All Chapters of Kembali ke Masa Lalu : Menikahi Suamiku Lagi : Chapter 41 - Chapter 50
55 Chapters
Bab 41. Perubahan Masa Depan
Leticia termenung di atas tempat tidurnya sekepergian Tytan dari kamarnya. Sikap dan bagaimana cara bicara suaminya itu, jelas menunjukkan bahwa ia menyembunyikan sesuatu. Leticia tidak mengetahui apa yang disembunyikan, tetapi dari apa yang dikatakan, Tytan tampak akan pergi. Apa ia akan pergi jauh dan cukup lama seperti terakhir kali saat ia sakit? Waktu terlama Tytan pergi terakhir kali adalah hampir satu bulan. Jika Tytan pergi selama itu, maka waktu kebersamaan mereka akan habis. Lalu mereka akan berpisah seperti rencana awal. Ketika mengingatnya, tidak dapat dipungkiri bahwa sudut hati Leticia merasa sedih dan tak rela. ‘Tidak, ini adalah hal yang harus aku lakukan demi hidupku!’ tegas Leticia sembari menggelengkan kepala. Menolak perasaan tidak masuk akal yang mengganggu keputusannya berdasar logika. Setelah kembali meyakinkan dirinya sendiri, Leticia bangkit berdiri meninggalkan kasurnya. Ia berjalan ke arah pintu untuk menuju ke dapur. Rumah sangat sepi pagi ini, bahkan ia
Read more
Bab 42. Kejanggalan
"Ayo turun," ajak Tytan sembari melepas sabuk pengamannya. Leticia pun melepaskan sabuk pengamannya. Ia turun bersamaan dengan Tytan yang melangkah ke arahnya untuk berjalan bergandengan. Mereka masuk ke dalam rumah yang tidak tampak seperti sebuah rumah yang sedang berkabung. Pasalnya suasana lebih sepi untuk ukuran acara pemakaman dari seorang pebisnis. Nama keluarga Ramona dan RM Ent. mungkin tidak terlalu dikenal di negara, tetapi tetap kolega bisnis pasti ada. Meski bisnis mereka bahkan hampir saja gulung tikar jika tanpa Castellan Corp. Ketika masuk ke dalam dan mencapai ruang tamu, barulah suasana tampak seperti sebuah acara berkabung. Pelayan yang sibuk seluruhnya mengenakan seragam hitam dan beberapa menangis. Di ruangan yang sudah ditata sedemikian rupanya, di sanalah Gabriella dan Sofia duduk. Di samping peti mati berisi jasad Rafaelo yang telah rapi. "Selamat datang, Nona Leticia." Butler menyapa kedatangan Leticia saat menyadari kehadirannya. Ia melirik sebentar pada
Read more
Bab 43. Kejatuhan Gabriella
Satu pun pelayan tidak ada yang berani datang ke hadapan kedua majikannya, setelah mengantar jus, berniat mendinginkan suasana. Namun, alih-alih dingin, pelayan tersebut mendapatkan pukulan bertubi dari Gabriella dan Sofia yang berada dalam luapan emosi. Semua tak lain disebabkan oleh Leticia. Gadis yang telah pergi dengan kekacauan yang ia bawa itu, kini digantikan oleh pelayan tak berdosa yang malang. "Ibu, bagaimana ini? Bagaimana jika dokter itu menemukan kebenarannya? Lalu Leticia datang lagi dengan bukti dan para polisi?” Kepala Gabriella yang telah pening dan hampir meledak, semakin bertambah rasa sakitnya. Ditambah mendengar sejak tadi putrinya yang mengoceh menanyakan ini dan itu kepadanya. Ia memijat pelipisnya berusaha mengurangi rasa sakit tersebut. "Ibu! Kenapa Ibu diam saja saat Leticia berniat melihat tubuh pria itu!" bentak Sofia untuk ke sekian kalinya menyalahkan Gabriella. "Sofia!" Kali ini Gabriella membalas bentakan putrinya tak kalah tinggi. Ia menatap tajam
Read more
Bab 44. Sama-sama egois
Helaan napas berat keluar dari mulut Leticia selepas masuk ke dalam kamarnya. Ia akhirnya menyendiri tanpa mendengar suara apapun. Kamar yang ia tinggalkan sejak pagi cukup gelap kini di malam hari. Ia berjalan ke arah saklar lampu dan menekan tombolnya. Seketika itu juga kamar menjadi terang benderang. Leticia melangkah kembali, masuk ke dalam pintu dimana kamar mandi berada. Ia menanggalkan seluruh pakaiannya sebelum mengguyur tubuhnya di bawah shower yang hangat. Saat melamun di tengah mandinya, ingatan masa-masa bersama ayahnya ketika ibunya masih ada terlintas. "Hiks ..." Isakan tangis perlahan terdengar darinya, bercampur dengan air shower. "Ayah... Ibu... " Barulah saat itu Leticia merasakan rasa sakit akibat kepergian dari ayahnya sekaligus kerinduan terhadap sang ibu. Leticia melupakan seluruh kebencian dan rasa sakit yang ia alami yang disebabkan oleh ayahnya. Yang ia rasakan kini adalah sebuah kerinduan dan kesepian yang sama ketika ibunya meninggal. Juga sebuah penyesal
Read more
Bab 45. Ketenangan di tengah badai
"Ini gila." Leticia memandangi tubuhnya yang setengah telanjang di depan cermin besar di dalam ruang gantinya. Ia lantas menyeret kakinya untuk duduk di meja rias. Ia bahkan tidak sanggup untuk berdiri lebih lama lagi karena pegal. Tidak hanya kakinya, tetapi sekujur tubuhnya. Terutama organ reproduksinya yang masih terasa perih. "Tytan!" Leticia lagi-lagi menggeram ketika melihat pahanya yang penuh dengan tanda kemerahan akibat ulah suaminya. Sepanjang lengannya juga lehernya tak luput dari kebrutalan pria itu. "Leticia …" Suara serak nan lirih terdengar dari luar ruang ganti, di kamarnya. Suara tersebut menandakan jika sang pelaku penyebab kekesalan Leticia pagi ini telah bangun. "Sayang?" Suara Tytan semakin jelas, kemudian derap langkah menyusul terdengar, lalu ketukan pintu pada akhirnya. "Leticia?" "Ja-jangan masuk kemari!” cegah Leticia saat melihat knop pintu berputar yang lupa ia kunci, tetapi sayangnya terlambat. Kepala suaminya telah menyembul ke dalam, kemudian seluru
Read more
Bab 46. Kebenaran Rafaelo
Satu minggu kemudian "Tuan Muda, bukankah sebaiknya Anda mengangkat telpon dari Tuan D'angelo?" tanya Gaspar dengan raut cemas. "Seberapa sering dia menelpon?" Alih-alih ikut merasa cemas, Tytan tetap membalas pertanyaan Gaspar dengan santai. "Cukup banyak hingga mungkin mengartikan sebagai keadaan darurat. Ini sudah satu minggu dari sejak Anda seharusnya pergi ke Sisilia." Tytan tahu apa yang hendak dikatakan oleh Gaspar. Ia memperingatkannya. Alih-alih pergi ke Sisilia atau setidaknya mengangkat telpon D'angelo untuk mendengar kabar Massimo, Tytan melakukan semua tanpa perintah siapapun. Bahkan dengan beraninya menyeret Gabriella yang memegang peranan penting terhadap rencana Massimo. Tidak aneh jika Tytan berada dalam bahaya. Namun, pria itu sama sekali tak bergeming. "Bagaimana dengan kabar rumah sakit? Kau tidak datang hanya untuk memberitahuku itu saja, 'kan?" tanya Tytan mengalihkan pembicaraan. Gaspar yang semakin cemas setiap harinya hanya bisa menghela napas. "Dokter f
Read more
Bab 47. Sebuah Badai
“Semua akan baik-baik saja, percayalah. Kau sudah bekerja dengan keras.” Tytan mengelus punggung Leticia yang berada dalam pelukannya usai serangkaian pembicaraan yang telah istrinya lakukan bersama polisi. Setelah membawa para polisi ke kediaman Ramona untuk menangkap Gabriella, Leticia turut memberikan keterangannya. Butuh waktu cukup lama hingga langit berubah gelap untuk menyelesaikan pertanyaan dari mereka. “Terima kasih sudah selalu menemaniku. Kau pasti sebenarnya sangat sibuk, ‘kan? Bagaimana bisa kau menundanya dan lebih memilih di sini?” Ada rasa bersalah dari nada pertanyaan yang dilontarkan. “Sudah kukatakan kau adalah prioritasku,” jawab Tytan gemas seraya mencium rambutnya lembut. “Ayo kita pulang,” ajaknya kemudian. “Tidak, aku akan tinggal di rumah untuk saat ini.” Pernyataan dari Leticia mendapatkan tatapan protes dari Tytan. Ia jelas tidak menyukai opsi tersebut. “Aku hanya sedikit merindukan Ayah, dan lagi, aku juga harus mempersiapkan pemakaman yang layak unt
Read more
Bab 48. Kekhawatiran Leticia
"Dasar gila!" ujar D'angelo setelah dipastikan hanya ada mereka bertiga di rumah ini, yang mana Gaspar jelas tak sadarkan diri. Seluruh wajah tanpa ekspresi itu luruh dan berganti dengan kernyitan di dahinya. Pertanda bahwaa ia sangat kesal dengan berdiri di posisinya kini. "Kenapa aku harus berada di sini?!" "Kenapa kau harus mengabaikan telponku? Darimana ide gila nan agresif itu, Tytan?!" Sekali lagi D'angelo menggerutu, tidak peduli dengan lawan bicaranya. Satu tak sadarkan diri dan yang lain tengah berjuang menahan rasa sakit mati-matian. "Simpan ocehanmu atau mengoceh lah sambil mengobati Gaspar!" seru Tytan setengah membentak dengan tidak sabar pada D'angelo. "Dia tidak tertembak! Dia tidak mati, dia hanya sekarat karena menjadi samsak tinju darinya!" balas D'angelo, yang kali ini menuruti perkataan Tytan. "Gaspar, kau bisa bangun? Bangunlah, aku harus mengurus bosmu yang terkena tembekan yang mana lukanya lebih darurat." Alih-alih memapahnya dan segera mengobati luka Gasp
Read more
Bab 49. Nasib Sofia
“Kau baik-baik saja, ‘kan?” tanya Leticia kembali setelah lama tidak ada pembicaraan di antara mereka. Helaan napas terdengar dari seberang telpon yang dilakukan oleh Tytan. Kini Leticia merasa sangat bersalah, di samping rasa kekhawatirannya. Tytan mungkin menganggap kekhawatirannya berlebihan jika semua baik-baik saja. Atau yang terparah, Tytan akan menganggap bahwa dirinya memiliki sisi yang posesif. Mengingat hal tersebut membuat Leticia sangat malu hingga ingin menutup telpon. Namun, demi memuaskan rasa khawatirnya ini, ia tetap ingin memastikan bagaimana kondisi suaminya. “Kau mengingkari janjimu padaku, Tytan,” ucap Leticia saat tidak ada lagi di antara mereka yang berbicara. “Maafkan aku, Sayang. Pekerjaanku mengharuskan aku agar tetap di sini, beberapa kali juga aku harus pergi ke kantor selama pergantian sekretaris baru.” Kali ini giliran Leticia yang menghela napas lega. Setidaknya Tytan terdengar baik-baik saja. “Aku tidak bermaksud untuk mengganggumu, maaf. Sejak kemar
Read more
Bab 50. Identitas Sofia
"Nyonya Gabriella, Anda memiliki kunjungan." Seorang petugas berseragam menghampiri sel tahanan dimana Gabriella menempati. Ketika mendengar hal tersebut, wanita yang dipanggil itu segera bangun. Gabriella menghampiri pintu besi yang memenjarakannya, lantas keluar setelah gembok dibuka. "Siapa yang mengunjungi saya? Pengacara saya sudah datang?" tanyanya penasaran di tengah langkah mereka. Petugas tidak menjawab. Namun, sesampainya di ruang kunjungan khusus, Gabriella mendapatkan jawabannya. Langkah kakinya terhenti ketika melihat siapa seseorang yang menunggunya. Ia membeku selama beberapa detik. "Waktu Anda hanya singkat, silahkan berbicara." Suara dari petugas tersebut mengintrupsi dirinya. Gabriella perlahan mendekat pada kursi yang berhadapan dengan lawan bicara, berhalangan kaca tebal. Ia duduk di sana dengan canggung, tetapi secara bersamaan berusaha tampak semenyedihkan mungkin. "Kau bahkan belum melalui sidang, tetapi tampangmu seakan telah hancur sepenuhnya." Tawa ejeka
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status