All Chapters of Mantan Suami Ingin Cintaku Kembali : Chapter 121 - Chapter 127
127 Chapters
Bab 121 Fakta Mengejutkan
—HOTELAku sudah kembali ke hotel dengan perasaan campur aduk. Suaminya tidak sesuai yang aku harapkan. Harusnya aku lebih berhati-hati karena ketika hal buruk menimpa hidupku dengan Sakti, aku punya cara untuk menghindarinya. Kalau sudah seperti ini, apa yang harus aku lakukan, Tuhan? "Terima kasih, Mas. Aku sama Sakti ke dalam dulu," ujarku tersenyum tipis kepada Elmar. Elmar memegang tanganku kala pintu hotel hendak ditutup. Pria itu memberi kode kepada Sakti agar anak itu pergi lebih dulu ke dalam. Ia menarik tanganku sehingga kini aku berada di luar pintu. "Ada yang mau saya tanyakan sama kamu," ujar Elmar melepas cekalan tadi. Aku menekuk kedua alis. Apakah pria itu akan bertanya soal Mas Samuel? "Sejak kapan kamu dekat lagi dengan Samuel?" tanyanya. Dugaanku benar. Elmar menanyakan soal Mas Samuel. Namun, kenapa tiba-tiba begini? Ini bahkan terasa seperti interogasi, bukan tanya bertanya."Aku rasa kita nggak perlu bahas itu, Mas. Lagipula, dekat lagi atau nggak, itu hak
Read more
Bab 122 Kalut
—Di dapurAku masih memikirkan ucapan Mbak Yuni. Entah kenapa hal itu malah menganggu konsentrasi. Mas Samuel dan Kinan tidak kembali. Dalam artian mereka tidak rujak atau menikah kembali. Apakah menutup telinga selama ini kesalahan terbesarku? "Serena?" Pikiranku saat ini penuh. Berbagai macam pertanyaan muncul di kepala. Tidak mungkin aku menyesal atas apa yang telah kupilih lima tahun yang lalu. Ya, tidak mungkin. Perasaan ini mungkin hanya sesaat saja. Perasaan memilukan karena tidak tahu bahwa nasib Mas Samuel justru lebih sulit dari dugaanku. "Astaga, Serena!" Aku tersentak. Buru-buru mematikan kompor. Menatap nanar ikan gosong di penggorengan. Miris. Bahkan ikan tersebut tidak ada yang bisa dimakan. Semuanya menghitam. "Kamu lagi mikirin apa coba? Masak kok malah ngelamun. Ikannya jadi gosong, kan," omel Ibu. Tatapku masih tertuju pada penggorengan di sana. Kecerobohanku lagi-lagi merugikan. Ibu terlihat marah juga khawatir. Aku tidak mengucapkan apa-apa, sebab masih syok
Read more
Bab 123 Di Antara Dua Pilihan
Saat ini, aku sedang mengobati luka Mas Samuel. Meski lukanya tidak cukup serius, tapi jika dibiarkan bisa jadi infeksi. Apalagi pukulan yang diberikan cukup keras sehingga sudut bibir pria itu sobek sedikit. Ah, soal Mas Rifki, ia sudah ditenangkan oleh Mbak Yuni. Aku menuangkan alkohol ke atas kapas, memegang dagu Mas Samuel tidak asa-asa. Pria itu meringis kala lukanya tidak sengaja ku tekan. Ini kedua kalinya aku melihat Mas Samuel terluka oleh kakakku, tapi soal rumah sakit. Apakah aku harus menanyakannya pada pria ini? "Tanya aja. Nggak usah ngeliatin saya kaya gitu," ucap Mas Samuel. Aku salah tingkah sendiri. Menurunkan tangan dari dagunya, lalu menatapnya lamat-lamat. "Yang dibilang Mas Rifki itu... benar?" tanyaku hati-hati. "Soal saya yang masuk rumah sakit karena kakak kamu?" Langsung kuberi anggukkan. "Soal itu, memang benar. Kejadiannya udah lama. Lagipula, saya masih hidup sampai sekarang. Jadi, pukulan Mas kamu nggak seberapa buat saya."Nggak seberapa bagaimana?
Read more
Bab 124 Kelewat Mabuk
Cekalan itu langsung terlepas ketika kami sampai di luar, tepatnya di depan mobil pria itu. Aku jadi tidak enak dengan Elmar yang masih di dalam. Pria itu pasti kecewa karena diriku pergi begitu saja tanpa mengucap sepatah kata. Saat kulihat, tatapan elang penuh amarah seketika tertuju padaku. Aku masih syok dengan kedatangannya yang di luar kendali. Apalagi melihat sorot matanya yang begitu menakutkan. Sehingga siapa pun yang melihatnya tidak berani menyapa, bahkan melirik saja mungkin tidak sampai. Setiap pergerakannya tidak lepas dari bola mataku. Meski aku takut sendiri, tapi pandanganku tidak bisa lepas darinya. Ia membuka jas yang menempel ditubuhnya, menyisakan kemeja putih sebagai pakaian yang kenakan. Tanpa diduga, jas hitam yang sempat ia copot tersebut beralih posisi sehingga kini aku yang memakai jas kebesaran itu. Tatapan kami bertemu. Tentu saja aku terkejut. Perhatiannya barusan membuat jantungku berdebar kencang. "Masuk," tegasnya berjalan lebih dulu ke arah mobil.
Read more
Bab 125 Meminta Restu
Suara dering ponsel mampu membangunkan tidur nyenyak 'ku. Panggilan itu berasal dari Reno. "Kenapa, Reno?" tanyaku bersandar di kepala ranjang. Kepalaku terasa berat. Mungkin efek mabuk semalam. "Di kantor ada Pak Rifki, Pak. Beliau menunggu di ruangan Bapak," jelas Reno. Aku mengerutkan kening. Untuk apa Rifki datang ke kantorku? "Saya segera ke sana," ucapku langsung memutus sambungan. Aku beranjak dari ranjang dengan kepala yang masih terasa pening. Namun, pandanganku tertuju kepada meja yang di atasnya terdapat lampu tidur. Di sana terdapat satu gelas air dengan sepucuk surat di bawahnya. > [Ini jamu yang bisa buat badan kamu lebih enakan. Jangan lupa diminum kalau sudah bangun. /from Serena]Aku tersenyum hangat membaca pesan tersebut. Kupikir perempuan itu marah karena semalam tanpa sadar aku telah membuatnya tidak berdaya di ranjang. Tanganku menggapai gelas tersebut dan meminumnya hingga tandas. Bentuk perhatiannya yang seperti membuatku makin yakin bahwa Serena hanya cu
Read more
Bab 126 Perjalanan Hidup
1 Minggu kemudian. Di 1 Minggu ini, aku tidak banyak berjumpa dengan orang-orang sekitar. Semenjak pindah ke rumah ibu, waktuku dihabiskan bersama ibu dan Sakti. Aku juga telah mengurus beberapa surat kepindahan dan akhirnya saat ini aku bisa mendaftarkan Sakti ke TK. Soal panggilan dari Sky Group, aku memilih menolaknya. Waktu itu sempat tahap interview, tapi tidak jadi karena diriku memilih pergi. Aku—mungkin tidak akan bisa bekerja di bawah naungan Mas Samuel. "Kamu udah apply lamaran ke perusahaan, Mas?" tanya Mas Rifki yang pagi-pagi sudah ada di rumah Ibu. Pertanyaan itu langsung dapat anggukan dariku. Kami saat ini sedang sarapan bersama, Mas Rifki datang bersama istri dan anaknya hanya karena aku mendaftarkan Sakti ke TK di mana tempatnya sama dengan Sekolah Dasar Kenzo. Mbak Yuni menyahut, "Kamu jadi kerja di tempat Mas Rifki, Ser? Ngelamar posisi apa?" "Iya, bagian admin Mbak. Jalur referensi Mas Rifki. Katanya lagi ngebutuhin admin di sana," balasku apa adanya. Tiba
Read more
Bab 127 Hidup Bersamamu (Tamat)
Sudah beberapa hari ini, Mas Samuel rutin bertamu ke rumah Ibu. Entah apa tujuannya, tapi pria itu selalu saja menyempatkan waktu datang ke sini sekalipun baru pulang kerja. Ia juga membelikan banyak main untuk Sakti. Ah, perihal itu, aku sudah memberitahu Sakti. Semuanya, tanpa ada yang terlewat. Anak itu kesenangan sendiri, ia memang sempat tidak mau bicara padaku, tapi akhirnya dibujuk Mas Samuel hingga kini kami seperti keluarga. "Tumben Samuel belum datang? Biasanya dia jam 6 sudah ada di sini," ujar Ibu mengompori. Ya, biasanya Mas Samuel datang setiap jam 6 pagi ke sini. Ikut sarapan bersama kami dan setelahnya mengantar Sakti berangkat sekolah. Namun, sudah setengah 7 tapi batang hidung pria itu belum juga kelihatan. Aku sedikit, khawatir takut ia kenapa-kenapa. "Udah, dihabiskan dulu sarapannya. Kalau Samuel beneran nggak jemput Sakti, kamu bisa antar Sakti dulu. Ke butik bisa belakangan," ujar Ibu. Aku memang memutuskan kerja di butik Ibu. Aku dibimbing Ibu menjadi desai
Read more
PREV
1
...
8910111213
DMCA.com Protection Status