All Chapters of Istri Tawanan Duke Utara : Chapter 21 - Chapter 30
56 Chapters
21. Hari Pernikahan
Sirena menatap beberapa pelayan yang melirik ke arahnya dengan ragu—mereka ingin menolong, namun ini Permaisuri Lister! Mereka takut, jika mereka membela Sirena, maka leher mereka adalah taruhannya. “Tidak.” Sirena menatap sekeliling. “Mana bisa saya memperlakukan Anda, Ibu Negara ini, dengan sikap kekanak-kanakan saya.” Sruk .... Sirena meletakkan sebuah karangan bunga di atas kepala Permaisuri Lister dan tersenyum melihat wajah kesal dan marahnya. "Tapi ini pesta pernikahan saya, Yang Mulia. Bahkan Anda adalah orang yang memberi saya hak untuk mengambil alih semua ini. Jadi ... apakah Anda menyesal melihat apa yang saya lakukan sekarang?" Sirena menatap lekat—tak memberi celah lawannya untuk melihat keburukan dalam dirinya walau dia bersalah. “Benar Ibu,” Putri Elvira mengedipkan satu matanya pada Sirena dan mendekat Ibunya—membantu Sirena membujuknya. “Mari kita lihat sebagus apa pekerjaan Nona Sirena.” Elvira merangkul
Read more
22. Lagu Pembuka Mimpi Buruk
“Tuan Duke Arsenio Orlan, apakah Anda bersumpah menemani dalam suka dan duka bersama Nona Sirena Egberta Erldin, istri Anda ....” Pendeta mengucap sumpah pernikahan. Arsenio menjawab dengan lihai. Bahkan dia telah menyematkan senyum menawan di wajah tampannya. “Ya.” Pendeta mengulang kalimat sumpah. Kini untuk Sirena jawab. “Nona Sirena Egberta Erldin, apakah Anda bersumpah menemani dalam suka dan duka bersama, Tuan Duke Arsenio Orlan, suami Anda ....” “Ya, saya bersedia.” Setelah menjawab sumpah tersebut. Kedua pengantin bertukar cincin. Arsenio mengecup kening Sirena sebagai ganti kecupan panas di bibirnya. Arsenio tak masalah. Sebelum pernikahan Sirena yang memintanya untuk melakukan itu. Katanya, ciuman di kening melambangkan kasih sayang sementara di bibir hanyalah sebuah hasrat. Karena itu Arsenio mengabulkannya. Pesta perayaan pernikahan di gelar meriah. Permaisuri Lister yang sempat men
Read more
23. New Ghost
“Apa?” Arsenio mengerutkan keningnya dalam. “Tentu saja aku mencintai istriku. Hal gila apa yang coba kamu perbuat sekarang, Duchess?” Arsenio menggelengkan kepalanya ampun. Dia melihat kaki Sirena yang terluka cukup parah. “Kau menari terlalu lama, Duchess. Karena itu, aku harus menggendongmu untuk pergi ke ruang istirahat.” Arsenio mengomel. Dia mengambil biola dari tangan istrinya dan menyerahkan benda itu pada pelayan. “Kalian bisa lanjutkan pestanya. Saya akan mengantar istri saya ke ruang istirahat terlebih dulu.” Arsenio mengangkat Sirena. Namun dengan cepat wanita itu melompat turun dan membuat Arsenio ternganga melihat ketangkasan sang istri. “Saya bisa jalan sendiri.” Sirena berlalu. Dia mengambil sepatunya, memakainya, dan pergi ke arah keluarga Kaisar yang juga tengah memperhatikannya sedari tadi. “Maaf karena pestanya menjadi kacau karena kelakuan tidak berpendidikan saya, Yang Mulia. Saya harap Anda
Read more
24. Kabur
“Apa yang kamu lamunkan, gadis bodoh?!” Gadis itu berucap. Dia memang berusaha menghentikan Arsenio untuk menyelamatkan tubuhnya. Jiwanya telah mati karena Arion. Kali ini raganya tak boleh di korbankan untuk Arsenio. Dia tak akan membiarkannya! “Aku sudah memanggilmu dengan susah payah! Sekarang kau harus menyelamatkan dirimu untuk memenuhi keinginanku." Gadis itu menangis. Wajahnya yang menyeramkan perlahan berubah menjadi sosok Sirena seutuhnya. ‘Lonie’ menatap dalam. Wajah cantik itu penuh dengan luka sayat. Seakan dia pernah mendapatkan siksaan keji dari seseorang. “Aku tak tahu apa yang sudah terjadi padamu di kehidupan ini sampai wujudmu sangat menyeramkan dan menyedihkan, Sirena.” Lonie berucap. Mereka berdua melakukan telepati. Namun yang Sirena tunjukkan hanya penyesalan mendalam di wajah cantiknya. “Melompatlah.” Hantu Sirena meminta dengan tulus. Dia bahkan menangis. “Tolong selamatkan diriku ... Lonie
Read more
25. Mulut Manis Nyonya Duchess
“Pekerjaan yang berat.” Sirena menghela napas lelah, melempar diri untuk di cekik oleh sosok di dalam Arsenio. "Saya kira persoalan kita sudah selesai saat saya melarikan diri. Saya yakin Anda tahu saya memberi ruang Anda untuk mengekang sosok di dalam diri Anda—“ Sirena tersenyum miris. “tapi saya tak tahu jika selama ini Anda sangat pasrah saat sosok itu merebut kewarasan Anda, Tuanku.” Sirena pasrah. Lingkaran ungu tergambar di leher kecil putihnya. Gracio, Posy atau Sir. Einar berusaha membantu Sirena melepaskan cengkeraman Arsenio. “Ya ... bunuh saja. Tak ada orang yang mau tinggal di tempat yang isinya hanya pembenci dan pembunuh gila bersenyum manis. Penjilat keji yang tak tahu adap. Pengisap darah masyarakat yang kaya dan Kaisar gila yang gila hormat. Dan kau ....” Sirena menatap wajah Arsenio lekat-lekat. Dia menunjuk wajah Arsenio dengan lantang. Dia tak pernah semarah ini. Bahkan penjiwaan saat mengumpat di depan wajah sua
Read more
26. Wanita Kurang Ajar
Arsenio menggerutu pelan, mengingat cara istri muda—dengan hidung lurus dan mungil—kegirangan melihat pelayannya telah mendapatkan jodoh yang baik. “Ada apa dengan wajah Anda, Tuan?” tanya Sand, bingung melihat raut muram Arsenio sepanjang perjalanan. “Tidak ada,” jawab lelaki pemilik rahang tegas dan mata biru bersurai hitam di depannya. Sand hanya diam dan kembali mengawasi kereta kuda di belakang mereka. Entah kenapa dua Tuannya memilih menggunakan kereta secara terpisah. Banyak hal bisa Sand khawatirkan karena kejadian ini. Pikiran negatif yang menggiring opini ‘hubungan buruk’ antara dua Tuannya. “Jika saya boleh bertanya, apakah Anda memarahi Nyonya Sirena sebelum kita berangkat? Raut wajah Nyonya kurang enak di lihat saat memutuskan pergi secara terpisah.” Sand memberanikan diri untuk melontarkan pertanyaan. Sementara lelaki yang dari tadi hanya melamun sambil menatap langit dari luar jendela, kini melirik tajam ke a
Read more
27. Kepribadian Berbeda
  Nirmala membelalakkan mata. Dia terkejut. Begitu pula dengan para pelayan, kepala pelayan dan ksatria kediaman Utara. Namun berbeda dengan Arsenio yang diam, menahan tawa, dan berusaha keras mempertahankan wibawanya agar tak jatuh saat dia ingin tertawa lantang. Wajah Nirmala yang tercengang membuatnya ingin terbahak-bahak. Posy menatap Nirmala dengan dingin. “Beliau adalah Lady Nirmala Tufaila. Putri tunggal Marquess Tufaila. Tunangan Tuan Frederick, adik lelaki Tuan Arsenio.” Sirena mengangguk-angguk paham mendengar penjelasan itu. “Begitu. Jadi dia Adik Ipar Tuanku?” “Benar, Nyonya Duchess.” Sirena kembali mengangguk. Dia tak tertarik dengan suasana menegangkan karena Nirmala tampak marah melihat sikap acuh tak acuhnya. Lebih baik istirahat. “Tuan Arsenio.” Sirena berjalan mendekati suami yang di kerumuni para pelayan. “Di mana kamarku? Kita tak mungkin ada di satu kamar, kan? Aku tak mau tidur deng
Read more
28. Cemburu
Tok ... tok .... “Tuan, saya Martell. Izin menghadap.” Arsenio melirik ke arah pintu. “Masuk.” Martell membuka pintu. Dia melihat Arsenio tengah duduk di kursi yang tersedia di balkon kamarnya. Lelaki bermata biru dengan surai hitam itu menuang segelas anggur, lalu menikmatinya. “Apa yang ingin kau bicarakan?” Arsenio melirik Martell acuh tak acuh.   “Para penjaga menemukan empat orang pelayan terbunuh di perbatasan hutan. Mayatnya hanya di timbun salju sehingga membuat darahnya menggenang di sekitarnya.” Martell menunduk. Tak berani menatap lirikan tajam Arsenio. “Dan mereka adalah empat orang pelayan yang membantu Nyonya Duchess beberapa saat yang lalu.” “Duchess?” Arsenio menaikkan sebelah alisnya. “Lalu? Kau mencurigai istriku yang baru datang itu ... membunuh mereka berempat?” Martell berkeringat dingin. “H-hanya itu petunjuknya, Yang Mulia. Para ksatria tengah menyelidikinya. Ja-jadi—“ “Di mana Duc
Read more
29. Perseteruan Gila
Sirena membuka mata. Dia melihat sekeliling dengan datar—mengingat di mana dia terbangun. Dia yakin ini bukan kamarnya. Tak mungkin juga milik Arsenio. Kamar lusuh yang lebih mirip kamar pelayan dari pada kamar penguasa wilayah ini bahkan penuh debu dan usang. Lalu dia tertidur di sini? Setelah mendapat perlakukan sekasar itu dari suaminya? “Dia mengurungku?” gumam Sirena. Dia bangun dari tempat tidur dan membuka jendela. Dia tak mengecek pintu, karena jelas itu terkunci. Benar saja. Sirena di kurung dalam menara tinggi. Yang bisa dia lihat dari tempat itu hanya kamp latihan para ksatria utara yang ramai dan Arsenio yang sedang memberi komando untuk latihan pagi. “Heh, coba kita lihat seberapa cuek lelaki itu!” Sirena tersenyum jahat. Dia memanjat atap dan duduk di ujungnya. Kedua kakinya mengarah ke bawah, dia duduk dengan santai dan bersenandung. Suara merdu yang diliputi sihir ultrasonik sehingga suar
Read more
30. Bantuan Duchess
“Yang Mulia, bukankah Anda terlalu kasar pada Tuan Duke?” Posy menatap cemas. Posy mengikuti langkah Sirena yang meninggalkan kastel Orlan hanya dengan Lucas dan dirinya yang menemani. “Terserah. Dia yang memperlakukan aku dengan jahat. Kenapa pula aku harus berbaik hati dengannya?” Sirena menjawab dengan santai. Seakan itu bukan beban baginya. “Anda sangat egois, Nyonya.” Lucas berucap tegas. Sirena menatap ksatria yang tidak di tahu namanya itu dengan wajah datar. Ekspresi mereka yang sama-sama flat saling beradu dengan tatapan sengit. Posy yang berada di tengah-tengah keduanya hanya diam sambil tersenyum masam. Tak ada yang bisa dia lakukan—karena malas bertindak. “Nyonya, kita sudah sampai di desa.” Posy menunjuk gerbang kayu di depan mereka. Banyak penduduk yang mati kedinginan di pinggir jalan. Sementara yang hidup berusaha sekuat tenaga mempertahankan kehangatan, walau harus berpelukan s
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status