All Chapters of Berikan Suamimu Untukku, Mbak: Chapter 71 - Chapter 80
131 Chapters
71. Sebatas Teman
Waktu bergulir tanpa bisa dihentikan. Mbak Alya semakin sibuk dengan persiapan hari pernikahannya. Dan aku disibukkan oleh pekerjaanTidak jadi masalah. Aku memang yang menginginkan mbak Alya untuk berkonsentrasi dengan masa depannya saja dan aku siap menggantikan pekerjaannya. Sebenarnya aku kasihan pada Afnan, dia jadi jarang bersamaku, aku sering menitipkannya pada Ibu atau mbak Siti. Pekerjaan ini menuntutku untuk sering pergi ke luar kota. Dan karena ini aku sadar mengapa dulu mbak Alya jarang berada di rumah, dia pun sering ke luar kota dan bertemu mas Bara. Dan itu yang membuatku naik pitam karena salah paham. Kepalaku berdenyut bila mengingatnya."Ada yang harus kuselesaikan dengan Abid Group, Mbak. Aku pergi hari ini, titip Afnan ya?""Tidak masalah. Kau hati-hati dan semoga sukses dengan Abid.""Apaan sih, Mbak. Jangan meledek. Aku juga ketemuannya sama Bu Farida kok.""Jadi aku salah ini.""Jelaslah."Mak Alya tertawa. Entahlah dia jadi sering mengejekku setelah tahu aku da
Read more
72. Pernikahan Mbak Alya
"Aku tetap tidak bisa datang, Abid. Di rumah sudah ramai orang. Aku tidak enak hati untuk meninggalkan acara pentingnya mbak Alya. Aku mohon pengertianmu."Abid terdiam tidak segera merespon suaraku yang di dengarnya melalui hpnya."Baiklah, sebenarnya aku ingin sekali ada dirimu di acara pentingku ini. Oh ya kapan acara pernikahan Bu Alya, eh Mbak Alya?""Dua hari lagi. Kami semua mengharap Abid Group bisa turut serta dalam acara ini.""Kami akan usahakan. Oh ya, Aruna. Bolehkah aku bertanya tapi pertanyaan ini sangat sensitif. Jika kau berkenan bilang iya jika nantinya kau tersinggung lebih baik aku urungkan niatku."Deg!Ada apa ini. Adakah hal penting yang di rahasiakan Abid padaku? Aku harus menjawabnya apa, aku belum siap jika pertanyaan itu akan membuatku terluka tapi jika aku tidak mengatakan ya, selamanya aku tidak akan tahu apa yang ada dalam hatinya.Aku menarik napas panjang dan menghembuskanya pelan-pelan."Katakan Abid, aku siap mendengarnya.""Kau janji dulu untuk tidak
Read more
73. Kenyataan Pahit
Aku menggeleng. "Apa pun yang akan terjadi karenanya, aku sudah tak ingin untuk menundanya lagi. Cepat atau lambat jika aku harus tau mengapa tidak sekarang saja, Abid.""Tapi aku lebih suka melihatmu dengan kehidupanmu yang sekarang. Kau sudah tampak bahagia meskipun kau menjalani hidupmu hanya berdua saja, Aruna.""Tolong, jangan berbelit-belit. Aku sudah lama menunggu."Aku menatap Abid dengan penuh pengharapan. Sepertinya dia sangat tidak tega padaku. Sebenarnya apa yang dia sembunyikan selama ini. Aku tahu itu tentang mas Bara. Tapi setahuku Abid tidak mengenal Mas Bara sama sekali. Aku menyatukan tanganku di depan dadaku. Abid membasahi bibirnya yang mengering, kemudian mengusap wajahnya dengan pelan.Perlahan dia merogoh saku celananya. Dia memegang hpnya. Aku masih menunggu Abid.Di serahkannya hp yang di pegangnya padaku."Bukalah galeri foto Aruna."Perintahnya.Meskipun dengan bertanya-tanya aku mengikuti apa yang dikatakan oleh Abid."Tidak ada sandinya?"Tanyaku sekedar
Read more
74. Aku Bukan Siapa-Siapa
Aku membantu Ibu, ayah, mbak Siti, pak Joni juga pasangan pengantin baru yang berbahagia bersama-sama membersihkan rumah. Kami semua bergotong royong penuh suka cita. Canda tawa mewarnai hari pertama mas Yusuf menjadi anggota keluarga ini. Semua bahagia dan aku pun turut larut di dalamnya. Aku berusaha menyembunyikan luka dengan serapi mungkin. Walaupun bayangan foto-foto itu terus membuatku risau, aku tetap berusaha untuk melupakannya.Tak sedikit pun terbayangkan olehku jika mas Bara akan bersanding dengan wanita lain, tapi itu adalah kenyataannya. Sudahlah untuk apa aku memikirkannya."Mbak, aku mau pulang.""Secepat ini?""Aku mau tidur seharian Mbak, capek sekali."Ucapku konyol, semua tertawa karenaku.Aku pun berpamitan kepada semua. Aku melihat sekilas layar hpku yang menampilkan pesan dari mama yang entah dari jam berapa dikirimnya. Aku tidak menyadarinya karena asik dengan keluarga besarku "Ada apa?"Begitu balasannya."Penting sekali."Balasku. Tentu saja mama belum memba
Read more
75. Biarkan Saja Mereka Tahu
Aku pulang dengan membawa sejuta luka di hatiku. Tapi aku yakin duniaku tidak akan berakhir karena mas Bara sudah positif meninggalkanku dan bukannya hilang.Hatiku hampa dan tak lagi aku menginginkan sesuatu untuk saat ini. Tubuhku lunglai menyandar di tembok, tak kupedulikan rambutku yang kumal tergerai tak beraturan. Benda canggih hasil tekhnologi modern yang sudah menghadapkanku pada kenyataan hidup yang pahit ini tergeletak disisiku tanpa kusentuh. Aku mendengar beberapa kali notifikasi masuk, tapi aku tidak peduli. Aku sedang menikmati rasa sakit yang menghujam jantungku. Air mata yang berebut untuk keluar sekarang pun telah kering kerontang.Afnan yang sebelumnya sibuk memanggil dan merengek kini terdiam dengan sendirinya. Entah tidur entah masih bermain dengan mainannya aku tak tahu."Kau sepertinya menangis?"Tanya mbak Alya di seberang sana. Aku terpaksa mengangkat teleponnya karena beberapa kali panggilannya tak aku jawab dan dia juga meninggalkan pesan penting."Tidak, Mba
Read more
76. Jauhi Aku
"Mbak, aku mau pergi dulu. Tolong jaga Afnan ya.""Beres Mbak Aruna."Aku mengendarai sepeda motorku untuk menemui konsumen yang bermasalah dengan pesanannya. Kebetulan dia konsumen yang masih berada dalam wilayah ini."Aku ingin mengembalikan barangnya secara langsung, Bu. Bukan lewat kurir. Biar Ibu bisa lihat sendiri kondisi barang itu.""Baiklah karena kebetulan ada waktu kita bertemu di titik tengah ya, agar aku tak kejauhan dan kau juga tak kejauhan.""Terima kasih Bu, aku akan menunggu Ibu ditempat yang telah Ibu tentukan tadi."Ya beginilah yang namanya kerja dari hari ke hari selalu saja ada masalah yang mengharuskan aku terjun langsung untuk menanganinya. Terkadang konsumen juga memerlukan perhatian kita.Ternyata dia adalah seorang gadis remaja yang sepertinya sangat pemberani, tak jauh beda dengan diriku. Dengan gaya bahasanya yang gaul dan terdengar begitu percaya diri diserahkannya produk yang ternyata memang rusak dan dia bersikeras tidak mau menerimanya."Aku akan mengi
Read more
77. Sengaja Menghindar
"Tidak seperti itu, bukan begitu, Abid. Aku sudah menyelesaikan semua dengan Bu Farida. Tidak ada masalah sama sekali.""Aku tahu, Aruna. Aku memang bukan ingin menyelesaikan masalah pekerjaan denganmu.""Nah jadi benarkan jika aku menolak untuk datang, tidak ada lagi yang perlu kita bicarakan."Abid terdiam tidak menjawab, aku memandang layar hp yang masih menampilkan sambungan telepon yang masih berlangsung.Aku menunggu Abid untuk menjawabku dengan hati was-was. Aku takut sekali jika ia akan tersinggung. Masalahnya, ini bukan kali pertama aku menolak ajakannya untuk bertemu."Baiklah, Aruna. Tampaknya aku sangat mengganggumu."Kata Abid dengan lemah."Tidak ada yang mengganggu tapi tolong mengertilah aku yang harus memanfaatkan waktu dengan sebaik mungkin. Kasihanilah aku yang single parent ini, aku harus mengurus Afnan dan aku harus tetap mengurus pekerjaanku.""Baiklah, aku akan menunggumu sampai kau punya sedikit waktu untukku."Nada kecewa itu terdengar begitu jelas.Aku tak ber
Read more
78. Aku Terluka dan Takut Kehilangan
"Kau sibuk sekali sampai jarang sekali membalas chatku.""Bukan seperti itu, kadang aku yang suka lupa jika ada pesanan mendadak. Aku melupakan tadi sedang mengobrol dengan siapa. Maafkan aku yang pelupa ini.""Asal kau tak melupakan aku.""Tentu saja tidak."Sebenarnya aku sangat terluka dengan apa yang telah kuperbuat sendiri. Aku menghindari Abid secara terus menerus, seberapa besar usahanya untuk dekat denganku sedemikan besar juga upayaku untuk menghindarinya.Mengapa itu kulakukan? Karena aku tidak mau terluka lebih dalam lagi. Aku merasa sangat tak pantas untuk bersama Abid, sangat tidak setara dan aku takut jika akan ada penolakan dari pihak keluarganya nanti.Aku tahu Abid adalah anak yang sangat patuh kepada orang tuanya. Dan orang tua mana yang mau melihat anaknya bersama dengan orang sepertiku. Tidak, aku harus segera menepiskan semua harapan itu sebelum rasa itu berkembang di hatiku.Sungguh aku tidak bisa melupakan Abid, gelak tawanya, perhatiannya ... semua kurindukan.D
Read more
79. Permohonan Mama
Mungkin Bara hanya mengancamku saja, buktinya tidak ada selembar surat pun yang datang padaku. Tapi itu tidak membuatku berhenti untuk tidak mengkhawatirkan Afnan. Apa lagi Afnan sudah mulai masuk sekolah."Wati, jika ada orang asing yang mau mengajak Afnan, tolong jangan boleh ya. Walaupun dia bilang apa pun. Misalnya bilang saudara, kerabat jauh atau apa.""Iya, Bu."Aku mencium pipi Afnan kiri dan kanan."Belajar yang rajin biar pandai ya?""Iya, Bu."Afnan mencium punggung tanganku dan melambaikan tangan. Tak terasa aku sudah mempunyai seorang anak yang kini sudah bersosialisasi di lingkungan sekolah. Dia akan merasakan bagaimana itu bermain dan belajar bersama rekan dan gurunya. Dia tidak hanya mengenalku dan keluarganya saja. Akh, Afnan ... Mengapa waktu begitu cepat berlalu.Aku beranjak untuk memulai pekerjaanku hari ini. Aku tidak berniat ke kantor, aku akan menghandle semua kegiatan hari ini dari rumah saja. Mbak Alya pun sedang berada di rumah orang tua mas Yusuf. Dia sed
Read more
80. Semua Ada Balasannya
Aku tidak peduli lagi dengan apa yang akan terjadi padaku, yang penting tidak akan terjadi apa-apa pada Afnan.Aku tak bisa kehilangannya, dia separuh jiwaku. Aku tak akan bisa melanjutkan kehidupanku tanpanya. Dia adalah Afnan, putra kesayanganku."Ayah Yusuf dan om Abid tadi datang ke rumah pas Ibu pergi.""Benarkah?""Iya, tanya saja Mbak Wati. Iya kan Mbak?"Lanjut Afnan. Aku memegang kedua bahunya untuk meminta kepastian atas apa yang disampaikannya padaku.Wati mengiyakan apa yang disampaikan Afnan. Aku duduk dalam diam, menyesal mengapa aku tadi harus meninggalkan rumah dan tanpa membawa hp. Ada keperluan apa mereka datang ke rumahku dan berdua? Sebelumnya tidak ada yang mengatakan kalau mereka ada kepentingan denganku.Sebenarnya aku keluar untuk melakukan usaha. Usaha agar aku bisa berpisah secara resmi dari mas Bara dan aku sudah menemukan orang yang akan membantuku. Aku akan segera mengajukan surat gugatan cerai, semoga mas Bara akan mengabulkan permohonanku. Aku tidak minta
Read more
PREV
1
...
678910
...
14
DMCA.com Protection Status