Semua Bab Kakak Sepupu di Ranjang Suamiku : Bab 61 - Bab 70
77 Bab
61
Elkan menoleh ke arah Nayara dan mengisyaratkannya untuk makan.Nayara menurut dan membuka plastik itu, sebuah kotak makan terlihat menggoda karena aromanya sungguh menggugah selera."Wah!" Mata Nayara terbelalak ketika dia melihat satu paket nasi, ayam bakar, lalapan serta sambal yang tersaji di hadapannya."Kenapa sih? Tidak pernah makan ayam?" ledek Elkan ketika melihat reaksi Nayara."Bapak tahu salah satu makanan kesukaan saya, canggih!" "Masa? Justru saya lihat kamu apa-apa doyan, kamu ini pemakan segala?"Nayara tidak menanggapi, air liurnya nyaris menetes dan sudah tidak sabar untuk menyantap menu makanan itu."Saya makan duluan, Pak!" Nayara buru-buru pindah ke arah sofa."Kenapa harus pindah sih?""Saya merasa tidak pantas saja kalau atasan harus makan satu meja sama bawahan, Pak."Elkan mendengus."Di luar, kita sudah sering makan satu meja.""Itu lain, kita ini kan sedang di kantor. Jangan sampai Jaka atau siapa pun merasa curiga kalau kita terlalu akrab."Elkan tidak lag
Baca selengkapnya
62
Slavia menjeda ucapannya sejenak.Untuk datang ke rumah pun, aku nggak kuat mental saat itu."Raras mengangguk paham. "Kamu selidiki saja Nico yang kamu maksud itu diam-diam, apalagi dia les di tempat yang sama dengan Luna kan?""Iya, aku akan coba menyelidiki dia. Kalau benar bocah itu adalah Nico anak kandungku, aku akan menjalankan rencana.""Rencana apa, Vi?""Tentu saja untuk mengambil hak aku yang selama ini mereka rampas," ucap Slavia penuh dendam."Kalau begitu sebaiknya kamu pakai jasa pengacara, itupun setelah yakin bocah itu betul-betul anak kandung kamu." Raras menyarankan. "Aku punya kenalan kalau kamu mau, Vi.""Suatu saat aku pasti butuh, Ras."Keduanya terdiam lagi dalam pikiran masing-masing, hingga tiba saatnya bagi Slavia untuk pergi menjemput Lunara di tempat les."Tadi aku dapat banyak teman, Bu!" celoteh Lunara ketika dia bertemu Slavia yang menunggu sejak beberapa saat yang lalu."Syukurlah, teman-teman kamu baik semua kan?""Baik kok, tadi kami main dan belajar
Baca selengkapnya
63
"Ini sudah terlalu sore untuk bertamu, Sayang. Bahkan sudah mau malam, teman kamu tadi harus segera istirahat biar badannya nggak capek." Slavia menjelaskan dengan sabar, hatinya teriris-iris mendengar bagaimana kasarnya Shara bicara kepada Nico."Jadi dia benar-benar Nico anak kamu?"Slavia mengangguk ketika Raras yang sejak tadi menyimak ceritanya, bertanya dengan kaget."Yang namanya firasat seorang ibu itu memang nggak pernah salah, Ras. Sejak awal aku lihat dia, aku sangat yakin kalau dia adalah anak kandungku. Wajahnya memang berubah lebih sedikit, tapi tetap saja aku masih mengenalnya."Raras menarik napas. "Terus apa rencana kamu selanjutnya? Kamu mau langsung kasih tahu Pak Rio tentang adiknya Nico?""Enggak lah, itu terlalu buru-buru menurutku. Setidaknya aku harus membuat sedikit kejutan buat mantan suami dan istrinya, aku nggak mau tiba-tiba muncul di depan mereka dan terkesan aku butuh bantuan Pak Rio untuk membesarkan Luna."Raras mengangguk paham, sejak dulu dia tahu ka
Baca selengkapnya
64
Nayara mengangguk mengerti dan segera mengambil obat yang dinilai paling cocok untuk gejala yang dialami Elkan. “Diminum yang ini, Pak.” “Oke, habis ini saya bisa langsung sembuh kan?” Nayara menggeleng. “Kalau bisa sebaiknya Anda tidur dulu dan istirahat yang cukup, baru setelah itu kondisi tubuh pasti akan lebih baik lagi. Jangan memaksakan diri kalau memang sedang sakit.” Elkan tidak bicara sampai dia selesai meminum obatnya. “Sepertinya saya memang butuh sekretaris,” ujar Elkan sambil meletakkan bungkus obat yang sudah kosong. “Bukanlah saya sudah bilang dari jauh-jauh hari?” “Dan kamu adalah orang yang paling cocok untuk menjadi sekretaris saya.” “Apa, Pak?” “Nanti kita akan bicara lagi kalau saya sudah benar-benar lebih baik, sekarang saya mau tidur dulu.” Nayara bengong. “Kamu boleh kembali ke ruangan tim kamu, tapi sebaiknya kamu cek ke sini setiap satu jam sekali.” Nayara menarik napas. Elkan memang sudah sering bertingkah semenjak mereka bertemu, tapi tingkahnya
Baca selengkapnya
65
“Salah, Bu. Elkan itu sudah jadi bos sekarang,” ujar Andika. “Paling karena campur tangan papanya, Elkan itu anak mama papa.” Ibu nyinyir. “Latar belakang orang tua Elkan itu pengusaha, tapi ibu nggak tahu pasti usaha apa.” “Oh, jadi Elkan pakai jalur orang dalam. Gayanya sok kasih nasihat sama aku, kalau dia merintis karir. Tanpa orang dalam, dia nggak bisa apa-apa.” Andika monyong-monyong sendiri bibirnya, teringat bagaimana Elkan tadi berlagak memberinya nasihat bijak supaya karirnya menanjak. “Yang, kita ke mal yuk?” ajak Andika saat malam minggu tiba. “Mau ngapain?” Lika tidak seperti biasanya, dia terlihat tidak antusias. “Belanja dong, memangnya mau ngapain lagi?” “Kok tumben kamu ngajak aku ke mal? Kemarin-kemarin katanya disuruh hemat, jangan boros boros.” Andika nyengir melihat kekasihnya yang merajuk. “Kemarin itu aku Cuma mau ngerem kebiasaan belanja kamu, soalnya kalau nggak direm kamu tuh suka kebablasan. Tapi kali ini aku pengen bikin kamu senang, Yang. Kamu bo
Baca selengkapnya
66
Apa aku lepas saja ya maskernya biar dia bisa bernapas? Nayara mengulurkan tangannya dengan ragu, sebelum dia sempat menyentuh ujung masker itu ..... Tiba-tiba saja Elkan membuka mata dan menangkap pergelangan tangan Nayara. “Kamu mau ngapain?” “Maaf, Pak!” Elkan memaksa dirinya untuk bangun dengan susah payah. “Saya ke sini karena ... tumben telepon interkom tidak berbunyi, jadi saya cek dan ... Bapak memangnya tidak engap pakai masker sambil tidur begitu?” “Yang namanya sakit mana ada nyaman, sih?” “Terus ini Bapak maunya ... pulang atau ...?” “Carikan saya obat, dan minuman hangat ...” pinta Elkan sambil membelakangi Nayara. “Ambilkan kotak tisu di meja saya.” “Baik, Pak!” Nayara dengan sigap mengambil barang yang Elkan inginkan. “Saya keluar sebentar, nanti biar OB yang siapkan teh dan obatnya. Bapak biasanya minum yang merek apa?” “Saya obat apa saja cocok, yang penting stok tersedia. Tidak perlu mencari yang tidak ada ....” “Kalau begitu tunggu sebentar ya, Pak!” Nay
Baca selengkapnya
67
Kalisa melirik ke arah belakang kepala Nayara. “Nay, dicari tuh!” “Siapa? Pak Elkan?” “Ih, kok ngarep banget—bukan, si Andika!” “Ngapain dia ke sini?” Meskipun Kalisa memberi kode kepadanya berulang kali, tapi Nayara tidak mau repot-repot menoleh. “Nay, aku mau ngomong.” Andika sudah tiba di hadapan mereka. Kalisa melirik Nayara yang tidak mempedulikan keberadaan Andika. “Nay, jangan sombong. Sudah mau jadi janda juga ...” celetuk Andika semena-mena. “Aku nggak ganggu kan, Lis?” Kalisa menggeleng. “Aku sih enggak, tapi ....” “Kalau begitu kamu pindah meja dulu sebentar, aku mau bicara penting sama Naya.” “Ih, ya nggak bisa begitu dong.” “Sebentar saja, Lis.” Nayara menatap Andika dengan sorot mata permusuhan. “Enak saja suruh-suruh orang, sana kamu sendiri yang pergi.” “Aku datang baik-baik lho, Nay.” “Yang kayak begini kamu bilang baik-baik? Lagian kamu mau ngomong apa lagi sih, Ndik? Besok-besok juga kita ketemu di pengadilan kan?” “Justru itu ....” “Ya sudah, ngapa
Baca selengkapnya
68
Elkan menoleh ke arah Nayara dan mengisyaratkannya untuk makan.Nayara menurut dan membuka plastik itu, sebuah kotak makan terlihat menggoda karena aromanya sungguh menggugah selera."Wah!" Mata Nayara terbelalak ketika dia melihat satu paket nasi, ayam bakar, lalapan serta sambal yang tersaji di hadapannya."Kenapa sih? Tidak pernah makan ayam?" ledek Elkan ketika melihat reaksi Nayara."Bapak tahu salah satu makanan kesukaan saya, canggih!" "Masa? Justru saya lihat kamu apa-apa doyan, kamu ini pemakan segala?"Nayara tidak menanggapi, air liurnya nyaris menetes dan sudah tidak sabar untuk menyantap menu makanan itu."Saya makan duluan, Pak!" Nayara buru-buru pindah ke arah sofa."Kenapa harus pindah sih?""Saya merasa tidak pantas saja kalau atasan harus makan satu meja sama bawahan, Pak."Elkan mendengus."Di luar, kita sudah sering makan satu meja.""Itu lain, kita ini kan sedang di kantor. Jangan sampai Jaka atau siapa pun merasa curiga kalau kita terlalu akrab."Elkan tidak lag
Baca selengkapnya
69
“Namanya Elkan, puas?” Lika tersenyum centil. “Oh, Elkan. Kamu hebat deh, punya kakak sepupu kayak dia. Nggak rugi aku jadi kekasih kamu ....” “Apa hubungannya sih?” Andika melajukan mobilnya dengan hati kesal, tapi dia juga tidak bisa menyalahkan Elkan yang tiba-tiba muncul begitu saja di hadapan mereka. “Ya jelas ada hubungannya! Aku lihat sekilas tadi dia kayak orang kantoran juga, mirip kita. Namanya relasi itu penting, apalagi kalau masih ada hubungan kekerabatan sama kita.” “Maksud kamu? Aku nggak ngerti.” Lika memutar bola matanya dengan malas. “Misalnya suatu saat nanti kita mau punya bisnis, kita kan bisa dengan mudah mempromosikan produknya karena punya banyak relasi, salah satunya Elkan.” “Aku tetap tidak paham, kenapa harus Elkan.” “Aku kan bilang salah satunya, jadi bukan Cuma Elkan saja. Aduh, kamu kok punya kakak sepupu kayak dia malah nggak bisa memanfaatkan sih?” Andika mengangkat bahu, dia masih tidak mengerti sehebat apa Elkan di matanya. “Dia pegawai bias
Baca selengkapnya
70
Keduanya sama-sama saling pandang untuk memastikan bahwa apa yang mereka lihat bukanlah tipuan halusinasi. “Kamu ngapain di sini, Nay? Dandanan kamu, ya ampun!” Nayara menatap sengit ke arah mantan suaminya. “Bukan urusan kamu.” Andika mengumpat dalam hati. Sial banget sih, kenapa dia jadi berubah cantik begini? Mana gayanya jadi jual mahal sama aku, cih sombong amat. Sementara itu Nayara sebenarnya tahu jika Andika sedang fokus memandangnya, tapi dia sengaja pura-pura tidak peduli. “Nay?” panggil Andika ragu-ragu, langkahnya maju mundur untuk pergi dari hadapan sang mantan istri. “Kamu ... kok bisa ada di acara ini?” Nayara tentu tidak mau repot-repot menjawabnya, masih ingat dalam pikiran bagaimana Andika mengusir dan meludah di dekat kakinya dengan sangat hina. Jujur, Nayara sakit hati dengan perlakuan Andika. Belum lagi tuduhan sebagai istri yang tidak setia terus dia tanamkan ke telinga orang-orang yang mau mendengar, dia tidak akan pernah bisa memaafkan mantan suaminya i
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
345678
DMCA.com Protection Status