All Chapters of Bukan Aku Yang Mandul: Chapter 21 - Chapter 30
108 Chapters
21. Nurul Mengelak
“Mb—mbak Aisyah?”Nurul gagap. Wajahnya panik dan ketakutan seraya menaikkan tubuhnya dari Aisyah. Ia langsung menguasai tubuhnya, berdiri dengan baik, lalu melirik pada lelaki yang tadi bersamanya.“Mbak Aisyah, ngapain di sini?” tanya Nurul sedikit ragu.“Seharusnya aku yang bertanya, ngapain kamu di sini,” jawab Aisyah tegas dan tatapannya yangvtajam. “Lalu siapa lelaki itu? Kenapa kamu ada di sini? Bukankah kamu berpamitan padaku untuk beristirahat di pos, kenapa bisa berada di tempat ini yang bau lagi?” cecarnya langsung seraya menunjuk lelaki di belakang Nurul.Wajah Nurul makin panik. Ia menoleh pada lelaki yang tampak sebaya dengannya, seolah minta bantuan. Namun, lelaki itu hanya menaikkan kedua bahunya malas.Terlihat jelas wajah wanita itu tengah memaksa akal dan pikirannya bekerja keras mencari alasan yang tepat. Tentunya Nurul yakin, Aisyah pasti berpikiran buruk. Apalagi terlihat jelas ia seperti tertangkap basah. Tidak! Nurul tak bisa membiarkan kakak madunya menariknya
Read more
22. Aisyah Dijebak
Asiyah panik dan bingung. Ia tak bisa menemukan keberadaan Nurul. Kemudian ia mencoba menghubungi suaminya, mencoba meminta bantuan dari Wahid.“Halo, Mas. Mas, aku minta maaf dan aku bisa minta bantuanmu,, nggak?” seru Aisyah panik setelah sambungan telepon terhubung dan mengucapkan salam.“Bantuan apa, Dek?” sahut Wahid langsung dengan nada cemas. “Kamu tenang dulu, Dek! Ceritakan ada apa?” Wanita bercadar itu menuruti saran suaminya. Aisyah menarik napas dalam dan panjang, agar ia bisa lebih tenang. Kemudian ia menceritakan keadaan dirinya.“Kok bisa kamu kehilangan Nurul, Dek? Nurul itu sedang hamil, loh. Bisa-bisanya kamu ceroboh begitu, kalau umi tahu bisa marah besar,” sembur Wahid setelah Aisyah menceritakannya.“Aku hanya menegur Nurul, Mas. Aku nggak bermaksud apa-apa, Mas. Tiba-tiba Nurul langsung marah dan pergi dari pasar,” jelas Aisyah dengan derai air mata. “Aku minta maaf, Mas. Aku bener-bener bingung.”“Ya sudah, kami diam dan tenangkan diri dulu! Mas akan mencoba me
Read more
23. Aisyah Tidak Hamil
“Apa-apaan ini?” pekik Rahma kesal.Wanita paruh baya itu langsung menoleh pada Aisyah dengan tatapan nanar. “Berani sekali kamu meninggalkan menantu kesayangan umi di pasar seorang diri! Umi mengizinkan Nurul ikut denganmu agar kamu menjaganya! Nurul itu sedang hamil, kalau terjadi sesuatu sama menantu umi, kamu mau tanggung jawab, hah!” hardiknya seraya menunjuk wajah Aisyah dengan jari telunjuknya.“Astaghfirullah, itu tidak benar, Umi! Ais tak meninggalkan Nurul, justru Nurul yang tiba-tiba pergi meninggalkan Ais. Lalu Ais meminta bantuan Mas Wahid untuk mencarinya,” jelas Aisyah mencoba menerangkan.“Jangan banyak alasan kamu, Aisyah! Kalau benar Nurul pergi meninggalkan kamu, kenapa kamu pulang sendirian dan saat umi tanya kamu berkata Nurul dijemput Wahid ... pintar sekali kamu bersandiwara.” Rahma makin meninggikan suaranya.Wajah Aisyah lemas tak berdaya. Ia lalu menoleh pada madunya yang langsung membuang wajah darinya. Jelas sekali, Nurul sedang mengadu domba dirinya dan me
Read more
24. Talak Untuk Aisyah
“Benar kamu hamil, Dek?” tanya Wahid memastikan.“Tidak, Mas, magh-ku kambuh,” jawab Aisyah dengan suara lemas.Benar. Penyakit Aisyah kambuh dan tampaknya semakin parah. Ia tak bisa lagi menahan rasa mual dalam perutnya. Wanita itu langsung memutar tubuhnya dan memuntahkan isi perutnya yang kosong ke dalam kloset. Kepalanya terasa berputar, tubuhnya semakin lemas, tetapi rasa mual dalam perutnya tak segera usai.“Sudah jelas istrimu hamil, Wahid! Lihatlah, sejak tadi nggak masih mual muntah terus! Wajahnya juga sudah pucat, sebaiknya kamu buatkan teh hangat untuknya biar tubuhnya tak terlalu lemas!” titah Rahma pada anak lelakinya.Akan tetapi, Wahid tak menurut. Lelaki itu langsung meraih tubuh Aisyah yang tampaknya sudah selesai memuntahkan isi perutnya. Wahid memutar tubuh istrinya dan menghadapkan pada dirinya.“Siapa yang melakukannya, Aisyah!” pekik Wahid keras dengan tatapan murka. Panggilan sayangnya Wahid untuk Aisyah, tampaknya sudah tak berlaku. Lelaki itu menatap penuh a
Read more
25. Aisyah Pulang
“Siapkan semua baju-bajumu! Aku akan mengantarkan kamu ke rumah orang tuamu dan jangan berani menginjakkan kaki ke rumah ini lagi. Aku tidak sudi memiliki istri pezina!” Suara Wahid lantang.Bagaikan petir yang menyambarnya di siang bolong. Air mata Aisyah makin deras. Sakit, sesak dan hancur tak bisa ia gambarkan.Tubuh Aisyah melemas. Tak terasa tubuhnya ambruk ke lantai. Aisyah hanya bisa menatap tubuh suaminya menjauh dan keluar dari kamar mandi.“Jangan temani dan tanya wanita itu!” perintah Wahid menghentikan menyadari tatapan orang tua, kakaknya dan juga Nurul penuh tanya.“Mas Wahid, ada apa denganmu? Kenapa tiba-tiba mengatakan Mbak Ais pezina?” tanya Nurul seraya mengejar langkah kaki suaminya.Rahma dan Ibrahim, serta Zalimar lebih menuruti ucapan Wahid. Tak ada yang melihat Aisyah menangis tersedu-sedu di dalam kamar mandi. Hancur dan sakit hatinya membuatnya kesulitan bernapas hingga Aisyah kesulitan menahan laju air matanya.“Ya Allah, inikah balasan untuk semua kesabara
Read more
26. Aisyah Sakit
“Itu sepertinya pak Akbar dan bu Nilam, orang tuanya Aisyah?”Haidar baru saja menginjakkan kakinya keluar dari parkiran rumah sakit, tak sengaja indera penglihatannya menangkap mobil ambulans yang tengah menurunkan ranjang pasien. Dokter tampan itu mengenali orang tua yang mendampingi pasien. Kemudian indera penglihatannya tertuju pada wanita yang terbaring di atas ranjang beroda itu.“Aisyah?” gumam Haidar panik.Wanita itu terkulai lemah tak berdaya. Wajahnya tak terlindung cadar, sehingga Haidar lebih mudah mengenalinya. Sontak saja ia langsung berlari menghampirinya.“Apa yang terjadi dengan pasien?” tanya Haidar pada petugas ambulans.“Pasien menderita GERD, setelah kami melakukan pemeriksaan fisik saat dalam perjalanan ke sini, Dok,” jawab petugas itu mengenali Haidar.“Astagfirullah, baiklah bawa langsung ke IGD dan panggil dokter Lukman!” pinta Haidar yang ikut mendorong ranjang beroda tersebut.Salah satu dari petugas itu menuju ruangan lain, sementara yang lainnya terus mem
Read more
27. Penyesalan Wahid
“Wahid, coba jelaskan pada abi apa yang terjadi?” tanya Ibrahim dengan tatapan tajam dan tegas setelah mereka berdua berbicara di ruang kerjanya Ibrahim yang berada di dalam rumah.“ Abi tidak mengerti Kenapa kamu tiba-tiba menuduh Aisyah berzina, padahal Abi tahu kamu begitu sangat menyayangi Aisyah? Ceritakan semuanya dengan detail Abi ingin tahu masalah rumah tanggamu dan Aisyah!” pinta Ibrahim sedikit meninggikan suaranya, menyadari Wahid terus menunduk.Wajah lelaki dengan jambang tipis itu bingung dan terlihat memasang wajah frustrasi. Bahkan ada garis ketakutan di wajahnya. Ibrahim lantas menepuk pundak anak lelakinya, mencoba menyadarkan Wahid.“Wahid! Apa kamu dengar apa yang abi perintahkan?” tanya Ibrahim menurunkan intonasi suaranya.“Dengar, Abi. Tapi—“ ucapan Wahid terpotong, wajahnya meragu.“Tapi apa? Jangan buat abi kesal! Ceritakan semuanya agar rasa penasaran abi tak meninggi. Di luar, umi dan Nurul pasti kebingungan dengan sikapmu,” desak Ibrahim menahan sabarnya.
Read more
28. Kemarahan Ayahnya Aisyah
“Aisyah, kamu sudah sadar, Nak?”Nilam langsung bergegas bangun dari duduknya hingga kursi besi yang ia duduki berderit keras karena gerakan wanita paruh baya itu terlalu cepat. Akbar yang duduk di sofa seraya melantunkan dzikir dan doa untuk putrinya pun langsung bergegas bangun. Wajah cemas mereka sedikit memudar melihat Aisyah membuka matanya.“Aku di mana, Bu?” tanya Aisyah menyadari tempat ia berada terasa asing.“Kamu ada di rumah sakit, Nak. Kamu pingsan, jadi kami langsung membawamu ke rumah sakit,” jawab Nilam lembut seraya membelai lembut rambut putrinya yang tertutup hijab. “Bagaimana sekarang keadaanmu?” tanyanya.“Ayah, panggilkan dokter dulu untuk memeriksa keadaanmu,” sela Akbar seraya menghapus air mata harunya.Akbar langsung bergegas berjalan menuju pintu kamar rawat. Setelah suaminya tak terlihat, Nilam menawari putrinya minum dan langsung dijawab anggukannya Aisyah. Tentu saja, ia tak keberatan dan langsung meraih gelas di atas nakas samping ranjang rawat Aisyah da
Read more
29. Pertemuan Aisyah Dengan Wahid
“Terlambat, Wahid! Sebaiknya kamu pulang dan jangan ganggu putriku lagi!”Akbar langsung berjalan melewati Wahid dan terus menuju pintu. Wahid memanggil pun tak dipedulikan. Lelaki paruh baya itu bergegas masuk ke dalam rumah dan langsung menutup pintu.Hati siapa yang tak sakit hati melihat putrinya yang ia titipkan pada seorang pria dan mengira kehidupan anaknya akan bahagia. Tiba-tiba pria itu memulangkannya dan mengucapkan talak di hadapannya, yang mana itu ucapan talak kedua setelah talak pertama di hadapan orang tua si lelaki. Bukan hanya itu putrinya dipulangkan bersama fitnah yang tak mendasar.Lalu yang paling menyakitkan, putrinya pulang dalam keadaan sakit. Bukan hanya sakit badan saja, tetapi sakit hati dan luka putrinya teramat dalam. Akbar tak bisa menerimanya.“Ya Rabb, lapangkanlah hatiku! Aku masih tenggelam dalam amarah, tetapi sulit bagiku untuk memaafkan kesalahan Wahid. Begitu besar luka yang lelaki itu berbuat pada putriku ... aku yakin Engkau Maha Mengetahui dar
Read more
30. Kebesaran Hati Aisyah
“Bisakah kamu merahasiakan keburukan mas ... maksud mas tentang kelemahan mas dalam masalah keturunan? Itu adalah aib, Aisyah. Mas mohon dengan segala kerendahan hati!”“Apa?!” Aisyah terkejut. “Kamu bilang apa, Mas?” tanyanya.Bukannya Aisyah tak mendengar. Hanya saja, ia seperti salah mencerna ucapan lelaki di hadapannya yang kini sudah menjadi mantannya. Tiba-tiba perutnya terasa mual saat ia berusaha keras memaksa otak dan pikirannya untuk mencerna ulang ucapan Wahid.“Mas, minta tolong dengan sangat padamu, rahasiakan aib mas, Aisyah! Mas akan menjalani pengobatan seperti usulmu dulu. Mas, tidak ingin membuat malu nama baik keluarga,” ucap sedikit tegas.Jantung Aisyah serasa tertancap panah. Takut membuat malu nama baik keluarga katanya? Lalu bagaimana dengan dirinya dulu yang menerima hinaan mandul?Aisyah memegangi dadanya yang tiba-tiba terasa terbakar dan perutnya terasa makin mual. Ia tak bisa lagi menahannya lebih lama lagi. Wahid yang menyadari ekspresi Aisyah menahan sak
Read more
PREV
123456
...
11
DMCA.com Protection Status