Semua Bab Istri Dadakan si Dosen Tampan: Bab 51 - Bab 60
140 Bab
Part 51 - Pisah?
Entah berapa lama aku tidur, hingga terpaksa bangun saat merasakan ada yang menyentuh dahiku. Pelan, aku mengerjap dan mendapati Ibu duduk di sisi ranjang dengan raut wajah khawatirnya. “Salat Asar dulu, Neng. Sejaman lagi masuk waktu magrib.”Aku mengangguk dan beranjak ke kamar mandi. Membasuh wajah dengan air wudu dan lalu salat menengadah memohon ampun pada Sang Pencipta.Begitu selesai salat, aku keluar kamar dan bergabung dengan keluargaku yang sedang berkumpul di ruang tengah. “Teh, kok balik gak bareng Bang Ezar?” tanya Naila.“Lah iya. Teteh mah gak seru. Kan Bang Ezar kemarin janji mau beliin Agam sepeda listrik. Tapi, ini malah datang sendirian.” Agam mengerucutkan bibirnya kesal. “Heh, kalian berdua diam dulu. Sana masuk kamar. Ibu sama Bapak mau bicara sama Teteh,” ujar Ibu. “Mau bicara mah bicara aja, Bu. Kok, nyuruh kita berdua ke kamar. Iya gak, Teh Nai?” tanya Agam ke Naila.Bapak
Baca selengkapnya
Part 52 - Bertemu Ayah
Vina spontan memelukku begitu kami bertemu di Bandara. Dia mengaku prihatin melihat kondisiku dan langsung menebak kalau aku menangis sepanjang malam. Padahal aku sudah pakai masker untuk menutupi segalanya, nyatanya, tetap terlihat dari mata yang sembap. “Kenapa tiba-tiba kamu mau pisah sama Pak Ezar?” tanya Vina ketika pesawat kami sudah mulai mengudara. Aku diam cukup lama sembari memandangi gumpalan awan yang begitu indah lewat jendela pesawat. “Pertama, tidak menyakiti perempuan lain. Kedua, tidak menjadi orang ketiga. Dan ketiga, tidak mengemis perhatian. Gue selalu memegang prinsip itu dan sampai pada titik kesadaran bahwa gue menjalin hubungan dengan menyakiti perempuan lain.” Aku mulai berbicara, tanpa melihat ke arah lawan bicara.“Gue gak hanya menyakiti perempuan lain, tapi juga menyakiti Pak Ezar. Gue hadir di hidupnya dan merusak hubungan mereka yang jelas-jelas terjalin karena cinta,” lanjutku.“Bukannya kamu b
Baca selengkapnya
Part 53 - Penjelasan Tante Maya
Ayah dengan semangat bercerita menyampaikan rasa haru dan senangnya karena aku memutuskan untuk ikut bersamanya—kembali ke rumah kami dulu.Dia juga mengatakan kalau rela meninggalkan pekerjaannya di Kalimantan saat tahu aku ke Makassar. Ayah juga yang meminta petugas makam tadi untuk mengantarku ke makam Mama. Kenapa dia tak habis cara untuk menarik hatiku? Begitu sampai di rumah, Ayah dengan sigap membuka pintu mobilnya untukku dan membawa koperku. Aku sedikit terpana melihat rumah ini. Sudah terlalu banyak perubahan. Sayangnya, karena kenangan indah dan pilu masa kecilku tak berubah sama sekali. “Ayo masuk!” ajak Ayah. Aku mengikuti langkahnya, tanpa berbicara.“Maya!” teriak Ayah ketika ia sudah sampai di depan pintu. Tak butuh waktu lama, wanita yang kucap adalah orang ketiga dalam hubungan Ayah dan Mama di masa silam itu pun keluar.Dia mengulas senyum dan menyambutku dengan ramah.
Baca selengkapnya
Part 54 - Perawan Ting-Ting
“Jadi, Bina dan El .. El siapa lagi namanya, lupa ... mereka itu anak kandungnya Ayah?” tanyaku dengan kilat gairah keingintahuan yang tinggi. Tante Maya tersenyum, kemudian mengangguk. "Bina sama Elizha. Iya, mereka nasabnya sama sepertimu, Nak. Anak kandung Jian Prasaya. Hanya saja, kalian lahir dari rahim yang berbeda.”Aku kembali menatap keluar jendela. Menyadari betapa telah memupuk kebencian pada seseorang selama bertahun-tahun karena salah paham.Aku menunduk, menutup wajah dengan satu tangan. Hingga tanpa sadar, pertahananku yang telah rapuh sedari kemarin kembali meluruh. Tante Maya sigap merengkuh tubuh ini ke dalam pelukannya. Ia mengusap lembut rambutku dan membisikkan kata-kata untuk sekadar menguatkan. “Maafin Asha, Tante,” lirihku lalu perlahan mengurai pelukan. “Asha telah salah paham sama Tante dan Ayah.”“Tante tidak apa-apa. Tante hanya membantu Ayahmu menjelaskan kebenarannya. Dia takut kamu tidak mau berb
Baca selengkapnya
Part 55 - Kecantol Mantan
Aezar POVSudah seharian lebih, Asha pergi dari rumah. Aku benar-benar tidak tahu harus mencarinya di mana lagi sekarang?Ke kos Vina? Malam itu, aku ke sana dan ia mengaku tak tahu ke mana Asha?Jujur, aku tak percaya padanya, hingga kembali kudatangi esoknya lagi, tapi tidak lagi kutemukan wujudnya di sana. Kata Ibu kosnya, Vina pulang ke Makassar. Ke Sukabumi? Keluarganya Asha di sana sama sekali tak mau menemuiku. Jangankan mengobrol, pintu rumah saja enggan untuk dibuka. Pikiranku kalut hanya memikirkan Asha. Dia di mana? Apakah baik-baik saja atau tidak? Pesanku di i*******m sama sekali tak direspons. Sedangkan, aku tak punya nomor cadangannya. Hal yang membuatku semakin sakit karena ia meninggalkan kartu debit dan ponsel pemberianku untuk hadiah ulang tahunnya. Dia benar-benar pergi, tanpa ingin membawa jejakku. Bahkan, cincin kawin kami pun dilepas. Dia hanya menyematkan salam perpisahannya pada selembar kertas. Dear,Mas EzarMaaf, jika hadirku selama ini menyakitimu.
Baca selengkapnya
Part 56 - Mencari Asha
Lagi, napasku dibuat tercekat dengan kenyataan yang ada. Aku merasa sangat bodoh yang tak tahu apa-apa tentang istri sendiri. Selama ini, aku memang tak pernah berinisiatif bertanya padanya. “Saat umurnya Asha masih 9 tahun, mamanya bunuh diri karena gak terima suaminya menikah lagi diam-diam. Kamu ingat kemarin saat dia menyelamatkan orang bunuh diri?”Aku mengangguk pelan menjawab pertanyaan Bunda. “Bunda rasa itu karena dia ingat kejadian yang dialaminya dulu. Dia tidak mau hal itu terulang lagi. Asha gak bilang, tapi Bunda bisa baca dari sorot matanya,” ungkap Bunda. “Lebih jelasnya, kamu tanyakan pada Paman dan Bibinya Asha.”“Pergilah, temui mereka kembali,” pinta Bunda.“Tapi, Bun. Mereka gak mau bertemu denganku.”"Jadi kamu mau menyerah begitu saja?” tanya Papa menatapku nyalang. “Kamu mau kehilangan Asha?”Aku menggeleng kuat-kuat. Betapa tak bisa kubayangkan jika harus kehilangan Asha. “K
Baca selengkapnya
Part 57 - Bertemu Vina
Terkejut?Pasti. Aku tak menyangka jika perginya Asha sudah sejauh ini. Aku bisa santai jika dia sengaja menghindar, tapi aku khawatir kondisinya yang belum stabil. Barangkali dia sudah menebak kalau aku akan mencarinya ke Sukabumi. Jadi, langsung pergi menjauh lintas pulau. Ah, aku tidak peduli. Walaupun bermil-mil pergi menjauh dariku, cinta untuknya tetap tumbuh subur. Rindu yang menggebu menjadikan rasa ini semakin dalam. “Aku akan menyusul Asha, Bu, Pak.”Mereka mengangguk-angguk sambil tersenyum tipis. “Pergilah besok saja, Nak. Nanti Bapak kirimkan alamat rumahnya. Kalau Nak Ezar kenal Vina— temannya Asha, mungkin bisa minta bantuan juga sama dia. Kemarin mereka berangkat bareng ke Makassar.”Jadi? Ternyata benar dugaanku kalau Vina memang tahu keberadaan Asha. “Ibu cuma berpesan sama Nak Ezar. Tolong jangan sakiti Asha. Jiwa dan hatinya sudah hancur sejak kecil. Nak Ezar mungkin melihatnya
Baca selengkapnya
Bab 58 - Adegan Dramatis
“Nak, di luar ada yang mau ketemu sama kamu. Katanya dari Jakarta,” ucap Tante Maya mengalihkan fokusku dari ponsel. Jakarta? Siapa orang Jakarta yang tahu aku di sini? “Cowok apa cewek, Tante?”“Cowok.”“Orangnya tinggi gak, Tante?”Tante Maya mengangguk. “Tampan juga, Nak. Kayak aktor-aktor Cina gitu.”Huft!Aku memutar bola mata malas. Si Tante ini sepertinya juga doyan nonton drama Cina? Dari kriteria yang disebutkan, sepertinya aku sudah bisa menebak orangnya. “Disuruh pulang aja, Tante. Asha males ketemu orang,” ucapku dingin. “Baiklah.”Begitu Tante Maya berlalu, aku mengembuskan napas berat. Bangkit dari sofa dan mengintip ke arah pintu dari balik gorden. Samar, kudengar suara yang tak asing di telinga itu tengah mengobrol dengan Tante Maya. Mengapa dia datang ke sini? Beberapa saat kemudian, Tante Maya sudah duduk di dekatku. “Kamu
Baca selengkapnya
Bab 59 - Cikini Gondangdia
“Asha.”Mulut ini kembali terkunci mendapat teguran cinta dari Ayah. Alhasil, aku pun memasrahkan diri untuk masuk ke kamar, diikuti Pak Ezar. Tapi, Asha itu pintar. Di kamar, tak ada kesempatan Pak Ezar untuk bicara panjang lebar.Aku tak mau mendengar alasannya yang udah basi. Pun malas mendengar bualan manisnya yang pada akhirnya menyakitiku.Ah, memang benar kata orang bahwa yang manis-manis itu gampang menyakiti. Contohnya, mengkonsumsi permen dan cokelat secara berlebihan bisa bikin sakit gigi. "Kamu udah lepas gips?” tanya Pak Ezar yang duduk di tepi ranjang. Sedang aku, duduk di kursi dekat jendela dengan pandangan mengarah halaman.“Hmm. Kemarin ditemani Ayah buat lepas.”“Masih sakit?” tanyanya lagi. Aku mengangguk. Setidaknya, sudut mata ini melihatnya tak lepas menatapku dari kejauhan. ‘Duh, kan jadi gerogi ditatap begini.’“Kaki kamu masih sakit juga?”
Baca selengkapnya
Bab 60 - Maintenance Hati
Aku melongo sambil menyenggol lengan Bina. Sesekali melirik Pak Ezar yang susah payah menahan tawa. “Bin, jelaskan padanya itu pas apa?” pintaku pada Bina. “Pas saya lagi sendok itu es ke mulut, cuttt... itu ngilunya. Saya benar-benar langsung kehilangan momen kebersamaan ama sahabat-sahabat saya. Saya langsung beralih ke sensodyne. Semenjak saya pake sensodyne, udah gak ada lagi tuh rasa gigi ngilu. Sekarang wah saya mungkin makan paling banyak tuh. Kata teman-teman, ‘Eh, Rin. Pelan-pelan dong makannya. Kita belum kebagian, nih.’ Mas, es-nya yang banyak ya!”Aku dan Pak Ezar tak kuasa menahan tawa mendengar respons Bina menirukan gaya iklan di televisi itu. Bisa hapal begitu, ya? Duh, jadi keingat sama Almarhumah Mika. Dia juga doyan niru iklan. “Bina belum khatam pelajaran IPA bagian bab reproduksi, Kak. Jadi otak mungilnya Bina masih polos. Mending Kakak aja atau Kak Ezar yang jelaskan, waktu dan tempat disilakan.”
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
45678
...
14
DMCA.com Protection Status