Semua Bab Atasan Duda Itu Mantan Pacarku: Bab 51 - Bab 60
105 Bab
DIMP 51
“Antar mama ke RSI … ta-tadi kata Ronan temannya Arya di bawa kesana,” jawab mama dengan berlinang air mata.“i … iya … tunggu, tunggu … mama tenang sebentar. Sebentar yah ….” Aku mencoba untuk sedikit tenang agar bisa berpikir. “Aku ambil sweater dulu.” Tanpa menunggu jawaban mama aku bergegas keluar kamar dan kembali ke kamarku untuk mengambil sweater. Ponselku yang masih mengisi daya langsung aku ambil beserta chargher nya sekalian dan memasukkan ke dalam tas. Sejenak menarik napas untuk mengingat apa saja yang perlu aku bawa. Aku melihat kembali isi tasku dan memastikan dompet sudah ada di dalamnya. Setelah memastikan cukup aku langsung keluar dari kamar. Terlihat mama sudah menungguku di ruang tamu.“Ma … kunci mobil dimana?” tanyaku saat tidak menemukan kunci mobil yang biasanya di letakkan di samping meja tv di ruang tengah. Tidak ada sahutan dari mama aku kemudian mencari di sekitar ruang tengah. Ya Tuhan … saat panik dan terburu-buru seperti ini kenapa harus pake acara nye
Baca selengkapnya
DIMP 52
“Kalau menerut informasi yang aku dapat barusan sepertinya ada patah di bagian lengan tangan kiri. Langsung kita CT Scan saja untuk pastinya. Sekalian untuk mengecek bagian – bagian lainnya. Untuk administrasi kamu isi data Arya dulu, sedangkan hal lainnya nanti aku yang bantu.” Mas Danta memberikan instruksi tentang hal yang harus aku lakukan.“Iya, Mas.” Aku bingung harus menjawab apa selain juga aku banyak pikiran yang berjejal dalam benakku.“Dokter Danta kok di sin” Aku dan Mas Danta masih berdiri dihadapan, saat seorang perempuan dengan kerudung hitam mennyapa Mas Danta.“Dokter Mega, ini ada keluarga yang mengalami kecelakaan. Kebagian jaga?” Kedua dokter itu bterlibat dalam sebuah pembicaraan.“Mas … aku urus administrasinya dulu, ya.” Aku berpamitan pada Mas Danta yang masih terlibat obrolan dengan perempuan berkerudung yang disapanya dengan panggilan dokter Mega itu.“Yau dah, biar tante sama aku.”Mas Danta mengangguk menjawab
Baca selengkapnya
DIMP 53
Aku sepertinya kehabisan kata-kata atau sebenarnya sedang malas untuk menangapi hal itu. Mencoba untuk abai dan berpikir positif, berpikir hubungan mereka hanya sebatas balas budi atau apalah. Tapi, tetap saja aku tidak bisa untuk tidak berpikir aneh aneh tentang mereka. Mungkin aku berlebihan atau terlalu perasa atas kondisi mereka berdua sekarang. Hanya saja itulah yang aku rasakan sekarang, aku tidak suka.“Kamu, ngapain di sini?” tanya Mas Satria kemudian padaku.“Aku … emm maksudnya Arya kecelakaan dan kondisinya sangat buruk. Mungkin besok akan operasi, tapi, lebih jelasnya belum tau.” Sedikit blepotan aku menjawab efek dari rasa kesal yang sedang coba aku tutupi.“Ditabrak? Terus apa saja yang luka?” Mas Satria terlihat sedikit kaget mendengar jawabanku.“Kenapanya belum tau, mungkin kecelakaan tunggal. Tadi sepintas dengar ada patah di bagian lengan, terus luka-luka di kaki bagian lututnya, dagunya juga tadi dama tangan,” jelasku pada Mas Satria kemudian.Tidak banyak yang bis
Baca selengkapnya
DIMP 54
Aku raih minuman di depanku dan meneguknya perlahan, ada rasa sebah dan kesal di dada yang tidak tertahan. Tanganku mencengkram gelas kuat kuat membuang energi negatif yang membuat emosi dan perasaan kesal ini membuncah. Aku tidak perduli apa aku berlebihan tentang hal ini, tapi, aku benar-benar sedang kecewa. Apa ini hanya sebuah kecemburuan saja, iya aku cemburu, bukan sekedar cemburu buta. Sebuah pesan masuk di ponselku dari Kak Sisil yang mengatakan kalau Arya sekarang sudah berada di kamar. Kamar VIP berada di lantai tiga, Kak Sisil memintaku untuk segera ke kamar dan meminta di belikan beberapa barang. Aku segera menghabiskan minuman yang sedikit tersisa kemudian beranjak ke toko yang masih di area kantin. Setelah membeli semua item yang Kak Sisil minta aku langsung meninggalkan kantin.Seperti biasa aku harus bertanya-tanya untuk sampai ke ruangan tempay Arya di rawat. Sebuah lift membawaku ke lantai tiga rumah sakit. Sesampainya di lantai tiga aku berjalan lurus setelah kel
Baca selengkapnya
DIMP 55
Akhirnya sampai juga kami di tempat Bang Chand memarkir mobilnya, aku langsung membuka pintu penumpang. Sementara Abang Chand duduk dibalik kemudi dan Bang Benny duduk di sampingnya. Seorang petugas parkir lengkap dengan tongkat lampunya memberi arahan saat mobil akan keluar ke jalan raya. Terlihat Bang Chand membuka kaca mobil dan mengulurkan selembar uang kertas, karena gelap aku tidak tahu nilainya. Biasanya lima ribu rupiah tarif parkir di sini.Mobil mulai memasuki jalan raya aku memelih mengatur jok mobil sehingga sedikit ke belakang dan menyadarkan tubuhku sembari memejamkan mata. Bukan hanya badan tapi hatiku juga lelah, terasa malas memikirkan semuanya. Berharap kantuk datang dan lelap segera mendekap. Setidaknya aku tidak terus kepikiran tentang Mas Satria dan segala hal yang membuatku kesal.“hp-mu bunyi itu,” ucapan Bang Benny terdengar samar olehku, sepertinya aku setengah sadar. “Iya, biarin,” jawabku kemudian.Terasa dari dalam tasku ada getaran di sertai suara panggil
Baca selengkapnya
DIMP 56
Aku dan Kak Regina saling pandang, siapa tamu malam-malam begini. Sudah lebih dari jam sembilan juga. Jangan-jangan Mas Satria lagi yang datang, bisa saja karena aku malas mengangkat telponnya tadi. Aku langsung beranjak dari tempat tidur dan berjalan keluar dengan langkah cepat. Dan benar ada Mas Satria yang sedang bicara dengan Bang Benny.“Itu Rania.” Tunjuk Bang Benny saat aku berdiri di depan pagar rumahnya. Iya Mas Satria sepertinya langsung dari rumah sakit karena baju yang dia kenakan masih sama dengan yang tadi.“Silahkan.” Bang Benny kemudian mempersilahkan Mas Satria untuk masuk, aku masih terdiam di depan pagar hanya melihatnya tanpa kata.“Itu … Satria, malah bengong.” Kak Regina menyenggol lenganku , aku menolehnya sekilas. “Marahan?” tanya Kak Regina lagi aku hanya mengangkat bahu.“Mari masuk.” Kembali Bang Benny mempersilahkan, kedua pria itu berjalan bersisian. “Saya tinggal dulu, ya.” Bang Benny berpamitan sambil mengapit Kak R
Baca selengkapnya
DIMP 57
Apa memang harus seperti itu? Sebuah pernikahan harus melewati pemikiran yang matang. Juga harus ada pembicaraan dari kedua keluarga yang lebih serius. Menikah adalah sebuah hubungan yang sakral dan aku berharap hanya satu kali menjalaninya. Mungkin mas Satria benar dengan pemikirannya, Ayra memang salah satu alasan Aleya untuk bisa berada di sekitar Mas Satria. Bila Ayra sudah memiliki aku bukankah tak ada alasan lagi untuk Aleya berputar di sekitar Mas Satria.“Kamu mau kita mempercepat rencana pernikahan kita?” tanya Mas Satria lagi.“Tapi, sekarang kondisinya tidak memungkinkan. Mas tau sendiri kan keadaan Arya bagaimana, mana mungkin aku menyela dengan keinginan seperti ini.” Keluargaku sedang terkena musibah, tidak mungkin aku bicara perihal pernikahan pada mama.“Iya aku tau, tidak sekarang juga. Tapi secepatnya, paling tidak aku akan utarakan niatku pada mama dan keluargamu terlebih dahulu. Baru setelah kondisi membaik dan memungkinkan kita membaha
Baca selengkapnya
DIMP 58
“Iya, mas pulang gih … cepet rehat.” Tangan kananku mengusap rambut bagian belakangnya.“Masih kangen,” balas Mas Satria lagi.“Ish … seharian juga dah barengan,” jawabku kemudian.“Ye namanya juga kangen, mau seharian bareng namanya kangen ya kangen,” ucap Mas Satria masih menyadarkan kepalanya di bahuku.“Iya Sayang, iya. Tapi, udah malam … nggak enak sama Kak Regi, sama Abang Chand sama semuanya.” Aku mencoba memberi pengertian pada Mas Satria."Ya udah, aku pulang dulu. Sampai rumah aku telepon," ucap Mas Satria yang akhirnya berdiri bangun dari duduknya.Aku ikut bangun dan berdiri di samping Mas Satria. Tiba-tiba pria itu memelukku, dan mendekapku erat. "Mas kenapa?" tanyaku bingung."Kamu tau aku sedih kalau kamu ngambek kayak tadi, aku bingung," jelas Mas Satria masih tetap memelukku."Janji jangan seperti itu lagi, kalau kamu nggak angkat teleponku itu rasanya, ah … gimana, ya. Pokoknya ga en
Baca selengkapnya
DIMP 59
“Kok nggak minta sendiri?" Aku mengulang pertanyaanku bingung.“Ya nggak tau, kan yang minta Danta, bukan kakak. Lagian mintanya ke papanya Rey, bukan ke papanya Al.” Lagi- lagi Kak Regina mengendikkan bahunya. “Pisahin beberapa buat papanya Rey roti bakarnya, sekalian antar sama kopinya.”Aku yang masih sibuk dengan roti bakar di depanku hanya mengangguk membalas kak Regi. Sebuah piring aku ambil beserta nampan dari rak. Abang Chand berdua saja dengan Rey karena Kak Sisil sekarang berada di ruamah sakit untuk menemani mama. Aku meletakkan empat tangkup roti bakar yang sudah keluar dari mesin pemanggang di piring. “Ini kopinya.” Kak Regina meletakkan secangkir kopi panas di atas nampan yang tadi aku ambil dari atas rak piring.Aku memindahkan piring roti dari atas meja ke atas nampan berdampingkan dengan kopi yang telah Kak Regina letakkan lebih dahulu. Sedangkan roti bakar yang lain aku letakkan di piring yang berbeda untuk di makan di sini. Ha
Baca selengkapnya
DIMP 60
“Aku ambil tas tasnya dulu,” pamitku kemudian.“Aku bantu,” ucap Mas Satria sambil mengangkat sepasang alisnya.“Nggak usah cuma dikit,” ucapku sambil berlalu menyusul Kak Regina yang sudah masuk terlebih dahulu.Kak Regina sudah mengambilkan lebih dahulu tas tas yang akan aku bawa kerumah sakit, sebuah ransel berisi barang Arya. Tas pakaian berukuran sedang berisi pakaian dan barang-barang mama dan juga sebuah tas selempang berisi barang- barangku. Aku mengambil tas selempang dan ransel dari tangan Kak Regina. Kami berjalan kembali menuju ke luar dan sesampainya di depan pintu Mas Satria mengambil tas dari kak Regina.“Berangkat dulu, Assalamualaikum,” pamitku kemudian, demikian juga dengan Mas Satria.Setelah berpamitan aku dan mas Satria langsung berjalan menuju mobil, dua tas Mas Satria letakkan di kursi belakang. Seperti biasa Mas Satria terlebih dahulu membukakan pintu mobilnya untukku. Jam sepuluh lebih sepuluh mobil mulai meningg
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
45678
...
11
DMCA.com Protection Status