Semua Bab Kakak Sepupu di Ranjang Suamiku : Bab 71 - Bab 77
77 Bab
71
Elkan menoleh ke arah Nayara dan mengisyaratkannya untuk makan.Nayara menurut dan membuka plastik itu, sebuah kotak makan terlihat menggoda karena aromanya sungguh menggugah selera."Wah!" Mata Nayara terbelalak ketika dia melihat satu paket nasi, ayam bakar, lalapan serta sambal yang tersaji di hadapannya."Kenapa sih? Tidak pernah makan ayam?" ledek Elkan ketika melihat reaksi Nayara."Bapak tahu salah satu makanan kesukaan saya, canggih!" "Masa? Justru saya lihat kamu apa-apa doyan, kamu ini pemakan segala?"Nayara tidak menanggapi, air liurnya nyaris menetes dan sudah tidak sabar untuk menyantap menu makanan itu."Saya makan duluan, Pak!" Nayara buru-buru pindah ke arah sofa."Kenapa harus pindah sih?""Saya merasa tidak pantas saja kalau atasan harus makan satu meja sama bawahan, Pak."Elkan mendengus."Di luar, kita sudah sering makan satu meja.""Itu lain, kita ini kan sedang di kantor. Jangan sampai Jaka atau siapa pun merasa curiga kalau kita terlalu akrab."Elkan tidak lag
Baca selengkapnya
72
Elkan menoleh ke arah Nayara dan mengisyaratkannya untuk makan.Nayara menurut dan membuka plastik itu, sebuah kotak makan terlihat menggoda karena aromanya sungguh menggugah selera."Wah!" Mata Nayara terbelalak ketika dia melihat satu paket nasi, ayam bakar, lalapan serta sambal yang tersaji di hadapannya."Kenapa sih? Tidak pernah makan ayam?" ledek Elkan ketika melihat reaksi Nayara."Bapak tahu salah satu makanan kesukaan saya, canggih!" "Masa? Justru saya lihat kamu apa-apa doyan, kamu ini pemakan segala?"Nayara tidak menanggapi, air liurnya nyaris menetes dan sudah tidak sabar untuk menyantap menu makanan itu."Saya makan duluan, Pak!" Nayara buru-buru pindah ke arah sofa."Kenapa harus pindah sih?""Saya merasa tidak pantas saja kalau atasan harus makan satu meja sama bawahan, Pak."Elkan mendengus."Di luar, kita sudah sering makan satu meja.""Itu lain, kita ini kan sedang di kantor. Jangan sampai Jaka atau siapa pun merasa curiga kalau kita terlalu akrab."Elkan tidak lag
Baca selengkapnya
73
"Sebentar Pak, saya belum siap-siap ini ...."Tut! Elkan langsung memutuskan percakapan, seperti kebiasaan-kebiasaan sebelumnya."Selalu saja dadakan kayak tahu bulat ... kenapa nggak kemarin-kemarin sih? Pas pengajian cuti saja di-ACC, tapi tetap saja disuruh masuk kerja ...."Nayara terus saja menggerutu setibanya di kantor. Setelah sarapan yang sangat terburu-buru dan apa adanya itu, dia terpaksa memenuhi panggilan Elkan untuk membantunya menyelesaikan pekerjaan."Datang juga kamu."Elkan tersenyum miring saat Nayara memasuki ruangannya."Terpaksa, demi uang halal." Nayara menyahut ketus.Elkan berdiri dan melangkah pasti ke arah Nayara dengan sebelah tangan terselip di saku celana panjangnya."Anda m—mau apa, Pak?" Sontak Nayara menjadi gugup saat Elkan semakin dekat, dia refleks melangkah mundur untuk menciptakan jarak.Kepala Elkan menunduk, hingga membuat Nayara memejamkan matanya dengan jantung berdegup kencang."Telinga kamu masih ada bekas sabun, atau sampo? Kamu mandi kuran
Baca selengkapnya
74
"Kan ada jawaban lain yang bisa Anda berikan, kenapa tidak bilang saja kalau saya kasih pinjaman uang?"Mantyo tertegun, ingin rasanya mengelak meskipun ucapan Andika benar adanya."Kenapa Bapak diam? Sekarang urusannya jadi melebar kan? Tapi kalau sudah dibilang itu dana tambahan, memangnya bagian keuangan tidak curiga itu dana dari mana?"Mantyo menggeleng perlahan, itu karena dia mengatakan jika dana itu didapat dari seorang dermawan yang berniat untuk memberikan dana secara cuma-cuma."Dan mereka percaya begitu saja?" ucap Andika dengan mata melebar."Begitulah ...."Andika menyibak rambutnya, merasa ada yang janggal dengan hal ini."Ya sudah, itu artinya masalah selesai. Saya kira pungutan liar itu benar-benar diketahui, Pak ... Lain kali kasih infonya jangan setengah-setengah, bikin orang jantungan saja.""Ya pegawai lainnya kan bisa saja menafsirkan macam-macam, Andika!""Ah, itu sih cuma kekhawatiran Anda saja. Sepanjang pegawai baru yang kita bantu kemarin tidak buka mulut, p
Baca selengkapnya
75
“Tumben, kamu tidak berencana untuk membuat keributan sama Via kan?” “Enggaklah, Mas! Aku mau lebih bertanggung jawab saja sama Nico,” bantah Shara buru-buru."Ya sudah, jangan lupa bawa payung untuk jaga-jaga karena sudah musim hujan." Rio mengingatkan."Aduh, ribet Mas! Nanti aku minta sopir taksi untuk parkir mepet di halaman gedung saja.""Terserah kamu, pokoknya jangan sampai Nico kehujanan.""Iya," sahut Shara pendek, lalu segera memutuskan sambungan telepon.Kadang perhatian Rio yang begitu besar terhadap Nico membuatnya merasa iri. Andai saja aku punya anak yang terlahir dari rahim aku sendiri, batin Shara penuh harap. Rasanya sudah lelah hatinya untuk menunggu keajaiban yang tidak kunjung datang.Setibanya di tempat les, Shara langsung pergi ke kelas Nico meskipun jam pulang les masih beberapa saat lagi."Di mana perempuan itu, belum datang kah?" Shara celingukan mencari keberadaan Slavia karena berpikir jika bocah yang bersamanya belajar di kelas yang sama dengan Nico."Mu
Baca selengkapnya
76
"Jadi dulu itu kamu sempat kerja di perusahaan sebelah?" tanya Nayara memastikan."Betul Mbak, masa percobaan. Sayangnya belum rejeki, jadi ya pontang-panting lagi cari kerjaan baru. Beruntung keterima di kantor ini, kalau nggak—bisa stres aku."Nayara tertegun."Itu bukannya kantor tempat Andika bekerja, Nay?" sahut Kalisa yang mendengar pembicaraan mereka."Iya, aku juga baru ingat.""Pak Andika, Mbak? Dia yang urus para pegawai saat masa percobaan."Nayara mengernyit heran. "Kok bisa? Andika itu kan sekretaris, masa dia urus yang bukan bagiannya sih?""Aku juga nggak tahu, tapi aku ingat betul kalau Pak Andika ikut kasih surat rekomendasi bagi pegawai yang nggak jadi diterima kerja."Nayara terdiam lagi."Apa mungkin kita membicarakan Pak Andika yang berbeda, Mbak? Siapa tahu nama Andika ada banyak di sana," celetuk pegawai baru yang belum lama diterima kerja itu."Ya bisa jadi sih ....""Memang Mbak kenal sama Pak Andika di sana?""Gimana nggak kenal, dia kan mantan suaminya!" sah
Baca selengkapnya
77
“Vi?” Suara seorang pria menegur dan sukses mengalihkan perhatian Slavia. “Ardan?” Rio menyipitkan matanya, seumur-umur baru sekali inilah dia melihat sosok Ardan yang sesungguhnya. Ardan sendiri baru pertama kali bertemu dengan Rio, mantan suami Slavia. “Maaf kalau aku ganggu. Raras nitip pesan, kamu disuruh cek inbox.” Ardan memberi tahu. Slavia mengangguk. “Toko sama gudang gimana, lancar?” “Masih aman terkendali, ya sudah—aku ke sana dulu.” “Oke, Dan.” Rio beralih menatap Slavia ketika Ardan sudah berlalu ke meja yang masih kosong. “Jadi selama ini kamu sama dia ...?” “Aku sama Ardan kenapa?” tanya Slavia tanpa berbelit-belit. “Kalian sudah menikah dan bocah perempuan kemarin adalah hasil dari pernikahan kamu sama dia?” “Ha ha, terserah apa pendapat kamu, Mas.” Betapa herannya Rio ketika melihat Slavia yang malah tertawa menanggapi pertanyaannya. “Mudah sekali kamu menyepelekan sesuatu yang aku tanyakan.” “Aku menjawab jujur pun percuma, mana mungkin kamu percaya s
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
345678
DMCA.com Protection Status