All Chapters of Pesona Istri yang Dicampakkan: Chapter 41 - Chapter 50
200 Chapters
41. Tanggal Main
Tania terus mengekori langkah Alfin, walau hatinya merasa dongkol dengan sikap Alfin yang begitu dingin padanya. Hatinya sedikit berbunga saat lelaki itu mengatakan ada 'kejutan' untuknya. Mungkin sikap dinginnya itu hanya untuk menutupi kejutan yang akan dia berikan, semacam surprise misalnya, batin Tania. Tak sadar, bibir perempuan itu langsung tersenyum membayangkannya.Tania terus mengikuti Alfin hingga tiba di pelataran cafe, terlihat lelaki itu berhenti sebentar mengeluarkan kunci mobilnya dari dalam saku celana. Setelahnya mobil itu berbunyi saat kunci dipencet oleh Alfin.Alfin lekas membukakan pintu untuk Tania, dia menoleh pada perempuan itu, "ayo, lebih cepat sedikit!".Tania menganyunkan kakinya dengan sedikit menghentak, dia segera masuk dan Alfin menutup pintu mobilnya sedikit lebih keras. Hingga membuat Tania terjingkat.Alfin memutari mobilnya kemudian membuka pintu kemudinya, lelaki itu duduk di belakang kemudi. Dari ekor matanya dia melihat Tania tengah memperhatika
Read more
42. Pelajaran Berharga
Tania semakin beringsut maju, dia raih bagian jas belakang Alfin. "Tunggu, Mas!" Alfin kembali menoleh, tangannya melepaskan jasnya dari tangan Tania dengan kasar. "Aku harus kembali ke kantor sekarang." Beberapa saat Alfin memperhatikan reaksi Tania, dalam hati pria itu hanya menguji, sampai di mana Tania bisa terus memainkan sandiwaranya. Dia memang harus kembali ke kantor setengah jam lagi. Dan Alfin memanfaatkan waktu itu untuk terus menekan Tania agar perempuan itu mau berkata jujur. Alfin merasa jengah dengan kelakuan Tania yang semakin menjadi."Beri aku kesempatan untuk menjelaskan, Mas," kata Tania akhirnya. Dia merasa memang harus mengatakan sesuatu pada Alfin. Tania takut dengan polisi. Apalagi penjara, akan sangat memalukan jika dia terseret ke dalam jeruji besi itu hanya karena sebuah video.Alfin tersenyum miring, hatinya bersorak, lekas dia mengambil ponselnya, mengoprek sebentar lalu perlahan dia kembali membalik tubuh menghadap Tania."Jadi gimana?" Alfin memasukkan
Read more
43. Pasien Spesial?
"Saya mau istirahat dulu, nanti kalau ada pasien yang membutuhkan penanganan, kamu panggil saya, ya," pesan Rendi pada perawat yang mendampinginya. Siang itu baru saja dia keluar dari meja operasi. Salah satu pasiennya harus melahirkan secara caesar, karena posisi bayi yang tak memungkinkan untuk dilahirkan secara normal. Lelaki tampan itu lekas menutup ruangannya yang dikhususkan untuk istirahat. Melepas jas putih dan menyampirkannya pada sandaran kursi. Dia mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi untuk merenggangkan otot-otot yang terasa kaku. Lelaki itu lantas duduk dan menyandarkan punggungnya. Dia mulai memejamkan mata. Rendi merasa baru saja terpejam dan mulai terlena dalam alam bawah sadarnya. Kesadarannya seperti dipaksa kembali bangun, saat ia merasa mendengar pintu ruangannya terus diketuk dari luar. Matanya masih terasa lengket untuk kembali terbuka. "Dokter Rendi! Dokter Rendi …."Samar-samar dia mendengar namanya dipanggil-panggil, ia lantas memaksa matanya untuk terb
Read more
44. Donor Darah
Biasanya Rendi akan tersenyum riang, jika ada yang menggodanya. Lain halnya dengan saat ini, dia merasa bibirnya kaku untuk sekedar mengulas senyum walau hanya segaris. Langkahnya terus berayun kembali menyusuri koridor.Angannya kembali melayang pada sesosok perempuan yang tengah menguasai hatinya. Apa yang harus dia lakukan agar perempuan itu lekas siuman?Dari arah berlawanan kembali seorang perawat menghampiri mereka. "Dok, pasien tadi membutuhkan donor darah golongan O." Rendi terus memperhatikan perawat itu. Belum juga letihnya berkurang, kini dia harus mendengar berita baru yang kembali mengguncang jiwanya."Di rumah sakit ini golongan darah O stoknya sudah habis dan belum ada yang menyuplai," terangnya. "Ada stok golongan darah O di rumah sakit umum, jaraknya sangat jauh dari sini, bagaimana ini, Dok?" Wajah mereka kembali terlihat panik.Pikiran Rendi langsung melayang pada orang-orang yang menunggui Maira tadi, membayangkan Bu Ratih yang sudah tampak lemas, dia tak tega untu
Read more
Bab 45. Kepanikan Bu Rani
Menjelang sore sekitar pukul lima, Bu Rani masih disibukkan dengan setumpuk kertas di butiknya. Wanita yang tengah merancang berbagai desain busana terbaru itu tersentak, saat tiba-tiba ponselnya berdering nyaring. Bu Rani menautkan kedua alisnya saat tertera nama Bryan–teman Rendi semasa kuliah dulu hingga sekarang bertugas di rumah sakit yang sama. "Bryan, tumben dia nelpon," gumam Bu Rani sambil meraih ponsel yang tergeletak di sebelah kertas desainnya.Segera ia memencet gambar gagang telepon untuk menjawab panggilan itu. "Hallo, assalamualaikum, Bryan … ada apa? Tumben nelpon, Tante?" Bu Rani kembali menggoreskan penanya pada kertas, ponsel itu ia jepitkan di antara bahu dan telinganya. Fokusnya sedikit terpecah saat mendengarkan Bryan berbicara sambil menggambar sketsa. Wanita itu terpekik dan menjatuhkan penanya saat Bryan mengatakan Rendi jatuh tak sadarkan diri."Bagaimana bisa sampai Rendi pingsan? Tadi berangkat baik-baik saja." sanggah Bu Rani yang sudah syok."........."
Read more
46. Berterus Terang
Rendi mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Hatinya bergejolak hebat. Di depannya sang mama terus menautkan tatapannya pada dirinya. "Ehm, memangnya Mama nggak sibuk kalau jenguk pasien itu? Nanti keburu malam, kasian karyawan butik Mama kalau harus pulang telat, mereka udah kerja seharian, masa pulangnya harus telat." Bu Rani mendengkus, "nggak setiap hari kok, mereka pulang telat. Apa salahnya mama sempetin nengok pasien kamu tadi? Toh, dirawat di rumah sakit ini juga 'kan?" bantah Bu Rani. "Tetep aja kasihan, Ma." Sebisa mungkin Rendi mencegah mamanya untuk menjenguk pasien itu, ia hanya tidak ingin mamanya semakin iba padanya karena ketahuan masih peduli pada Maira. Sedangkan beberapa bulan terakhir, setiap mamanya bertanya tentang Maira, maka dia akan berusaha tak acuh. Berpura-pura tegar setelah merasa tertolak waktu itu. Berpura-pura rasa itu telah hilang dari hatinya.Bu Rani menelisik wajah Rendi yang seperti tengah menyembunyikan sesuatu darinya. "Mama rasa mereka nggak akan m
Read more
Bab 47. Salah Kamar
Bu Rani turut mengerutkan dahinya, wanita itu ikut memandang ke arah pintu. "Siapa tahu saudara yang mau menjenguk Maira, Bu," ujarnya pelan. Bu Ratih menoleh dan terdiam beberapa saat. "Tapi … saya belum ada ngasih kabar tentang Maira sama saudara, Bu Rani," balas Bu Ratih, tampak sekali gurat kebingungan dalam wajahnya."Nggak apa-apa, coba dilihat dulu saja, Bu," bujuk Bu Rani, Bu Ratih pun mengangguk setelah berhasil meyakinkan dirinya sendiri. Mungkin orang di balik pintu itu memang saudaranya atau mungkin karyawan catering-nya yang datang menjenguk Maira."Sebentar, ya, Bu," kata Bu Ratih sambil berdiri dan berjalan menuju pintu. Tangannya meraih handle pintu dan mulai menekannya. Mata wanita itu menyipit melihat seseorang yang berdiri tegap di balik pintu. Ia merasa tidak mengenal laki-laki berpakaian rapi–khas pekerja kantor tersebut. Seketika pikirannya mulai waspada. "Maaf, Anda siapa?" tanya Bu Rani dengan tangan masih memegang handle pintu. Laki-laki itu mengulas segari
Read more
Bab 48. Sadar
Alih-alih menyelesaikan berkas-berkas pekerjaannya, semenjak ia mendengar berita Maira telah melahirkan bayi, pikiran Alfin menjadi semakin melanglang buana. Batinnya terus bergejolak menuntut menyelidiki bayi yang telah dilahirkan Maira. Entah apa yang telah terjadi pada dirinya, Alfin merasa ada suatu ikatan yang tak kasat mata antara ia dan bayi itu. "Apa mungkin … bayi itu anakku? Tapi … bukankah waktu itu Maira telah keguguran?" Alfin memijat pelan pangkal hidungnya, tiba-tiba kepalanya terasa pening. Ia mematikan laptopnya dan beranjak dari duduknya. Sambil merebahkan tubuhnya di pembaringan. Alfin kembali memeriksa ponselnya. Banyak sekali chat dari Salsa yang telah ia abaikan seharian ini. Alfin mendengkus kasar saat membaca isi pesan gadis manja itu. Ia memilih kembali menutup pesan dari Salsa, dan kembali mengirimi pesan orang kepercayaannya untuk terus menyelidiki bayi Maira."Terus awasi keluarga Pak Cahyo. Terutama Maira dan bayinya." Tulisnya dan segera mengirimkan pesa
Read more
Bab 49. Kembali Berinteraksi
Bu Ratih membantu Maira mengubah posisi kepalanya menjadi lebih tinggi. "Bu, rasanya Maira kok tidur lama sekali, ya. Tahu-tahu … bayi dalam perut Mai udah keluar saja." kata maira menatap manik sang Ibu. Ia meringis saat meraba permukaan perutnya. Di bagian bawah terasa ada yang sedikit mengganjal saat diraba. Ia tahu itu bekas sayatan operasinya.Bu Ratih tersenyum simpul, wanita itu menggeleng pelan. "Iya lah, kamu aja udah nggak sadar sejak dalam perjalanan ke rumah sakit, Mai. Untung saja Dokter Rendi sigap menolong, kalau enggak—" Bu Ratih menghembus napasnya, "Ibu udah nggak tahu lagi gimana nasib kamu dan bayimu, Mai." Mata Bu Ratih kembali berembun. Ia teringat kembali saat-saat Maira kritis dan kehilangan banyak darah. "Tadi malam Bu Rani ke sini, jengukin kamu." seloroh Bu Ratih sambil membenarkan posisi selimut Maira yang sedikit tersingkap di ujung kakinya."Apa??" Maira kaget. Matanya terus mengikuti gerak tangan ibunya. Bu Ratih menoleh dan tersenyum padanya."Iya, sem
Read more
Bab 50. Saya Serius
Rendi berdehem pelan menyembunyikan rasa gugupnya, tatapan mata perempuan di depannya berhasil membuat getaran-getaran halus yang merambat menghangati seluruh aliran darah di tubuhnya. Secara naluriah tangannya mulai bergerak seperti layaknya seorang dokter yang tengah memeriksa pasiennya. "Nanti habis sarapan vitamin sama obatnya langsung di minum, ya," ujar Rendi sambil menarik kembali stetoskop yang sempat menempel di bagian tubuh Maira. Sudut matanya terus memperhatikan wajah teduh perempuan itu. Tidak pernah berubah, batin Rendi. Wajah itu tetap ayu, sama seperti saat pertama mereka bertemu. Tiba-tiba Rendi menggeser kursi dan duduk di sebelah ranjang Maira. Rendi menoleh ke arah Bu Ratih yang duduk di dekat dinding. "Bu, saya izin mau ngobrol sebentar boleh?".Bu Ratih menatap lurus ke arah Rendi. "Oh, iya … silakan, Dok." Wanita itu mengangguk, dan berdiri dari kursi. "Tidak usah kemana-mana, Bu. Saya hanya mau ngobrol biasa, kok," ujar Rendi yang merasa tidak enak, karena m
Read more
PREV
1
...
34567
...
20
DMCA.com Protection Status