All Chapters of Bukan Aku Yang Mandul: Chapter 41 - Chapter 50
108 Chapters
41. Pengintai Tertangkap
Sabar yang berat, itulah yang dirasakan Haidar setelah percakapannya dengan Akbar. Namun, setidaknya ia sedikit lebih tenang karena niat baiknya mendapatkan dukungan dari lelaki paruh baya itu. Cinta yang lama terpendam perlahan keluar.Hatinya terus berdoa agar luka hati Aisyah segera pulih dan menerima kesungguhannya. Memang tak harus cepat dan butuh waktu lama. Wanita itu pun perlu menjalani masa iddah dan memantapkan hatinya.Kehadiran Haikal mampu memberikan senyuman wanita cantik itu kembali. Bahkan tak ada rasa canggung pada Aisyah dengan sebutan bunda. Kepolosan anak kecil berusia tiga tahun terlihat riang dan begitu merindukan sosok ibu dalam hidupnya.“Bunda pulang ke rumah ayah, ‘kan?” tanya Haikal polos.Aisyah hampir tersentak. Begitu juga dengan Akbar dan Nilam. Haidar langsung menghampiri putranya dan membelai rambut lebatnya Haikal.“Sayang, Bundanya harus pulang ke rumah Nenek dan Kakek dulu! Jadi, nggak bisa ikut kita ke rumah,” jawab Haidar lembut memberi pengertian
Read more
42. Terbongkar
“Kamu mengenalnya?” tanya Haidar pada Aisyah. “Dia diam-diam mengikutiku dan juga dia merekam percakapanku dengan ayahmu,” jelasnya.Toni digiring oleh Haidar ke ruang rawat Aisyah. Dokter tampan itu yakin sekali jika wanita itu mengenal orang yang mengintainya. Tentu saja Aisyah masih mengenalinya, bahkan masih ingat jelas siapa lelaki muda tersebut.Tubuh Aisyah memanas dan semakin panas mendengar penjelasan Haidar. Gara-gara lelaki itu dan Nurul, dulu ia mendapatkan fitnah, hingga diperlakukan hina. Ia menatap lelaki itu yang kini menunduk tak berkutik dalam kawalan para petugas keamanan hotel.“Kamu, orang yang mengaku temannya Nurul, ‘kan?” Aisyah bertanya dengan tatapan penuh emosi, tetapi ia mencoba berpikir tenang seraya mengingat nama lelaki tersebut. “Toni, n
Read more
43. Aisyah Dicari Seseorang Tak dikenal
“Bukan salahmu, Haidar. Seharusnya aku yang meminta maaf karena kamu harus terlibat dengan masalahku.”Haidar mengerutkan dahinya. “Kenapa ini jadi masalahmu?” tanyanya penuh selidik.“Orang yang menyuruhnya adalah Nurul, istri dari mantan suamiku. Aku pernah berselisih paham dengannya,” jawab Aisyah jujur.Aisyah langsung menundukkan pandangannya. Haidar tak menyahut ucapannya. Dokter tampan itu lalu meraih selimut di dekat kaki Aisyah dan menaikkannya hingga di bawah lehernya.Wanita itu langsung salah tingkah dengan perlakuan dokter tampan, sahabatnya. Ia melirik pada kedua orang tuanya, seolah meminta bantuan. Namun, Nilam dan Akbar tersenyum hangat pada Haidar.“Aku juga mengenal wanita bernama Nurul itu dan aku rasa bukan itu sumber masalahnya. Wanita itu menyebut nama kak Zali, istri dari sepupu ibuku... jadi bukan masalahmu saja, Aisyah. Ini juga masalahku karena terjadi di rumah sakit tempatku bekerja,” ucapnya lembut. “Sebaiknya kamu istirahat saja! Aku akan membereskan masa
Read more
44. Tawaran Untuk Aisyah
“Ah, Dokter Haidar, silahkan masuk!” Sapa seorang lelaki yang mengenakan pakaian formal, lengkap dengan jas dan dasi berwarna biru tua. Dialah Damar Erlangga, direktur rumah sakit tempat ia bekerja. Damar mempersilahkan Haidar masuk, setelah dokter tampan itu mengetuk pintu dan membukanya sedikit.Haidar mengangguk hormat seraya melangkah masuk ke dalam. Damar langsung mempersilahkan lelaki tampan menawan itu duduk di sofa seberang tamunya saat ini. Seorang wanita cantik, yang Haidar yakini adalah orang yang mencari Aisyah?“Perkenalkan Dokter Haidar, dia adala Shahira Michele. Tapi, sepertinya tak perlu dikenalkan, saya yakin Dokter tahu siapa artis cantik di hadapan kita,” ucap Damar diselingi tawa memuji.“Dokter Damar bisa saja!” timpal Shahira malu-malu.Ya, dia adalah artis cantik yang pernah dibantu oleh Aisyah mengenai pakaiannya. Shahira mengulum senyuman termanisnya pada Haidar seraya mengulurkan tangannya. “Shahira Michele,” ucapnya.“Haidar Abidzar,” sahut Haidar sopan se
Read more
45. Mendekati Aisyah
Haidar berjanji pada Shahira untuk mengatur waktu bertemu dengan Aisyah setelah mematikan kesehatan sahabatnya sudah lebih baik. Artis cantik itu pun menyetujuinya. Kedatangan Shahira ke rumah sakit itu dirahasiakan oleh Damar selaku direktur rumah sakit untuk menjaga privasi artis cantik itu agar terhindar dari gosip.Sementara Haidar langsung bergegas ke ruangannya, waktu untuknya menerima pasien rawat jalan sudah tiba. Dokter tampan itu terkejut saat menerima pasien pertamanya adalah orang yang tak asing. Walaupun hanya beberapa kali bertemu, tetapi cukup mengejutkan dan membuatnya canggung serta menahan kesal.“Pak Wahid, silahkan duduk!” Haidar mempersilahkan pasien pertamanya dan menyambutnya santun.Tentu saja, walaupun ia harus menahan canggung dan kesal, Haidar tetap profesional. Lelaki dengan jambang tipis itu datang seorang diri seraya menyerahkan sebuah berkas pada Haidar, setelah duduk di hadapannya. Dokter tampan itu langsung menerimanya dan membukanya setelah mendapatka
Read more
46. Nurul Dan Toni
“Toni ke mana, sih? Dari semalam ponselnya mati dan tak bisa dihubungi. Apa jangan-jangan dia menghindari aku?” Nurul berguman seorang diri di dalam kamar seraya memandangi ponselnya.Berkali-kali ia memperhatikan ponselnya, dan menghubungi nomor kontaknya Toni. Wajahnya tampak cemas, panik dan takut. Takut jika lelaki itu menghilang atau ketahuan dan dirinya bisa ketahuan kebusukannya.“Akhirnya aktif juga,” ucapnya setelah terdengar bunyi tanda sambungan teleponnya tersambung.Wajahnya gelisah, tak sabar menunggu lelaki tersebut menjawabnya. Fokus mata Nurul terus tertuju pada pintu kamarnya. Takut jika mertuanya atau kakak iparnya menguping atau mencari dirinya.“Halo, Toni! Kenapa kamu tiba-tiba menghil—““Jangan hubungi aku lagi!” seru Toni dari balik telepon memotong ucapan Nurul.Nurul terkejut hingga kedua bola matanya membesar sempurna. “Maksudmu apa?” tanyanya sedikit gagap.“Pokoknya jangan hubungi aku lagi! Aku nggak mau berurusan lagi sama kamu!” sentak Toni dengan suara
Read more
47. Penawaran Untuk Aisyah
“Kamu yakin, dokter itu mengenal ayahmu dan ayahku? Mungkin saja itu hanya gertakan atau itu hanyalah ancaman mbak Aisyah? Dia pasti tahu siapa ayahku dan itu hanya ancaman saja,” ucap Nurul dengan tatapan gelisah dan cemas.“Bukan mbak Aisyah yang memberitahu dokter itu. Justru dia tahu sendiri ... aku bisa melihat kesungguhan ucapannya,” jelas Toni seraya menundukan wajahnya. “Bahkan dokter itu tahu kalau suamimu bukanlah ayah dari janin yang kamu kandung.” Kedua bola mata Nurul langsung membulat sempurna. Ia refleks mendekati Toni yang masih duduk di tepi ranjang. Wanita cantik itu menatap lekat pada kedua netra Toni mencari kesungguhan ucapannya.“Bagaimana dokter itu bisa tahu?” tanya Nurul dengan tatapan makin cemas.“Aku juga tidak tahu, karena itulah aku ingin mengakhiri semua ini. Kalau sampai dokter itu menyebarkan berita itu, bisa berbahaya untukmu,” jawab Toni menunjukkan rasa sungguh-sungguh yang diliputi cemas.Toni kembali menundukkan wajahnya. Ingatannya memundur, men
Read more
48. Aisyah Bersedia
“A—aku jadi perancang busana untuk Kak Shahira?” tanya Aisyah mencoba mengartikan apa yang ia tangkap pada indera pendengarannya. Bahkan nadanya pun gagap, tak percaya.Kedua bola mata Aisyah membulat sempurna. Tatapannya bingung dan masih diselimuti rasa takut. Ia bahkan baru mengedipkan kedua bola matanya saat Shahira mengerutkan dahinya.“Aku tidak salah dengar, ‘kan?” tanya Aisyah lagi memastikan, seraya menatap wanita cantik di hadapannya, lalu menoleh pada Haidar yang berada di sampingnya.“Iya, Aisyah. Kak Shahira memintamu menjadi seorang perancang busananya. Kamu tidak salah dengar,” jawab Haidar memastikan.“Benar, Aisyah. Kamu tidak salah dengar, aku benar-benar jatuh cinta dengan sentuhan tanganmu. Sepertinya kamu merangkainya penuh cinta dan seolah menggambarkan apa yang mau saat itu.” Shahira meyakinkan. “Aku ingin mengontrak kamu secara eksklusif. Kamu hanya boleh memberikan rancanganmu untuk aku kenakan!” imbuhnya tegas.Kedua tangan Aisyah menyentuh cadarnya, menutupi
Read more
49. Dukungan Untuk Haidar
Setelah perjanjian kontrak kerja disepakati oleh Aisyah dan Shahira, keduanya langsung menandatangani kontrak. Haidar diminta Aisyah menjadi saksi dan juga orang yang bertanggung jawab atas dirinya. Karena kehadiran Haidar lah, ia bisa mendapatkan kesempatan meraih cita-citanya.Shahira pun percaya dengan Haidar. Apalagi dokter Damar begitu memuji dokter tampan tersebut. Setelah semuanya jelas, mereka pun berpisah. Haidar langsung mengajak wanita bercadar itu pulang dengan mobilnya. Wajah Aisyah benar-benar terlihat bahagia dan tampak tanpa beban. Jika saja ia tak memakai cadar, mungkin Haidar bisa melihat senyuman termanisnya.“Terima kasih, Haidar,” ucap Aisyah setelah mobil yang dikemudikan Haidar keluar dari parkiran restoran.“Kenapa berterima kasih padaku? Kamu sendiri yang bertemu dengan Shahira dan membuatnya jatuh hati padamu. Ini semua karena usahamu, Aisyah,” sahut Haidar diikuti senyuman bangganya.Asiyah menoleh dan tersenyum di balik cadarnya. Haidar tahu, jika wanita i
Read more
50. Penyesalan Rahma
“Apakah itu pujian?” tanya Haidar terdengar merendah.“Aku memberikan dukungan untukmu, Haidar,” jawab Aisyah jujur.Haidar tertawa kecil, tetapi ia tak menimpali jawaban wanita bercadar di sebelahnya. “Baiklah, aku terima alasanmu. Terima kasih, Aisyah,” balasnya.“Aku minta maaf, Haidar kalau membuatmu harus mengingat rasa sedih hatimu,” ucap Aisyah kembali memasang wajah bersalah saat melihat senyuman tipisnya Haidar. Karena rasa ingin tahunya tentang kehidupan sahabatnya, justru mengorek luka hatinya. “Tenang saja, Aisyah! Aku sudah meyakini kalau ini semua adalah takdir dari Allah. Hanya itu yang aku yakini,” ungkap Haidar diakhiri senyuman leganya. “Jika ditanya sedih, tentu saja sedih karena aku kehilangan istri yang kucinta, tetapi aku yakin ini adalah ketentuan Allah dan Hana pasti mendapatkan tempat yang terbaik di sisi-Nya.”“Aamiin! Aku senang dengernya kalau kamu bisa tabah dan aku yakin kamu akan mendapatkan pengganti yang lebih baik dari Hana, Haidar,” sahut Aisyah ser
Read more
PREV
1
...
34567
...
11
DMCA.com Protection Status