Semua Bab PULANG DARI PERANTAUAN: Bab 11 - Bab 20
53 Bab
Bab 11
“Sedikit, lagi ….” Mas Baska menginjak gas maksimal. Tak sabar, benar-benar tak sabar. Bahkan sejak dalam perjalanan, jiwanya sudah lebih dulu tiba di kampung kesayangan. Hingga perlahan mobil berwarna putih itu menepi, memasuki jalanan pemukiman yang sunyi. Rumah yang dibelinya dari hasil sisa tabungan yang Cahaya simpan, rumah yang ditempatinya semenjak rumah besar dan megahnya disita Bank. Rumah yang dia tinggalkan selama ratusan hari, kini sudah berada di depan mata. Lampunya menyala, tetapi sepertinya sangat sunyi. Dibukanya pintu mobil ketika kendaraan roda empat itu sudah terparkir sempurna. Mas Baska keluar setengah berlari memburu pintu rumah. Hatinya berdesie hebat, bahkan air matanya sudah mengembun ketika jemarinya mengetuk daun pintu. “Assalamu’alaikum, Dek!”Suara bergetarnya terdengar. Menyeruak di tengah ramainya alunan takbir yang bersahut-sahutan. “Dek! Ini Mas, suami kamu! Buka pintunya, Dek!” Mas Baska berbicara lebih kencang. Namun, tak ada yang membuka juga da
Baca selengkapnya
Bab 12
“M--Mama Kirannya mana? Bukannya Kiran sedang tidur sama Mama?” Sebuah pertanyaan lolos. Mas Baska menatap keganjilan yang ada di depan mata. Entah kenapa, hatinya begitu mencelos ketika ternyata yang benar adalah yang Mbak Fiska katakan padanya. Tak ada Kiran di kamar Mama. Perempuan yang dicintainya itu sudah membohonginya. “Apakah baru kali ini saja Mama berbohong padaku atau setiap informasi yang dia berikan selama ini adalah kebohongan belaka?” batin Mas Baska sambil mengurai pelukan dan menatap wajah perempuan paruh baya di depannya yang tampak terkejut luar biasa. “Ahm, Kiran?” Bu Rini menautkan alis, lalu celingukan ke kanan dan kiri. “Iya, Ma. Kiran. Tadi waktu aku telepon, Mama bilang lagi tidur sama Kiran ‘kan? Kirannya mana?” Mas Baska menatap lekat wajah Bu Rini yang tampak sekali gugup. “Oh itu … kamu salah paham, Baska. Mama bilang Kiran sudah tidur. Ya di rumah kalian lah. Memang waktu sore itu datang ke sini sama Aya. Kiran ngambek pengen pulang, pengen tidur. Mak
Baca selengkapnya
Bab 13
“Ibu bisa kasih alamat klinik dokter prakteknya? Aku mau ke sana, Bu?” Mas Baska bangkit setelah meneguk teh hangat buatan mertuanya hingga tandas. Banyak hal yang sepertinya memerlukan penjelasan dari Aya. “Apakah sesuatu telah terjadi antara Mama dan Aya? Namun, rasanya gak mungkin … Mama bahkan sangat menyayangi Aya dan Kiran. Semoga semua kecurigaanku ini salah.” Mas Baska lekas menginjak gas dan menuju ke alamat klinik yang disebutkan oleh Ibu Nur---Ibu Mertuanya. Mobil yang ditumpangi Mas Baska perlahan menyisir satu per satu bangunan yang berderet. Dia mencari plang bertuliskan parktek Dr. Neli. Hingga akhirnya dia menemukan sebuah rumah dua lantai bercat abu. Mobil berhenti, hari memang masih gelap ketika pada akhirnya dia mendorong gerbang yang memang tak dikunci itu, gerbang itu hanya menutup sedikit saja. Lantas Mas Baska memarkirkan mobil yang dia bawa. Kaki Mas Baska perlahan melangkah mendekati pintu ruang praktik yang tertutup. Memang tak seperti klinik, tetapi hany
Baca selengkapnya
Bab 14
Allohu Akbar! Allohu Akbar! Allohu Akbar!La ilaha Ilallahu Allohu AkbarAllohu Akbar, Walilahilhamdu ….Gema takbir kemenangan hampir berakhir ketika mobil Mas Baska yang membawa serta Cahaya dan Kirana kembali ke rumah mungil mereka. Sepanjang jalan, Cahaya tak banyak bicara. Hanya duduk diam sambil berulang menyeka air mata. Kepulangan Mas Baska adalah anugerah. Hadiah terindah yang tak pernah dia duga. Cahaya membuka daun pintu. Mas Baska yang sudah berada tak jauh darinya sambil membpopong Kirana---putri kecilnya. Udara di dalam rumah masih terasa asing bagi Mas Baska. Dulu sebelum kebangkrutan yang menimpa, mereka tinggal di sebuah rumah yang cukup besar. Namun, semenjak usahanya tumbang, rumah kecil itu menjadi pilihan. Tak banyak perabotan di sana. Hanya ada dua kamar juga. Cahaya meminta Mas Baska menidurkan Kiran di kamarnya.“M--Mas, ikut shalat ied gak?” tanya Cahaya sambil menatap jam pada dinding. Sudah pukul lima lewat. “Ikut lah, Dek. Setahun sekal doang, masa iya
Baca selengkapnya
Bab 15
Di rumah besar milik almarhum Pak Wiguna, Bu Rini tengah merasa gelisah. Kedatangan Mas Baska yang mendadak membuatnya menjadi bingung mengambil sikap. Satu sisi, jika Mas Baska banyak uang memang royal, untuk keluarga pun gak perhitungan. Namun, pada sisi lain, Bu Rini takut jika Mas Baska masih miskin dan akhirnya malah menyusahkan. Masih ingat empat tahun lalu ketika bisnis Mas Baska collaps, Mbak Fiska sering marah-marah karena Mas Baska kerap meminjam beras dan uang. Dia juga takut kalau Mas Baska curiga jika uang yang dikirim tak diberikan semua pada Cahaya. Jika melalui telepon, Bu Rini bisa lancar berbohong. Namun kalau berhadapan, apalagi Mas Baska sudah dapat klarifikasi dari menantunya, tentunya Mas Baska akan lebih sulit percaya padanya. Jujur, Bu Rini belum siap untuk menjawab pertanyaan itu. “Mama mendingan jaga jarak sama Baska, Ma. Dia pasti nanti nanyain itu uang kiriman dia. Aku sih yakin banget, si Aya pasti ngadu-ngadu yang bukan-bukan tentang kita ke Baska.” “La
Baca selengkapnya
Bab 16
Mobil yang ditumpangi Mas Baska akhirnya tiba di depan kediaman Bu Rini. Pintu pagar masih terbuka lebar, sepertinya Mbak Fiska malas menutupnya karena masih wara-wiri berlebaran. Suasana rumah sepi. Mas Baska memarkirkan mobil di halaman depan. Kekasih dia mengajak Cahaya dan Kiran untuk turun. Cahaya mengikuti langkah kaki Mas Baska. Lalu mereka bertiga mematung seraya menunggu, sedangkan Mas Baska memijit bell yang ada di dekat pintu.Bu Rini yang ada di dalam segera menghampiri daun pintu dan mengintip dulu dari balik tirai. Rasanya para tetangga semua sudah datang kemarin. Dari celah tirai yang disingkapnya, Bu Rini menghela napas melihat anak bungsunya yang ternyata datang. Diperhatikannya dari atas ke bawah apa yang dikenakan Mas Baska dan Cahaya. “Ya ampuuun, Baska memang sepertinya masih susah. Baju baru saja gak kebeli. Aku masih inget itu baju koko Baska yang lama, baju yang dia pakai saat lebaran sebelum merantau. Warnanya juga sudah pudar. Benar kata Fiska … aku gak us
Baca selengkapnya
Bab 17
Bu Rini menatap kepergian putra bungsunya yang menggandeng anak serta cucunya pergi. Entah kenapa ada yang terasa mencelos ketika Mas Baska berbicara seperti itu. Namun, sekali lagi … Bu Rini tak mau kalau harus hidup susah apalagi disusahkan oleh Mas Baska. Dilihat dari semua clue yang ada, jelas sekali jika putra bungsunya itu masih susah. Mobil pinjam, ticket lebaran tak terbeli, jangankan ticket, baju saja pakai baju yang lama. Sudah jelas, tak ada yang bisa diharapkan dan tak bisa dijadikan sandaran.“Maafkan Mama, Baska … kalau Mama terlalu baik sama kamu, nanti Mbak Fiska merasa Mama pilih kasih. Mama gak mau hidup susah.” Begitulah pepatah yang mengatakan jika kemarau satu tahun, hilang terbilas hujan satu hari. Seluruh kebaikan Mas Baska dan Cahaya ketika usahanya maju, menguap begitu saja bersama dengan kemarau ekonomi yang melanda. Di mata Bu Rini, yang dia sayang adalah anak yang paling sering memberi. Dalam hal ini, Mbak Fiska memang sangat memanjakannya. Begitu pun Mbak
Baca selengkapnya
Bab 18
Mas memarkirkan mobilnya di halaman gedung yang masih sepi. Gedung perkantoran itu dibelinya dari Mas Laksa dengan pembayaran cash bertahap. Beruntung, Mas Baska mendapatkan akses informasi jika Mas Laksa rupanya mengambil konsep syariah dan akad langsung dengannya selaku pemilik properti, bukan dengan pihak ketiga seperti pada jual beli properti pada umumnya. Di mana dia bisa menghindari hal yang dia yakini adalah sebuah dosa yang bahkan besarannya sama seperti 36 kali berzina dengan Ibu kandung. Sesuatu yang meninggikannya sekejap pada masa lalu kemudian menghempaskannya hingga jurang terdalam. Masih teringat betapa dia berjaya dalam dua tahun merintis usaha sehingga begitu banyak tawaran modal. Akhirnya dengan menjaminkan aset-aset perusahaan, Mas Baska meraup suntikan dana yang cukup besar. Didirikannya lagi bangunan, dibelinya lagi mesin-mesin karena order melonjak sangat tinggi. Modal kurang lagi, lalu dia ajukan lagi pendanaan dan bahkan termasuk menggunakan sertifikat rumah m
Baca selengkapnya
Bab 19
Seorang lelaki tampak tengah duduk memunggunginya. Suara Mbak Nency yang memanggil nama lelaki tersebut membuatnya berdiri dan menoleh. Seketika Mas Baska terkesiap. Sosok itu tak asing dan sangat tak asing. Kenapa takdir mempertemukan mereka dalam kondisi seperti itu. Lelaki itu rupanya yang menjadi orang pilihan Abi. Dia adalah ….“Fajar?” Mas Baska menyebut nama itu dan tercekat. Bagaimana bisa jika orang pilihan Abi adalah mantan dari istri yang dicintainya. “WoW, Baska?” Bang Fajar tampak sama terkejutnya. Namun tak urung dia bangkit dan mendekat pada lelaki yang tingginya hampir berimbang itu.“Jadi, calon bos yang Pak Martadinata bilang itu, Anda?” Bang Fajar mengulurkan tangan seolah tak ada beban. Meskipun sebetulnya dalam hati sama kagetnya. Rupanya kontrak kerja yang sudah ditandatangani dengan perusahaan pusat Martadinata Grup itu dipimpin oleh rivalnya, Baskara Surya Wiguna. Lelaki yang sudah mengambil Cahaya Kamila, gadis yang senyumannya masih subur melekat di hatinya.
Baca selengkapnya
Bab 20
Cahaya belum menjawab ketika dari ujung jalan tampak mobil mendekat. Glek!Seketika kerongkongan Cahaya merasa tercekat. Jelas sekali yang mendekat itu mobilnya Mas Baska. Tak ada waktu lagi untuk berkelit. Mobil yang ditumpangi Mas Baska kini sudah tiba dan berhenti tak jauh dari lelaki yang berdiri dengan jarak beberapa langkah di depan Cahaya. “Duh, aku harus jelasin apa ke Mas Baska?” Cahaya menggumam sendiri dalam dada. Rasanya tak nyaman sekali ketika berada dalam posisi saat ini. Berdiri di antara suami sah dan mantan. Mas Baska turun dari mobil dan menghampiri Cahaya yang mematung kaku menghadapi Bang Fajar. Mas Baska, kenal betul siapa lelaki yang berdiri di depan istrinya itu. Hatinya sempat terbakar rasa cemburu ketika melihat mereka tadi. Namun, dia percaya … urusan masa lalu Cahaya sudah selesai. Hanya saja, dia tak yakin jika Bang Fajar yang sampai saat ini masih sendiri padahal sudah mapan, sudah move on dari cerita cinta lamanya, itu saja.“Apa dia kembali mencoba
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status