakukan seperti Abang. Nanti kalau Ara telat sholat, siapa yang cerewetin Ara. Kalau Ara lupa makan, siapa yang ngingetin. Terus kalau Ara bandel siapa yang mengacak rambut Ara?" Kemudian dia diam dan detik berikutnya aku hanya mendengar isaknya tertahan.Kutarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan, ini memang berat. Hampir dua puluh tahun kami bersama. Melakukan apapun bersama, dan aku sudah menduga perpisahan ini memang akan terjadi. Memberanikan diri menoleh dan menatap wajahnya yang basah, aku ingin merengkuh dan membawanya ke dalam pelukan. Tanganku terangkat tapi segera aku turunkan kembali. Bahkan untuk memeluknya saja aku tak berani, karena meski sedekat apapun hubungan kami aku dan dia tetap tidak halal bersentuhan."Kamu percaya pepatah bahwa setinggi-tingginya burung terbang dia akan kembali ke kubangan. Anggap saja sekarang Abang adalah burung itu. Jika Allah berkehendak suatu saat Dia akan mengembalik
Baca selengkapnya
30. Kesempatan Kedua
Aku fokus pada pekerjaanku dan karirku. Uang yang kudapatkan selama bekerja dari awal tak pernah aku gunakan. Pertanyaan Bunda tentang menantu perempuan sudah tidak aku hiraukan lagi. Aku akan menikah tapi entah kapan. Mungkin jika suatu saat nanti ada wanita yang benar-benar bisa menggeser Ara dari hatiku."Fyan, kakakmu menyerahkan perusahaan yang dia kelola pada Ayah. Mereka membuka usaha baru dan khawatir tidak bisa menjalankan perusahaan dengan baik. Mungkin sudah saatnya kamu pulang ke sana dan mengelola perusahaan milikmu sendiri," kata Ayah ketika malam ini kami berkumpul di ruang tengah."Perusahaan Fyan? Maksud Ayah?""Perusahaan itu sudah atas nama kamu. Ayah yakin sekarang kamu sudah bisa dipercaya untuk memimpinnya. Pergilah!" Aku sampai lupa kalau Ayah pernah bilang. Melupakan kota Bandung dan berusaha melupakan gadis pujaanku. Kenapa semua hal tentang kota itu ikut raib."Nggak, Fyan disini saja." "Kalau kamu disini terus, kapan Bunda punya mantu?" Bunda menimpali."Bu
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234568
DMCA.com Protection Status