All Chapters of DIMADU KARENA DIFITNAH MANDUL: Chapter 31 - Chapter 40
118 Chapters
Salah Paham
“Kamu kenapa sih Aisyah? Kenapa tiba-tiba kamu ngehindar dari saya?” ucap Hendra, sembari duduk merenung di teras. “Apa kamu masih belum bisa menerima saya?”. “Dok,” Seorang perawat mencoba memanggil dokter Hendra. “Dokter Hendra.” Pria itu tak kunjung merespon, perawat tersebut lantas menepuk pundaknya. “Eh … iya kenapa?” “Maaf mengganggu dok … pasti lagi banyak masalah ya?” “Eh-e … enggak, nggak papa. Ada pasien lagi, ya?” tanyanya, mengalihkan pembicaraan. “Oh iya dok, pasien sudah ada di ruangan.” “Baik, terima kasih.” Pria yang tengah khawatir itu perlahan mengambil langkahnya karena panggilan tugas sedang menantinya. “Nak, kamu nggak papa?” “Iya, nggak papa Bu. Emang kenapa to?” “Nggak, Ibu khawatir kamu kenapa-napa. Akhir-akhir ini Ibu lihat kamu jarang komunikasi sama nak Hendra, kalian baik-baik saja?” Aisyah menghela napas panjang, “Hah, Aisyah hanya ingin menenangkan diri dulu, Bu. Setelah kejadian ke rumah sakit kemarin, Bapak jadi lebih protektif k
Read more
Salah Paham 2
“Maksud kamu apa? Sini cerita saja ke Bapak.” “Bapak nggak marah kalau Yaya cerita masalah ini?” tanya Aisyah ragu. “Ya, gimana Bapak mau marah kamu saja belum cerita ke Bapak,” ujarnya. “Masalah Aisyah kemarin dilarikan ke rumah sakit karena pendarahan, Bapak kenapa sampai nyalahin Hendra? Bapak segitu bencinya dengan dokter Hendra, Yaya Cuma nggak mau saja hubungan Yaya dengan seseorang sampai buat Bapak Yaya sendiri membenci orang, itu tidak baik Pak,” jelas Aisyah. “Masalah itu? Kamu ini harus berapa kali Bapak kasi tau! Bapakmu ini takut Nak, kejadianmu dengan si Bima itu sudah cukup buat Bapak trauma, Bapak nggak bakalan tega lihat kamu menderita lagi.” “Lagi? Kalau begitu maksud Bapak berarti Bapak sudah mendoakan Aisyah sebelum tau kejadian yang sebenarnya ke depannya.” “Lah, bukan begitu maksud Bapak Nak, di mana-mana tidak ada yang namanya seorang Bapak akan mendoakan anaknya yang tidak baik justru Bapakmu ini ingin hidupmu baik-baik saja meskipun nantinya Bapak tidak b
Read more
Kembali Ke Jakarta
“Hah! Ke Jakarta?” “Kalau begitu saya permisi dulu, bu.” Perawat itu melangkah pergi “Kenapa Hendra tiba-tiba ke Jakarta dan tanpa ngabarin aku? Dia juga sampai sekarang belum balas pesan, jangan-jangan dia beneran marah.” Aisyah pergi meninggalkan rumah sakit dengan penuh rasa kekhawatiran dan pertanyaan. “Nak, kamu habis dari mana?” tanya Asih. “Aisyah dari rumah sakit, Bu.” “Cari nak Hendra ya? Gimana kalian udah dapat ngobrol?” “Hendra ke Jakarta, Bu,” jawabnya lesu. “Ke Jakarta? Kenapa tiba-tiba sekali?” Asih terkejut. “Aisyah juga nggak tau, Bu. Hendra sampai sekarang belum bales pesan Aisyah.” Asih tampak semakin mengkhawatirkan Aisyah-anaknya. Sementara itu, Hendra di Jakarta hendak ingin bertemu kedua orang tuanya dan sanak saudara. “Hendra gimana di sana kamu nyaman?” “Alhamdulilah, nyaman Ma.” “Oh iya, katanya kamu mau nyampein sesuatu yang penting, apa?” “Aku harap Mama sama Papa nggak marah ya sama Hendra,” ucapnya ragu. “Marah? Kamu coba cerita d
Read more
Putus Asa
Tiba-tiba Bima menyeka air matanya, “Apaan sih lu Bima! Nggak-nggak kata dokter Heni, gua bisa sembuh jadi ini bukan karena gua bersalah sama Aisyah!” Sikap Bima yang egois itu tentu saja tidak begitu saja akan menyadari kesalahannya meskipun dirinya sedang terpuruk sekalipun, Bima kembali bangkit dari rasa keputusasaannya karena pernyataan dokter mengatakan dirinya bisa disembuhkan. Bima mengambil langkah tegas, “Gua pasti sembuh!” Sementara itu, Jihan yang baru saja sampai di rumah sehabis dari rumah sakit melangkahkan kakinya ragu untuk memasuki rumah ada rasa takut yang menyelimuti perasaannya. “Jihan! Bima mana?” Sumber rasa takut Jihan telah muncul. “E-e, Mas Bima langsung ke kantor Ma jadi Jihan pulang sendiri,” ucapnya ragu. “Oh, terus hasil tesnya gimana? Semua baik-baik aja kan!” “E-e hasilnya …” “Ngomong yang jelas lah kamu, kayak orang nggak pernah makan seharian aja!” Ajeng mulai geram. “Hasilnya Mas Bima terindikasi varikokel Ma atau pembe
Read more
Kunjungan Dadakan
“Kerjaan di kantor aman kan Mas?” “Semua baik-baik aja, oh iya tolong jaga Mama ya jangan dibiarin capek nanti stres lagi.” “Iya, Mas.” Sembari menuangkan air putih untuk Bima “Hari ini Kia berangkat sekolah sama Papa kan Ma?” Jihan menatap Bima, “I-iya sayang.” “Ye asik, hari ini Papa mau kan aku kenalin ke temen-temen?” “Iya-iya, buruan habisin sarapannya nanti Papa telat ke kantor,” jawab Bima tergesa. “Iya, Pa.” [Ting! Ting!] bunyi bel pintu. “Siapa ya pagi-pagi?” ujar Jihan, sembari melangkahkan kaki untuk membukakan pintu. “Halo, Ajengnya ada?” tanya wanita tua dengan syal di lehernya. “E-e Mama lagi istirahat, bu. Ma-maaf siapa ya?” tanya Jihan ragu. “Kamu Jihan menantunya Ajeng kan? Saya temannya.” Sembari memperhatikan Jihan dari ujung rambut hingga ujung kakinya. Jihan pun merasa risih karenanya, “Oh, silahkan masuk, bu.” Wanita tua itu segera melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah, tanpa perasaan canggung sedikit pun ia langsung menghampiri Bima yang sedang
Read more
Meminta Restu
“Saya juga bingung, apa dokter Hendra mungkin sudah tidak peduli lagi dengan saya, bisa jadi apa yang dikatakan Bapak benar.” “Eh jangan salah sangka dulu kita kan belum tau penjelasan dari dokter Hendra, saya kenal baik dengan beliau jadi tidak mungkin dia berbuat demikian.” “Mudah-mudahan aja mbak Hilda bener ya, saya capek mbak kalau harus ngadepin fase kayak gini lagi.” “Saya tau pasti berat, yang sabar, ya. Berdoa saja supaya hal baik terjadi.” “Makasi, ya mbak.” Aisyah tentu saja tidak bisa menghilangkan rasa gelisahnya begitu saja, ia masih terus saja memikirkan kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan terjadi. Wanita itu saat ini hanya bisa menyibukkan dirinya mengurus kedai, setidaknya rasa gelisahnya sedikit berkurang karena menyibukkan diri. *** “Udah ada yang nungguin tuh di depan!” Hendra segera ke luar, terlihat seorang gadis cantik dengan rambutnya yang tergerai baru saja ke luar dari mobil. “Kakak!” sapa Aluna-adik kandung Hendra. Hendra merentangka
Read more
Luluh
Dokter Hendra hanya bisa tersenyum tipis, “Saya ingin serius dengan kamu Aisyah jadi saya tidak ingin buang-buang waktu lagi. Kamu tunggu kedatangan keluarga saya untuk bertemu dengan keluargamu, ya.” Aisyah menatap pria yang sedang berada tepat di hadapannya itu tanpa berkedip setelah mendengar pernyataan di luar dugaan Aisyah sebelumnya. “Ka-kamu kok nekat banget?” Aisyah kikuk. “Ini namanya serius bukan nekat, ada-ada saja kamu. Dua hari lagi keluarga saya dari Jakarta akan ke Surabaya untuk menemui keluargamu.” “HAH!” Aisyah semakin terkejut begitu pun Hendra juga ikut terkejut karena reaksi Aisyah. “Astagaaa Aisyah.” Dokter Hendra terkejut sembari mengelus dada. “Hen, kamu nggak becanda kan?” tanyanya dengan nada rendah. “Buat apa saya bercanda dengan masalah seserius ini.” “Tapi kamu tau sendiri kan Bapak masih kurang sama kamu.” Dokter Hendra meraih tangan Aisyah lalu menggenggamnya, tatapan pria itu semakin dalam dan terpatri pada sesosok wanita
Read more
Mimpi Buruk
“Untunglah jadi kamu bisa bebas dan nggak dipaksa buat punya anak lagi!” “Ma, selama ini aku berusaha untuk sabar ya! Tapi aku masih punya hati buat naruh rasa kasian sama Mama. Kenapa sih nggak bisa berpikir positif sehari aja.” Jihan mulai kesal. “Kamu nggak usah ngajak debat! Kalau udah salah, salah aja nggak usah nyangkal.” “Gila ya nenek tua ini,” gerutunya dalam hati. Jihan yang sudah muak langsung meninggalkan Ajeng sendirian di kamar. *** “Jangan lupa dateng ya ke pernikahan aku,” ucapnya sembari memberi Bima sebuah undangan pernikahan. “Me-menikah?” “Iya, aku udah nemuin orang yang tepat buat jadi pasangan hidup aku.” “Nggak mungkin ada yang mau nerima kamu selain aku!” bantahnya. “Memangnya kenapa? Dia baik dan pastinya dia dan keluarganya peduli sama aku nggak kayak keluarga kamu yang nggak pernah nganggep aku manusia!” “Kamu nggak bisa bahagia secepat ini!” “Kenapa kamu nyesel udah ninggalin aku demi perempuan lain? Sekarang kamu kena karmanya kan! Istri kamu ngg
Read more
Kiara Terjatuh
Jihan mulai meradang, “Keterlaluan kamu Mas! Kenapa kamu tiba-tiba mimpiin mantan istri kamu? Terus kenapa kamu harus mimpiin seorang anak dengan Aisyah!” Cerita Bima membuat Jihan semakin berpikir macam-macam. “Kamu nggak usah curigaan gitu sama suami kalau mau suaminya betah sama istrinya,” cetus Ajeng. Jihan mendengus, “Huh, apa sih Ma!” Mengabaikan Ajeng lantas masuk ke dalam. * “Rasya jangan kenceng-kenceng larinya!” “Kia ayo kejar aku!” Bocah itu berlari kencang dan menaiki perosotan, Kia yang melihat temannya asyik bermain segera menyusul Rasya naik perosotan. “Tunggu aku!” Kiara dengan tergesa menaiki perosotan tanpa memerhatikan keselamatannya akibatnya karena ia terburu-buru kakinya tak sengaja tersangkut di tiang dan tubuhnya tergelincir ke bawah. “Aaaaaaaa, aduh!” teriak Kiara kesakitan. Semua perhatian mengarah ke Kiara, guru-guru yang ada dengan tergesa menghampiri bocah itu yang sudah merintih kesakitan. “Aduh siapa itu?” “Ada yang luka
Read more
Marah Besar
“Oke, kalau itu mau kamu. Kamu tinggal pilih aja, Mas mau bantuin biaya operasi Kiara atau tidak sama sekali dengan catatan kesepakatan dibatalkan dan tidak ada lagi perjanjian di antara kita dan satu lagi konsekuensi pelanggaran harus ditepati! Pilihan ada di tangan kamu Mas, gimana?” Bima tampak terdiam dalam waktu yang lama, ia berusaha mempertimbangkan keputusannya matang-matang. “O-oke, aku setuju! Kasi aku waktu sampai besok, sekarang kamu urus berkas administrasi yang kurang. Aku mau balik lagi lagi ke kantor karena tadi ada pekerjaan yang harus aku ambil tapi aku tinggal ke sini jadi aku nggak bisa nemenin kamu.” Jihan mengerinyitkan dahinya, “Tega kamu ninggalin aku sendirian jaga Kiara, Mas?” Bima mendengus, “Hah, kamu dalam situasi kayak gini masih mau nuntut aku buat ngelakuin semuanya? Kamu mikir dong, pekerjaan aku banyak dan sekarang harus mikirin biaya operasi anak kamu padahal aku lagi butuh juga! Kamu mikir nggak sampai ke sana gimana stres nya aku sek
Read more
PREV
123456
...
12
DMCA.com Protection Status