Bukan Aku Yang Mandul

Bukan Aku Yang Mandul

By:  Disi77  Completed
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
24 ratings
108Chapters
27.7Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Aisyah ridha menerima semua gunjingan dan tuduhan mandul. Pernikahannya dengan Wahid sudah memasuki lima tahun dan belum dikaruniai keturunan. Bukan Aisyah yang tak bisa hamil, tetapi Wahid lah yang impoten. Namun, Aisyah memilih menutupi aib suaminya dan menerima semua tuduhan tersebut. Sayangnya, pengorbanannya tak berbuah manis. Seorang wanita bernama Nurul yang merupakan rekan kerja suaminya, mengaku hamil karena Wahid. Benarkan pengakuan Nurul?

View More
Bukan Aku Yang Mandul Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
user avatar
Ocean Na Vinli
Alurnya keren, semangat Thor
2024-01-22 23:08:04
1
user avatar
Disi77
Hai pembaca setia Bukan Aku Yang Mandul. atas dukungan pembaca, novel ini menjadi juara 2 event Mantan Yang Kau Sia-Siakan Ternyata Orang Kaya. sebagai bentuk terima kasih dari othor, mau bagi-bagi koin gratis nih. Buat kalian pembaca setia, komen ulasan ini ya ...
2024-01-16 18:10:08
1
user avatar
Ida Darwati
pokonya keren ceritanya miss mantap
2024-01-16 16:53:55
1
user avatar
Juniarth
novel rekomended loh
2024-01-15 18:55:48
1
user avatar
Dinara Sofia
Curiga sama Nurul, anak siapa itu? Wajib baca sih ini penasaran soalnya.
2024-01-15 11:08:50
1
user avatar
Ardhya Rahma
Ceritanya keren, Thor
2024-01-14 23:37:37
0
user avatar
Auphi
Entah kenapa dari dulu kaum Hawa yang terus disalahin tiap nggak punya anak. semangat Thor.
2024-01-14 21:18:14
0
user avatar
Kina nak kuningan
Ceritanya seru! menguras air mata, semangat buat kakanya
2024-01-14 21:10:45
0
user avatar
Biru Gerimis
Karakter Bu Rahma menantang pembaca apakah bisa memelihara emosinya... Semangat, Kak Author...
2024-01-14 13:06:58
0
user avatar
Dita Sintiya
cerita yang bagus dan bikin penasaran
2024-01-14 12:54:07
0
user avatar
Tatya Miranthy
sabar...sabar, punya bumer kaya Bu Rahma. seru lah pokoknya ini ceritanya..
2024-01-14 12:43:08
0
user avatar
Rich Mama
Cepet banget Thor tamatnya. Seru nih padahal...
2024-01-14 12:23:31
0
user avatar
Phina1901
Greget banget sama kisahnya Aisyah .... semangat update Kak Thor
2024-01-14 12:21:14
0
user avatar
De Lilah
keren ceritanya! semangat terus buat karya baru thor
2024-01-14 12:14:43
0
user avatar
Prisma
Dari awal sudah seru dan menarik ceritanya, Kak.
2024-01-14 11:33:16
0
  • 1
  • 2
108 Chapters
1. Hari Menyakitkan
“Siapa yang bertamu, Aisyah?”Pertanyaan dari Rahma, mengejutkan menantunya. Aisyah yang baru saja menutup pintu langsung menunduk, tak berani menatap wajah mertuanya. Tangannya terlihat gemetar.Aisyah, wanita itu sudah berusaha menutup pintu sepelan mungkin agar tak mengganggu mertuanya. Bukan mengganggu, tetapi menghindari Rahma. Niatnya, setelah menutup pintu akan berjalan cepat menuju kamarnya, menyembunyikan bungkusan yang berada di tangannya.“Kurir, Umi,” jawab Aisyah pelan. Ia tak mungkin berbohong. Rahma sudah melihat bungkusan berukuran sedang pada tangannya. Benar dugaan Aisyah. Mertuanya langsung memasang wajah tak suka saat ia memberanikan diri menatap wajah Rahma.“Kamu beli paket apa?” tanya Rahma ketus.“Mm ... beli pembalut, Umi. Kebetulan lagi ada diskon besar. Ais pikir lumayan untuk berhemat, lagi pula gratis ongkir,” jawab Aisyah dengan nada was-was. Dalam hatinya berharap mertuanya menerima alasannya.Sayangnya, Rahma tak menerima alasan menantunya itu. Ia maki
Read more
2. Sambutan Pilu
Bab 2Wanita berparas cantik tertutup kain hitam yang menutupi kepala serta mulut dan hidungnya itu segera menghapus jejak air matanya. Ia menghela napas panjang seraya memejamkan matanya. Aisyah lantas melihat pantulan dirinya di cermin seraya tersenyum menyemangati diri sendiri.“Semangat, Aisyah!” ucapnya.Aisyah lantas keluar dari kamar dan kembali membantu Rahma menjamu para tamu. Suasana yang tidak mengenakkan tadi kini berkurang secara berangsur-angsur berkat senyuman dan keramahan Aisyah. Dalam benak wanita bercadar itu bersyukur bahwa mereka semua tidak mengungkit lagi mengenai masalah tadi hingga waktu pengajian dimulai.Waktu demi waktu berlalu, matahari yang awalnya menyinari tepat di atas atap rumah kini menurun menghiasi langit cakrawala di sore hari itu. Acara pengajian yang diadakan oleh Rahma pun sudah selesai. Hingga akhirnya tugas Aisyah membereskan ruang tamu.Aisyah mengumpulkan piring dan gelas kotor, kemudian membawanya ke wastafel untuk dicuci olehnya. Dengan t
Read more
3. Tamu Tak Terduga
Bab 3Suara percikan air dari arah kamar mandi terdengar pada indera pendengaran Aisyah. Ia menatap gelapnya langit yang ditutupi oleh awan dari jendela kamarnya. Wanita itu terdiam, mencoba untuk mencari satu bintang yang terlihat. Namun, tak satu pun bintang yang menghiasi langit malam itu.“Seperti menggambarkan suasana hatiku,” ucapnya pelan.Masih memerhatikan langit, Aisyah tersentak mendengar suara pintu kamarnya diketuk diiringi dengan suara Rahma yang memanggil Wahid. Mendengar hal itu, ia segera membuka pintunya. Senyuman ramah Aisyah mengembang untuk mertuanya, walaupun tahu tak akan terbalas.“Di mana suamimu?” tanya Rahma singkat.“Mas Wahid lagi di kamar mandi. Ada apa, ya, Umi? Nanti Aisyah sampaikan pesan Umi ke Mas Wahid,” jawab Aisyah santun.“Kyai Reza dan anaknya datang bertamu. Mereka berdua ingin bertemu dengan Wahid. Sampaikan pada suamimu, ya!” Rahma melenggang pergi setelah menyampaikan kedatangan tamu di rumah mereka.Setelah mertuanya tak terlihat, Aisyah se
Read more
4. Kenyataan Pahit
“Itu semua fitnah, Dek!” jawab Wahid yakin dengan nada lantang. “Kamu terus menyangkal, Mas?” celetuk Nurul dengan nada parau. Suasana makin memanas. Nurul menatap Wahid dengan tatapan nanar dan menahan emosi. Hati Aisyah terasa ditusuk ratusan duri. “Yang diucapkan Mas Wahid memang benar,” seru Aisyah lantang dan yakin, hingga seluruh mata tertuju padanya. “Kenapa kamu begitu yakin, Aisyah? Apa kamu begitu yakin kalau suamimu tidak berbuat nakal di luar rumah? Apa kamu punya bukti?” cecar Sarah, istrinya kyai Reza. Oksigen di dalam tubuh Aisyah serasa berkurang. Napasnya sesak dan tubuhnya melemas. Ia lalu menoleh pada suaminya dan meminta membantunya memberi penjelasan, tetapi Wahid hanya bisa diam. Aisyah bingung harus menjawab apa agar mereka yakin kalau suaminya infertilitas. “Karena sampai sekarang saya juga belum hamil, jadi tidak mungkin Mas Wahid menghamili wanita lain,” jawabnya dengan nada lemas. “Itu karena kamu mandul, Aisyah!” celetuk Rahma seraya menunjuk menantu
Read more
5. Rela Dimadu?
“Baiklah kalau begitu, saya pamit dulu. Mohon maaf jika kedatangan saya dan keluarga mengganggu waktu istirahat Pak Ibrahim,” ucap kyai Reza seraya bangkit dari duduknya. “Ah, jangan bicara seperti itu, Kyai Reza! Justru kalau ada masalah, lebih baik dibicarakan baik-baik agar ada solusinya,” sahut Ibrahim ikut bangkit berdiri. Ibrahim bahkan terlihat memberikan senyuman ramah yang dipaksakan sebelum menjabat tangan kyai Reza. Sementara Rahma langsung memeluk Nurul. Entah apa yang sedang diperbuatnya, yang jelas ia memeluk gadis itu lembut. Kemudian ia memeluk Sarah, ibunya Nurul. “Tolong maafkan kesalahan Wahid, Bu. Saya akan pastikan anak saya bertanggung jawab atas kesalahannya,” ucap Rahma seraya melepaskan pelukannya. Kemudian ia berpindah pada Nurul dan menggenggam lembut gadis itu. “Sabar ya, Nurul. Besok umi akan datang dengan Wahid!” “Terima kasih, Umi,” sahut Nurul tersenyum tipis. Aisyah yang sedari tadi terdiam merasakan lemas pada kedua kakinya, tak kuasa mendengar p
Read more
6. Tak Ada Pilihan
Aisyah merasa tercekik saat mendengar ucapan ibu mertuanya. Kabar baik katanya? Wanita itu hanya bisa mengatur napasnya agar ia bisa bersuara.“Benar, itu kabar baik. Mas Wahid bisa segera punya anak,” celetuk Aisyah pelan.“Dek!” panggil Wahid seraya meraih tangannya.Jujur saja, Aisyah ingin menepis tangan suaminya. Namun, ia menahan dirinya di depan kedua orang tua suaminya. Mereka pasti akan menyerangnya jika tahu dirinya bersikap kasar pada anak mertuanya.“Aisyah, aku tahu kamu pasti sedih karena harus menerima kenyataan ini, tapi—““Aku tahu, Kak Zali! Bukankah aku tidak berkata menentangnya,” sahut Aisyah memotong ucapan Zalimar. Aisyah bahkan tersenyum kecut padanya.Wanita itu lalu memindai wajah mereka yang tiba-tiba terdiam. “Jika tidak ada yang mau dibahas lagi, aku mau istirahat?” tanya Aisyah mempertahankan nada sopannya.“Tunggu sebentar, Aisyah! Kami belum selesai,” pinta Ibrahim dengan nada canggung.Aisyah pun urung bangkit dari duduknya. Walaupun hatinya sudah berg
Read more
7. Bisa Adil?
“Dek, kamu—““Apa? Kamu mau berkata aku keterlaluan seperti yang abi ungkapkan saat di depan tadi?” potong Aisyah dengan tatapan nanar. “Aku masih bisa menahan hinaan mandul untukmu, tetapi kamu mengkhianatiku, Mas. Entah benih siapa di dalam kandungan Nurul? Yang jelas kamu sudah menduakan aku, Mas,” ungkapnya.Air mata Aisyah yang sebelumnya mengering mendadak mengalir deras melintasi kedua pipinya. Wahid hanya bisa menundukkan wajahnya. Air mata penyesalannya pun menetes.“Maafkan aku, Dek. Mas bersalah. Tak tahu setan apa yang merasukiku, hingga aku sebodoh ini dan menyakitimu,” sesal Wahid seraya menetap penuh ampun pada istrinya. “Tolong maafkan aku, Dek!”“Aku bisa saja memaafkan kamu, Mas, te
Read more
8. Berjumpa Sahabat
 “Insya Allah, Dek. Mas, pasti akan berlaku adil pada kalian,” ucapan Wahid terdengar meyakinkan, hingga beberapa orang yang ada di sana mengukir senyuman bangga dan dukungan.“Mbak Aisyah! A—aku ...,” kalimat Nurul terhenti dan gagap, hingga ia memilih menundukkan wajahnya tak berani membalas tatapan Aisyah.Aisyah lantas meraih tangan wanita yang sudah resmi menjadi istri suaminya tersebut. Tinggi mereka tak jauh berbeda, sehingga  ia tak perlu menengadahkan pandangannya. Ia hanya pura-pura berani di hadapan semua orang.“Tak usah sungkan! Kini kamu berhak atas suamiku juga. Aku harap kita bisa akur!” ujar Aisyah sesantun mungkin.Tanpa diduga Nurul justru memeluk Aisyah erat. Ia dapat merasakan wanita itu menangis da
Read more
9. Perih?
“Aku langsung saja, ya. Jika kamu dan suami memutuskan untuk program hamil, aku selalu menyarankan agar istri dan suaminya itu datang! Atur waktu agar selalu bisa menemuiku berdua karena untuk bisa hamil harus berjuang bersama bukan hanya istri saja,” terang Haidar mencoba menenangkan pasiennya. Dokter tampan itu dapat melihat garis kegelisahan Aisyah. Tentu saja wanita bercadar itu menyimaknya. Ia tak menyela sahabatnya yang kini tengah memberikan nasehat tentang keluhannya. “Aku tahu kegelisahan seorang istri yang sudah lama menikah dan tak kunjung hamil. Apalagi jika mereka mendapatkan tuntutan dari mertua, saudara dan keluarga untuk cepat hamil. Sayangnya mereka selalu menyudutkan seorang istri dan lebih parahnya kata keramat yang paling menyakitkan selalu terlontar pada seorang istri,” Haidar menjeda penjelasannya. Ia menatap ekspresi Aisyah yang tampak tersentak. “Mandul!” sambung Aisyah mengerti penjelasan terakhirnya Haidar. Lelaki di hadapannya mengangguk. “Perlu kamu keta
Read more
10. Bimbang
“Kenapa kamu izinin Aisyah pulang?” geram Rahma pada putranya.“Biarkan Aisyah menenangkan dirinya, Umi!” jawab Wahid tanpa menoleh pada ibunya.Rahma hampir tersentak. Ia menatap wajah Wahid yang tengah menuangkan gula pada cangkir tehnya. Wanita paruh baya itu berdecak kesal pada putranya.“Menenangkan pikiran? Memangnya Anak itu punya pikiran?” celetuk Rahma sinis.Wahid refleks beristighfar. “Umi, jangan keterlaluan! Seharusnya Umi sebagai seorang istri bisa memahami perasaan Aisyah saat ini,” ucapnya menahan dirinya agar tak meninggikan suaranya pada ibunya.“Kenapa Umi yang harus memahami perasaannya, Aisyah aja nggak mau memahami perasaan Umi,” sahut Rahma tak
Read more
DMCA.com Protection Status