Semua Bab Mantan Suami Ingin Cintaku Kembali : Bab 21 - Bab 30
127 Bab
Bab 21 Putus Kontrak
Pukul tujuh malam. "Kita di mana, Ma?" tanya Anin kebingungan. Aku mengusap rambut Anin. "Anin mau ketemu Papa kan? Di sini kita bisa ketemu sama Papa."Pasalnya, kini kami sudah berada di depan unit apartemen milik Bella dan di sampingnya adalah apartemen Mas Samuel. Setelah dari rumah Ibu, kami memang sempat mandi dan berganti pakaian, lalu aku mengajak Anin ke sini. Berniat melancarkan aksi dengan membawa anak itu sebagai umpannya. Tunggu, aku tak bermaksud jahat. Sama sekali tidak. "Papa ada di sini, Ma?"Aku mengangguk. Lalu mengabari Bella bahwa aku sudah di depan apartemennya, sebab sedari tadi pintu tersebut tak kunjung dibuka. "Sorry gue... " Bella menatapku seolah meminta penjelasan. "Hai, Anin?" sapanya. Anin yang disapa seperti itu langsung tersenyum, walau terlihat raut muka kebingungan dari wajahnya. "Ah, masuk-masuk. Sorry tadi gue dari toilet." Aku pun menuntun Anin masuk ke dalam. Bella dengan cepat menyenggol lenganku. Ia seakan bertanya, kenapa Anin bisa iku
Baca selengkapnya
Bab 22 Lepaskan Kinan
—Apartemen, POV Samuel. Aku memutuskan pulang ke apartemen. Hari ini lelah sekali. Sesampainya di dalam, hal yang pertama kulakukan ialah melonggarkan dasi. Rasanya sesak seharian memakai dasi apalagi mengingat project di Singapore jauh dari kata baik-baik saja. Dibarengi dengan itu, aku juga melepas jam tangan Rolex lalu meletakkannya di meja. Satu per satu kancing kemeja kubuka, sampai pada akhirnya kemeja itu bisa kulepas dengan lega. Juga melepas celana panjang tersebut, hingga tersisa boxer pendek. Aku masuk ke dalam kamar mandi dan membiarkan guyuran shower membasahi seluruh tubuhku. Rasanya percikan air mandi lebih menenangkan dibanding notifikasi surat pemutusan kerja dari pihak Angela Clarissa. Ku pejamkan mata sebentar, menikmati dinginnya air yang mencoba menusuk ke dalam kulit putihku. Lama menghabiskan waktu di kamar mandi, akhirnya aku bergegas dan memakai baju santai dengan setelan kaos dan celana pendek. Aku pun mengambil ponsel, mencari nama Serena dan mengetik s
Baca selengkapnya
Bab 23 Perihal Melepaskan
—POV Serena"Tolong lepaskan Mbak Kinan. Demi aku, Mas."Aku memintanya melepaskan Mbak Kinan, sebab aku sudah tak sanggup lagi. Perkataan Ibu soal mereka berciuman terus menghantui. Aku tak tahu sebab-akibatnya sampai ciuman itu terjadi, Ibu juga tak memberitahuku lebih lanjut. Karena bisa kutebak, Ibu pasti langsung pergi setelah melihat itu semua. "Serena, kita bisa lupain sejenak permasalahan ini?" Mas Samuel berkacak pinggang, lalu meremas rambutnya sendiri. Pria itu tampak frustrasi. Ia bahkan membalas tanpa menatap kedua bola mataku. "Saya enggak tau. Saya bingung, Serena. Saya tau ini salah. Yang saya lakuin jelas menyakiti kamu. Tapi untuk melepas Kinan setelah apa yang sudah saya perjuangan selama ini demi kesembuhannya, itu sulit. Saya harus ngeliat Kinan sembuh, supaya saya bisa lega melepas Anin. Semuanya masih tentang Anin, enggak pernah berubah.""Enggak, Mas. Kamu salah. Justru yang aku liat sekarang bukan karena Anin, tapi karena perempuan itu Mbak Kinan." "Kamu t
Baca selengkapnya
Bab 24 Prahara Rumah Tangga
Seusai menjemput Anin. "Anin, pokoknya bilang sama Papa kalau Anin pengen tidur bertiga sama Mama dan Papa, ya? Kalau Papa nyuruh Anin tidur di kamar sebelah, Anin jangan mau, oke?" ucapku mewanti-wanti Anin. Anak itu mengangguk setuju tanpa protes sedikitpun. Lantas aku tersenyum senang. Meski Anin anak yang penurut, tak jarang ia juga banyak mau dan memprotes apa yang ia tak suka. Aku lega, sebab kali ini Anin gampang diatur. Kutekan bel apartemen Mas Samuel. Lama tak ada jawaban dari dalam. Aku melirik ke arah di mana Anin terus menautkan jari-jemarinya dengan tanganku. Ia tak bisa diam seakan ingin cepat masuk ke dalam. "Tadi ngapain aja di apartemen Tante Bella?" tanyaku menunggu pintu terbuka. Belum sempat Anin menjawab, pintu sudah terbuka. Mas Samuel muncul dari balik pintu dan Anin yang melihat itu langsung memeluk sang Papa. Mas Samuel pun dengan gerak cepat mensejajarkan tubuhnya dengan Anin, lalu memeluk tubuh kecil anaknya. "Papa gendong Anin!" pinta anak itu. Tanp
Baca selengkapnya
Bab 25 Tidur Satu Ranjang
"Ma, ini bagus enggak?" tanya Anin meminta persetujuanku. Aku menghampirinya. "Ganti baju tidur aja, ini sudah malam waktunya tidur.""Mama bantu," ucapku membantu Anin menggantikan bajunya. Setelah Anin selesai berganti baju. Mas Samuel melihat senang karena baju yang Anin kenakan sangat pas di tubuh anaknya, meski itu hanya baju tidur sekalipun. "Cantik banget anak Papa," puji Mas Samuel. "Ayo tidur, Pa. Anin udah ngantuk. Ayo, Ma?" ajak anak memandang kami satu per satu. Lalu, Mas Samuel memandangku. Ia menatap pakaianku seolah ada yang aneh. Saat Anin menarik tangan kami menuju ke ranjang, Mas Samuel justru menghentikan itu semua. "Kamu ganti baju dulu, di lemari ada baju tidur."Mas Samuel mengatakan itu dengan membawa Anin lebih dulu ke ranjang besar tersebut. Aku pun menurut, langsung mengganti pakaian dengan baju tidur di dalam kamar mandi. Setelah selesai, aku menghampiri Anin dan Mas Samuel yang tampaknya sedang bermain game di Ipad. Naik ke atas ranjang tanpa asa-asa
Baca selengkapnya
Bab 26 Penuh Rahasia
—Pukul 7 pagi. Aku membuka mata perlahan. Cahaya matahari sudah masuk lewati celah jendela kamar. Memegang kepala, lumayan sakit. Badanku terasa pegal-pegal. Apakah ini efek tadi malam? Ah, entahlah. Yang jelas aku harus segera bangun dan menyiapkan sarapan untuk Mas Samuel dan Anin. Namun, saat menoleh ke samping tempat tidur tak ada Mas Samuel di sana. Hanya ada Anin yang masih tertidur pulas. Ke mana pria itu pergi? Aku pun turun dari ranjang, keluar dari kamar mencari keberadaan suamiku itu. "Mas?" Aku menoleh ke sana ke mari, memanggilnya berharap Mas Samuel mendengarku. "Mas Samuel?" panggilku lagi karena tak kunjung ada jawaban. Aku mengusap kasar wajahku sendiri dengan satu tangan di atas meja makan. Mas Samuel tak ada di apartemen. Pria itu pergi bahkan tanpa memberitahuku lebih dulu. Aku menyipitkan mata, melihat sesuatu menempel seperti kertas notes di lemari pendingin. Berjalan ke sana dan membaca isi pesan yang tertulis di kertas kecil tersebut. "Saya sudah pesank
Baca selengkapnya
Bab 27 Adik Untuk Anin
—Kebun Binatang, pukul 11 siang. Kini kami sudah berada di kebun binatang setelah menempuh perjalanan satu jam lebih. Tidak hanya aku dan Anin saja yang berangkat, melainkan Kenzo dan Mbak Yuni ikut bersama kami. Aku sengaja mengajak kedua ibu dan anak itu supaya perjalanan kami lebih menyenangkan. Untungnya Kenzo pulang sekolah lebih awal dari biasanya. Sehingga mereka bisa bergabung seperti sekarang ini. "Ma itu ada merak merah, Ma!" heboh Anin langsung berlari ke depan kandang merak. Aku menyusulnya. "Jangan lari-lari kaya gitu, di sini banyak orang Anin.""Anin lupa, Mama. Maaf.""Iya, jalan pelan-pelan aja. Mama takut kamu jatuh," ucapku. "Mama fotoin Anin, dong. Anin mau foto sama merak merah!"Cekrek! Selesai memotret aku tersenyum kecil. Foto Anin dan merak merah itu seketika menyatu, sebab baju yang dikenakan anak itu berwarna merah juga. "Anin tau merak merah dari mana?" tanyaku sedikit penasaran. "Dari kartun kesukaan Anin. Mama coba liat fotonya bagus enggak?"Aku
Baca selengkapnya
Bab 28 Anin dan Kenzo
"Jangan ngelamun gitu. Mbak gak bermaksud apa-apa. Tuhan lebih tau yang terbaik buat pernikahan kalian. Nikmati dulu masa berduanya, kalau udah anak pasti repot," ujar Mbak Yuni seakan menyemangatiku. Aku tersenyum simpul. Menikmati masa berdua? Rasanya itu bukan hal sulit untuk pasangan yang sudah menikah, tetapi beda dengan pernikahanku. "Adiknya Kenzo cowok atau cewek, Mbak?" tanyaku tiba-tiba penasaran. "Belum cek, Mbak. Nunggu Mas kamu senggang dulu, lagi banyak kerjaan katanya."Aku mengangguk-anggukan kepala seolah mengerti. "Mas Rifki masih gila kerja ternyata," kataku ceplas-ceplos. Hal itu dibalas kekehan oleh Mbak Yuni. Toh, yang aku bilang benar adanya. Dulu, saat Mas Rifki belum menikah ia seakan orang paling sibuk di dunia. Sekalinya pulang ke rumah saat mendengar kabar perceraian orang tua kami. "Mas kamu emang orang yang enggak bisa lepas dari kerjaan, Ser." Aku melihat jelas senyum manis terbit dari bibir Mbak Yuni. "Dulu, saat masa pacaran, Mas kamu justru l
Baca selengkapnya
Bab 29 Tinggal Bersama?
—POV Samuel Aku dan Reno sudah tiba di Makassar. Kami langsung menuju ke lokasi di mana proyek sedang berjalan. Sejujurnya, proyek di Makassar ini sudah 80% dan kemungkinan dua atau tiga bulan lagi bangunan yang dipercayakan kepada Amor's Group sudah siap digunakan oleh klien kami sebagai pemiliknya. "Saya senang bekerja sama dengan Pak Samuel, hasilnya benar-benar sesuai yang saya harapkan," ucap Ricky, klien kami. Aku juga merasa kagum sendiri melihat bangunan yang sebentar lagi bisa klien kami tempati bersama istrinya. Dari konsep sampai furniture yang mereka pilih, benar-benar sangat berkesan. "Istri saya pasti senang melihat rumah yang di desain secantik ini," lanjut Ricky. "Tidak salah saya memilih Amor's Group, ini di luar ekspektasi saya.""Pak Ricky dan istri pantas medapatkan ini semua. Rumah yang indah untuk keluarga kecil kalian," ucapku tersenyum tipis. "Saya sudah cek, semuanya aman, Pak." Reno tiba-tiba datang melapor.Aku menoleh padanya. "Bagian halaman belakang
Baca selengkapnya
Bab 30 Kemunculan Baskara
"Demi kebaikan Kak Kinan. Apa kalian bisa menjauh dari kehidupan kami?"Kalimat itu terus terngiang di kepala. Aku pun menghentikan mobil di tepi jalan, memukul setir mobil dan berteriak kencang meluapkan segala emosi. Lagipula, siapa yang ingin terlibat jauh dengan mereka? Kalau bukan karena tingkat kepedulian Mas Samuel yang tinggi, dan tak ada Anin sebagai penghalang, mungkin pernikahanku tak akan menjadi taruhannya, juga dengan kesakitan yang diterima Bayu dan keluarga. Itu tak mungkin terjadi jika Mbak Kinan baik-baik saja dan Mas Samuel melepaskan masa lalunya. Kami bisa hidup bahagia di jalan masing-masing. Justru sekarang harapan itu pupus. "Akh! Kenapa semua masalah harus bertumpuk di kepala!" teriakku frustrasi sendiri. Tin! Tin! Tin! Aku melihat ke arah spion. Mobil sport hitam terlihat melanju kencang dan berhenti tepat di samping kanan mobilku. Lalu, kaca mobil itu terbuka lebar. Aku dapat melihat jelas wajahnya, seorang pria yang usianya kurang lebih 30-an. Tiba-tib
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
13
DMCA.com Protection Status