All Chapters of Dalam Dekap Hangat Bos Dinginku: Chapter 41 - Chapter 50
200 Chapters
41. Merasa Gusar
Vincent berusaha menjaga ketenangannya mendengar informasi dari Natalia bahwa Lisa sudah seminggu tidak masuk tanpa keterangan dan ponselnya tidak aktif. “Bagaimana dengan kontak daruratnya? Sudah dihubungi?” ujar Vincent, suaranya tenang, tanpa menunjukkan gejolak yang berkecamuk dalam dirinya. Langkahnya tetap tegap menuju lift tanpa memandang Natalia, menjaga profesionalismenya. “Itulah, Pak. Kontak daruratnya juga tidak bisa dihubungi.” Natalia menjaga senyumnya, meskipun dalam hati terselip rasa kesal pada Lisa yang dinilainya tidak profesional. Kalau bukan karena Lisa adalah bawaan sang CEO, Natalia sudah memberikan surat peringatan. “Beri dia Surat Peringatan saat masuk nanti.” Vincent berkata tegas, suaranya terdengar tanpa keraguan, saat mereka berada di depan lift VIP. Natalia terkesiap, tidak menyangka bahwa Vincent akan bersikap tegas terhadap Lisa. Sang CEO ternyata juga menyuarakan sebuah keputusan yang ingin dia lakukan. Natalia segera mengangguk. “Baik, Pak.” Dia
Read more
42. Tiba-Tiba Menjadi Penting
Mereka telah bermusuhan selama 2 tahun, cukup lama. Dan tiba-tiba saja Ardi memperlakukannya jadi sepenting ini? Bahkan sampai menggenggam tangannya seerat ini. "Aku tidak bisa menjamin apa pun, Ar," Lisa menggeleng pelan. "Jujur, aku tak tega melihat kondisi ibumu. Tapi—” “Lisa. Kumohon!” Ardi tampak begitu panik. Dia menggeleng keras, tatapannya tampak begitu frustrasi dan juga putus asa. “Ar. Aku sudah setuju tinggal di sini lebih lama, sampai-sampai meninggalkan pekerjaanku. Sejak awal aku hanya setuju untuk mengikuti prosedur tes sebagai pendonor, tapi bukan berarti aku betul-betul siap melakukannya.” “Kalau hanya untuk ikut menjalani tes tanpa mau jadi pendonor buat apa, Lisa?” Suara Ardi sedikit meninggi. “Buat melegakan perasaanmulah! Karena kamu nangis dan memaksaku kembali ke rumah sakit untuk ikut tes. Aku kasihan lihat kamu ngos-ngosan mengejar taksi yang sedang membawaku pergi, seperti di film-film!" Ardi mendesah panjang, iapun menurunkan nada suaranya saat berkata
Read more
43. Demi Ibu
"Kita bisa memulai lagi, dari awal. Lisa, aku tahu ini tidak mudah, tapi aku bersedia melakukan apapun." Lisa terdiam. "Aku berencana membeli rumahmu yang disita bank lewat proses pelelangan. Nanti, setelah kita menikah, kita akan tinggal di rumah itu. Kamu boleh memilikinya kembali atas nama kamu, dengan syarat, kamu mau melakukan donor hati agar proses transplantasi hati ibuku bisa berjalan." Kata-kata manis Ardi membuat jantung Lisa berdegup lebih kencang. "Kamu bersedia melakukan apapun, demi ibumu." Dia menyimpulkan dalam hatinya. Saat Ardi berbicara lebih lanjut tentang rencananya, Lisa menatapnya dengan sorot menantang. "Penawaran yang menarik," ujarnya. Ardi terlihat lega, tetapi ternyata Lisa belum selesai. "Tapi," kata Lisa dengan tegas, "ada syarat." Ardi memandangnya penuh antisipasi. "Syarat apa?" "Putuskan dulu hubunganmu dengan Mina, di depan mataku. Katakan padanya bahwa kamu lebih memilihku ketimbang dia." Ardi terkejut. Dia tidak mengira bahwa Lisa akan menuntu
Read more
44. Masih Ingat
Sebuah pesawat jet pribadi mendarat dengan mulus di landasan Bandara Husein Sastranegara, Bandung. Dalam sekejap, tangga pesawat turun, dan pintu jet terbuka. Vincent Alessio, keluar dengan langkah mantap, menapaki tangga pesawat dengan raut wajah serius. Di belakangnya, Bona, asisten pribadi Vincent, mengikuti dengan sigap sambil membawakan tas milik sang tuan. Angin kota Bandung yang menyambut kedatangan mereka terasa lebih dingin hari itu, dan Bona segera memberi Vincent sebuah jaket. Vincent memandang sekeliling bandara, "Kita langsung saja ke rumah sakit.” Dia lalu menyebut nama sebuah rumah sakit yang sempat disebutkan oleh Reyhan dalam obrolan mereka di kantornya tadi. Bona mengangguk dengan kening sedikit mengerut. "Ada yang sakit, Pak? Apa—” Vincent langsung memotong pertanyaan asistennya, "Tidak. Aku hanya ingin mengecek sesuatu." Sebuah mobil mewah hitam telah menunggu mereka. Sopir pribadi mereka, dengan pakaian rapi, membuka pintu mobil begitu melihat Vincent dan Bo
Read more
45. Mendadak Keok
Melihat Vincent mencium Lisa, Ardi seketika tercengang. Matanya terbelalak dan mulutnya menganga lebar, dia terlihat begitu syok! Jantungnya bertalu-talu, pikirannya belum bisa mencerna sepenuhnya apa yang sedang terjadi. Bibirnya yang tadi hendak menyuarakan kemarahan, kini terkatup tanpa suara. Masih di depan mata dan kepalanya sendiri, Ardi melihat dengan jelas bagaimana Lisa dengan mesra bergelayut manja pada sosok sang CEO, Vincent Alessio, yang selama ini amat dihormati dan dikagumi oleh Ardi serta ribuan orang di perusahaan tempatnya bekerja, Sutomo Land Corporation. Dan dia telah melihat jelas bagaimana Vincent mengecup bibir mantan istrinya itu, Vincent seperti pria yang betul-betul sedang jatuh cinta. “Ti-tidak mungkin,” gumamnya dengan sedikit sempoyongan. Tidak pernah terbayangkan oleh Ardi bahwa mantan istrinya, yang selama ini sering dianggapnya remeh, ternyata dihargai sedemikian tinggi oleh pria seperti Vincent Alessio yang memiliki harta, tahta, dan kharisma yang be
Read more
46. Pulang Bersama
“Saya dengar dari Bu Nata, kamu sudah seminggu nggak masuk,” ujar Vincent saat mereka sudah berada di dalam mobil, “tanpa izin, dan ponselmu tak bisa dihubungi,” pungkasnya sambil menoleh pada Lisa yang duduk di sebelahnya.“Ah, iya-iya, maaf. Simcard saya rusak, jadi nomor saya untuk sementara mati.” Lisa meringis karena teguran sang CEO. “Eh, tapi tanpa izin? Tunggu-tunggu, saya sudah izin kok. Saya sudah telepon ke kantor buat minta izin dan Hanum sendiri yang angkat. Saya sudah bilang kalau saya izin dan sedang dalam kondisi mendesak.”“Begitukah?”Lisa cemberut melihat reaksi Vincent yang sepertinya sangsi padanya. “Apa Bapak pikir saya berbohong?” Vincent mengangkat bahu. “Sepertinya kamu harus bicara dengan Bu Nata besok.”Lisa menghela napas panjang, dia tahu bakal menghadapi konsekuensi yang berat. “Pak, saya minta maaf,” ujarnya sambil memandang Vincent yang sejak tadi menghadap ke depan. Meskipun cuma dilihat dari samping, pria itu tetap tampan.Vincent menoleh dan menjaw
Read more
47. Seorang Ayah
Pesawat jet pribadi mendarat dengan mulus di Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Cahaya bulan memantulkan kilauan di sayap pesawat yang kini telah terparkir dengan presisi. Fasilitas FBO (Fixed-Base Operator) atau terminal khusus untuk penerbangan pribadi yang eksklusif itu diterangi oleh lampu sorot yang lembut. Lisa dan Vincent keluar dari pesawat dengan langkah-langkah yang ringan, bayangan mereka berdansa di antara lampu-lampu yang menyala redup. Beberapa petugas telah menunggu di bawah. “Selamat datang, Pak.” Mereka menyapa Vincent dengan hormat lalu tersenyum pada Lisa. Sementara itu, Bona dengan setia mengikuti langkah Vincent. Dia memegang tas milik bosnya dengan segenap tanggung jawabnya. Sambil menenteng tas mewah Vincent, tatapan Bona tak lepas dari layar ponselnya. Dia mengecek setiap informasi yang diterimanya dengan teliti, memastikan bahwa kendali atas segala situasi tetap berada dalam genggamannya yang cermat. “Permisi, Pak,” Bona mendekati sang bos, “Mas Dennis d
Read more
48. Harga Kepo
Lisa, yang tengah terpaku pada pemandangan di depannya, tak bisa menyembunyikan kekagumannya saat Dennis melangkah melewatinya. Dia merasa seperti terseret oleh pesona remaja lelaki itu, ketampanannya semakin terungkap di bawah cahaya lampu lounge.Dennis yang merasa sedang diperhatikan segera menoleh, Lisa pun mengangguk ramah dan tersenyum, berusaha menyamarkan ekspresi terpukau di wajahnya. "Halo, Dennis?" sapanya hangat, menciptakan dentingan suara yang merdu di antara keramaian obrolan di sekitarnya.Dennis hanya mengangguk kecil dengan ekspresi canggung, seakan tidak terbiasa dengan perhatian dari seseorang yang baru dia temui. Raut wajahnya yang segar dan matanya yang indah menatap Lisa dengan polos, menciptakan daya tarik tersendiri.Di sebelah Dennis, Nuning, sang ibu, membalas senyum Lisa dengan singkat. Ekspresi wajahnya menunjukkan kehangatan dan ketulusan, seakan memberikan izin tak tertulis untuk bersikap ramah pada putranya. “Dia memang sedikit pemalu,” ujar Nuning pada
Read more
49. Di Posisi yang Salah
“Yang namanya Lisa tadi cantik juga ya, Vin?”Vincent terkekeh mendengar nada menggoda dalam suara Nuning yang berdiri di sebelahnya. Mereka sedang berbincang di dekat restroom, menunggu Dennis yang sedang pipis.“Terus, kalau cantik kenapa? Ada banyak pegawaiku yang jauh lebih cantik dari Lisa,” sahut Vincent sambil mengerling pada mantan istrinya yang juga ikut tertawa lirih.“Sekilas … dia mirip Mei,” celetuk Nuning.“Lebih cantik Mei dong.”Nuning lagi-lagi tertawa. “Iya-iya … mentang-mentang mantan pacar dibelain teroos.”“Hus, jangan bahas-bahas Mei terus ah, kasihan dia ntar bisa tersedak kalau kamu omongin melulu,” canda Vincent.“Tapi kan aku ngomongin dia selalu yang baik-baik, karena dia memang sebaik itu.”“Terus apa faedahnya kamu ngomongin Mei melulu dalam setiap kesempatan kita ngobrol? Yang nggak bisa move on dari Mei itu aku apa kamu sih?” Vincent menjitak pelan puncak kepala Nuning.“Aku merasa gagal aja jadi mak comblangnya kalian, Vin.” Nuning manyun.“Apaan sih, N
Read more
50. Ribut Sekalian
Lisa terbelalak kaget. “Tapi, Bu—” “Saya juga memberimu Surat Peringatan pertama,” tegas Natalia yang tak ingin didebat oleh Lisa. “Bahkan keputusan tentang SP1 ini datang dari Pak Vincent sendiri, sepertinya beliau kesal melihat kinerjamu yang mengecewakan,” imbuhnya. Muncul cubitan kecil dalam dadanya mendengar penuturan Natalia. “Pak Vincent yang memutuskan?” ulang Lisa. Dan Natalia mengangguk dengan sorot tajam kepadanya. “Bu, saya bisa menjelaskan—” “Simpan saja, kami tak butuh penjelasanmu, Lisa. Yang kami butuhkan adalah keandalanmu dalam bekerja.” Natalia mengangkat dagu dan memandang Lisa dengan sorot penghakiman yang nyata. “Saya sudah memberimu kesempatan sebagai resepsionis, tapi kamu tak menunjukkan banyak kontribusi. Mungkin sebagai office girl kamu akan lebih bermanfaat,” ujarnya sambil tersenyum tipis. “Ini kontrak baru yang harus kamu tanda tangani, sebagai office girl.” Natalia menyodori Lisa secarik kertas, berupa dokumen perjanjian kerja. Lisa menggigit bibi
Read more
PREV
1
...
34567
...
20
DMCA.com Protection Status