Semua Bab Istri Dadakan si Dosen Tampan: Bab 31 - Bab 40
140 Bab
Part 31 - Takut Jarum Suntik
“Dia gak boleh mati, Ka,” lirihku masih memandang wanita malang itu dengan iba. “Gue tau, Asha. Tapi, lu juga gak usah cari mati!” sungut Mika. “Lu bisa bayangin kalau piso tadi itu nancap di tubuh lu? Yang ada kasian Pak Ezar jadi duda.”“Vin, ambil kain dulu di mobil,” pinta Mika. Beberapa saat kemudian, Vina kembali membawa kain sesuai permintaan Mika. Setelahnya, dia mengikat kain itu di tanganku sebagai bentuk menghalangi darah agar tidak keluar terlalu banyak.“Aku akan melompat!” Wanita itu tertawa. Semua orang panik mendengar ucapannya. Hanya saja, dari kejauhan aku sempat melihat wanita itu juga tampak panik saat satu kakinya tadi terpeleset. ‘Dia takut mati!’“Kenapa kamu mengkhianatiku? Kamu jahat! Kamu jahat! Aku mau mati saja!”“Aku akan lompat!”“Lompat aja, Mbak. Lompat! Lompat kalau memang berani bunuh diri?!” teriakku. Mika sampai menyenggol lenganku ka
Baca selengkapnya
Part 32 - Kucing Minta Kawin
Aku menggigit bibir bawah dan menoleh ke arah Pak Ezar yang sedang memijat keningnya. Ingin sekali aku tertawa sampai jungkir balik, terlebih melihat suami tampanku itu tampak salah tingkah. Bahkan, aku sempat melihat dahinya basah. Barangkali sedang keringat dingin mendengar rayuanku yang tak henti membuat jantungnya jumpalitan. “Bun, aku ke ruang persalinan dulu, ada yang mau lahiran,” ucap Kak Kyra setelah mengangkat teleponnya beberapa detik lalu. “Iya, Sayang. Biar Bunda yang eksekusi mantu bandel kayak Asha.”“Dengarin tuh.” Kak Kyra menjawil pipiku. “Kamu ditangani langsung sama ahlinya dokter bedah. Jangan banyak protes lagi.”Aku mengerucutkan bibir mendengar ucapan Kak Kyra. Begitu kakak iparku telah berlalu, kini Bunda Ola yang bersiap untuk mengeksekusi luka sayatan di lengan ini.“Ah, uh yes no argh ... sakit!” pekikku ketika melihat Bunda menjulurkan jarum suntiknya ke tanganku. Bund
Baca selengkapnya
Part 33 - Obat Butir Vs Dihaluskan?
Tak ada lagi pembahasan setelah aku meminta diberikan cinta. Pak Ezar diam seribu bahasa dan terlihat sedang merenung. Aku sesekali meliriknya, wajahnya yang datar membuatku tak bisa menarik kesimpulan antara dia keberatan dengan permintaanku atau menyanggupinya? Di mana lagi coba mau dapat wanita yang tak muluk-muluk seperti aku?Mintanya hanya cinta. Padahal, nyatanya cinta itu tak bisa mengenyangkan, bukan? Tapi, aku butuh itu. Cinta dan tanggung jawab. Menurutku, dua hal itu selalu berdampingan dan tak akan dapat dipisahkan. “Kita mau ke mana, Pak? Ini bukan jalan menuju rumah, kan?” tanyaku ketika melihat mobil justru belok ke arah kiri, padahal seharusnya mengambil jalur kanan. “Makan malam dulu. Kamu belum makan kan?” tanyanya yang kubalas dengan gelengan singkat. “Tapi saya sudah kenyang makan gorengan, Pak.”“Kamu juga harus makan nasi. Apalagi sebentar mau minum obat.”Aku menyeringai tipis sembari melirik kresek berisi obat yang berada di dashboard mobil. “Ogah, pahit
Baca selengkapnya
Part 34 - Pak Dosen Jual Mahal
Aku kembali ke kamar setelah mengakhiri sesi drama dengan Pak Ezar malam ini. Namun, sampai di kamar aku bukannya mendapatkan ketenangan, isi pikiranku malah ternodai dengan pertemuan tak terduga dengan sosok yang pernah berkontribusi menghancurkan mentalku beberapa tahun lalu.Kenapa dia ada di sana? Ada hubungan apa dia dengan Pak Ezar? Dan masih banyak lagi pertanyaan yang bercokol dalam kepala.Tuhan, kenapa aku harus bertemu lagi dengannya? Aku meraih ponsel yang tergeletak di atas kasur. Melihat jam di sudut ponsel sudah menunjukkan pukul 23.30. ‘Mika dan Vina udah tidur belum, ya?’“Gangguin, ah.”[Gaes, udah pada tidur belum?] Aku[Belum. Kenapa lu? Udah balik dari rumah sakit?] Mika[Udah. Tapi, tadi gue ketemu Raihan.] Aku[Raihan? Mantan lu yang nikahin teman sebangku lu karena hamidun?] Mika[Iya. Mantan gue kan emang cuma dia.] Aku[Suka gak
Baca selengkapnya
Part 35 - Dilabrak Pelakor
Mau tidak mau, aku pun akhirnya menurut saja dengan keputusan Pak Ezar untuk mengantarku ke tempat kerja. Dia tadi memberi pilihan, berangkat kerja diantar atau tidak bekerja? Jadinya aku manut saja. Lagian, tanganku memang belum bisa dipake menyetir motor. Masih ngilu-ngilu maknyus.“Kamu kenapa masuk kerja sih, Sha? Tangan kamu pasti masih sakit,” protes Vina begitu aku duduk di kursi dan mulai menyalakan komputer di hadapanku.“Gak apa-apa kok ini. Daripada cengo di rumah sendirian.”“Tapi, Pak Ezar merawat kamu dengan baik, kan?” Vina menopang kepala dengan satu tangannya menghadapku.Kuanggukkan kepala sebagai jawaban sambil senyum-senyum sendiri manakala mengingat perlakuan Pak Ezar padaku dari kemarin begitu manis.“Dia lucu kalau salting, sampe nabrak kursi.” Aku tertawa terbahak-bahak.“Seriusan?!” Vina ikut tertawa.Aku mengangguk menimpali. “Iya. Sayangnya, karena dia gak pernah tuh ada nga
Baca selengkapnya
Part 36 - Bertemu Mantan
Mendengar pertanyaanku, Pak Ezar jadi kalut. Dia lebih banyak merenung daripada berbicara selama di jalan tadi.Aku jadi menyesal sendiri menanyakan hal itu padanya. Dia mendadak irit bicara, bahkan berbicara saat aku menanyai hal lain.Sampai di rumah pun, dia seperti tak berniat mengungkap posisi seorang Asha di hatinya. Aku mengembuskan napas pasrah dan masuk ke kamar tanpa menagih jawabannya. ‘Sepertinya, gue memang tak diharapkan.’Begitu selesai mandi, aku keluar kamar dan menuju dapur. Hendak untuk memasak makan malam kami sambil menunggu azan magrib. “Tangan kamu masih sakit, gak usah masak. Kita pesan makan aja malam ini,” ucap Pak Ezar. Aku menoleh ke arahnya sambil menelan ludah dalam-dalam. Sudut bibirku ikut tertarik ke belakang tanpa diminta. Ah, selalu saja lemah jika sudah melihat sisi lembut dosen galak itu. Sayangnya, sampai sekarang dia agaknya belum bisa memproklamirkan posisik
Baca selengkapnya
Part 37 - Kisah Cinta Tiga Serangkai
“Berapa hari lu di Makassar?” tanyaku pada Vina pagi ini. “Aku abis lamaran maunya balik ke Jakarta lagi. Kan masih kerja dan kuliah juga. Tapi, gak tau gimana keluarga tuh yang suka gak bolehin ini dan itu setelah lamaran,” jelas Vina. “Kita difasilitasi gak nih ke Makassar?” Mika menaikturunkan alisnya ke arah Vina. “Nanti aku omongin ke Kak Akmal, bilang ada teman aku dua biji rada tidak waras mau datang, tapi perhitungan banget, gak mau pake dana sendiri.”Aku dan Mika tertawa puas mendengar ucapan Vina.“Dua biji gak tuh!” Aku menepuk jidat pelan. “Gaes, si Adit ada di Jakarta. Dia semalam ngechat gue.”Aku menoleh ke arah Mika begitu mendengar ucapannya. Saat ini, raut wajahnya berubah sendu. Aku tau, dalam hatinya pasti senang dihubungi kembali oleh Adit, seseorang yang membuatnya tak bisa move on. Walau sudah mencoba setengah mati, tapi tetap saja ia gagal. Aku ingat betul saat Mika curhat pada kami berdua tentang Adit. Dia mengatakan, ‘Jangan coba-coba menjalin hubungan
Baca selengkapnya
Part 38 - Bertahan atau Pergi?
Pada akhirnya, aku harus pulang dengan tangan kosong. Aku tak berminat menunggu Pak Ezar di kampus, karena ia pun tidak jelas kapan akan datang. Beruntung, karena aku punya teman yang selalu ada di segala situasi dan kondisi. Dia mengajakku jalan-jalan untuk sekadar melepaskan penat sebelum nanti sore harus bekerja. “Gue bingung banget sama Pak Ezar, Ka. Dia sendiri yang bilang jadwalnya full di kampus hari ini, giliran gue datang. Dia gak ada. Padahal, dia hadir loh di sempronya Fadly.” Aku berjalan ke arah pagar besi jembatan dan menyender di sana. “Mungkin ada urusan yang genting banget, Sha,” ucap Mika menenangkan. “Setidaknya balas pesan gue kek atau minimal angkat telepon,” cetusku. Mika berdehem pelan. Dia sesekali memejamkan mata, merasakan hamparan angin menyapu di wajahnya. “Sabar. Kata Vina, orang sabar disayang Tuhan,” ujar Mika. “Terlalu sabar diinjak-injak,” cibirku. “Kalau udah g
Baca selengkapnya
Part 39 - POV EZAR
Aku terpaksa meninggalkan kampus setelah selesai menguji salah satu mahasiswa yang konon dijuluki mahasiswa abadi dan playboy cap kadal itu.Selalu saja, aku tak bisa menolak ataupun membantah permintaan Manda yang ingin bertemu denganku. Katanya, dia akan membicarakan hal penting. Ah, palingan itu juga masalah Asha. Dia selalu menyuruhku meminta Asha pergi dari rumah dan mengancam akan memutuskan hubungan jika tak mengindahkan permintaannya. Nyatanya, saat aku menerima memutuskan hubungan, dia mengemis dan menangis memintaku kembali. Paling parah, ia mengancam akan mengakhiri hidupnya jika aku meninggalkannya.Selalu saja begitu. Dia membuatku tak bisa berkutit dengan alasan konyolnya, bunuh diri. Padahal, hari ini aku tahu sendiri kalau Asha akan datang ke kampus. Dia pasti kecewa jika tak mendapatiku berada di ruangan. “Maafkan aku, Asha. Lagi dan lagi, aku membuatmu terluka.”Aku meremas rambut frustras
Baca selengkapnya
Part 40 - Asha Kritis
Aku berlari cepat dengan perasaan tak menentu memasuki rumah sakit. Selama di jalan tadi, aku menelepon Bunda untuk menanyakan kondisi Asha, tetapi tak ada respons. Sempat menelpon Kyra juga, tetapi dia cuma bilang kalau belum ada kabar.‘Ya Tuhan, ini semua karena salahku. Seandainya aku berada di kampus, Asha pasti tidak akan pergi.’Pertama kalinya dalam hidup, aku merasa takut kehilangan seorang wanita. Dulu, kehilangan Manda karena tak ada restu, sakit sedikit walau akhirnya terbiasa.Tapi Asha? Aku tidak tahu, seperti apa hancurnya hidupku kelak jika harus kehilangannya. Gemuruh dalam dada semakin tak karuan begitu melihat pasien yang didorong keluar dari ruang ICU ditutupi dengan kain putih. “Sus, pasien ini meninggal karena apa?” Aku berusaha mengumpulkan sisa-sisa tenaga untuk bertanya. “Pasien ini korban kecelakaan satu jam yang lalu, Pak.”Jantung di dalam sana seakan berpindah
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
14
DMCA.com Protection Status