All Chapters of BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU: Chapter 31 - Chapter 40
87 Chapters
BAB 31
Darmi baru saja pergi setelah mengantarkan air teh. Marni meraih cangkir tersebut di meja meminum sedikit karena masih panas. "Ini gimana sih, nodanya masih ada? Nyuci itu yang bener, dong!" Dia sedikit tersentak mendengar suara keras itu lantas menoleh. Menaruh pelan cangkir. "Maaf, Bu. Akan saya cuci lagi." Marni menggeleng kecil melihat Tisa sedang mengomeli pembantu barunya. Gara-gara baju kurang bersih, sambil menunjukkan letak noda."Nih, ambil. Cuci lagi yang bersih!" Dia melemparkan baju itu ke hadapannya. Marni mengelus dada melihatnya tidak tega pada wanita itu. Tisa keterlaluan tidak beradab pada orang yang lebih tua darinya meski pembantu. "Baik, Bu. Saya akan cuci dulu." Perempuan itu pergi dengan wajah murung menahan sedih. Namun, tidak berani melawan. Pasrah menerima akibat kekurang hati-hatiannya dalam bekerja. Marni tidak yakin pembantu itu akan betah kalau mempunyai majikan seperti itu. Bisa-bisa seperti yang sudah-sudah, berhenti karena tidak kuat. Membawa ba
Read more
BAB 32
Berbeda dengan Satria yang mudahnya bercinta dengan Ayra, mudah mencari kesenangan dan kepuasan dengan istri, Haris justru kesulitan untuk menyalurkan hasrat biologisnya. Terlebih setelah Tisa melahirkan. Lelaki itu tampak murung dan kuyu. Marni pun terdiam memperhatikan tanpa bisa menyarankan apa-apa. Setiap hari berusaha menahan, lama-lama kepalanya terasa pusing dan berat. Dia yang terbiasa dilayani dua perempuan tanpa libur lama-lama, sekarang begitu tersiksa tanpa salah satunya. Tidak tahan akhirnya dia mendekati Tisa memeluknya yang tertidur. "Mas, kamu mau apa?" Istrinya itu terbangun merasakan sentuhan di dada. Dia langsung beranjak duduk. Haris tidak bicara, mendekat lagi mencium bibir menahan tengkuknya, sambil menyentuh kencang lagi dada yang tampak lebih menggoda. Tisa membola dan mendorongnya hingga terlepas. "Aku masih masa nifas, Mas." Dia mencoba mengingatkan. "Kamu tidak boleh melakukannya." "Sebentar, Tisa." Haris tampak nelangsa karena desakkan hasrat yang be
Read more
BAB 33
"Kamu udah siap ketemu, Papa?" Pergerakkan tangan Ayra yang tengah membantu mengancingkan kemeja Satria terhenti mendengar itu. "Jadi, benar aku mau diajak ke rumah Papamu?" Dirinya malah balik bertanya. "Bener, dong, Sayang. Papa kan belum pernah ketemu kamu." Sejenak Ayra terdiam kemudian mengangguk pelan mengiyakan dan meneruskan mengancingkan. "Nanti aku atur waktunya sama Papa biar lebih leluasa.""Iya, Mas." Ia memaksakan tersenyum sambil merasai deg-dekkan lagi di hati. Bagaimanapun, mertuanya itu bukan orang biasa. Bukan orang sembarangan. "Sudah, Sayang. Terimakasih." Kancing kemeja Satria sudah terpasang semua dan menyingkir. Sebelum ke ruang depan dia kecup punggung tangan yang sudah repot-repot mau membantunya. Hal kecil yang manis dan batin Ayra menghangat karenanya. Entah, dia senang melakukan itu sejak saat masih bersama Haris dulu, tapi laki-laki itu hanya mengucapkan terimakasih dan itu pun jarang. "Mas, sarapan dulu. Aku siapkan." "Iya, Sayang." Satria menunggu
Read more
BAB 34
"Terimakasih banyak, Mas." Ayra mengurai pelukan setelah cukup lama larut dalam perasaan suka cita. Air mata kebahagiaan masih menetes di pipi. Satria mengusapnya lembut. "Sudah kewajibanku yang mesti aku penuhi sebagai suamimu, tidak perlu berterimakasih." Lembut dia katakan itu tak henti mengulas senyum sejak tadi. "Kita ke dalam," ajaknya. Ayra mengangguk, membiarkan dia menggamit kembali tangannya. Pintu terbuka. Keduanya masuk. "Seperti ini isinya." Ayra menyapu pandang ke sekitar dengan perasaan kagum serta penuh rasa syukur. Ruangan tampak bersih dan barang tertatap rapi. Luas dengan tangga melingkar di ujung tembok sana. "Kita bisa pake ART kalau kamu mau." Satria bersedia memberikan pelayan untuk istrinya ini. "Nanti saja, Mas." Ayra tidak terlalu memikirkan itu dulu. Mengurus rumah bukan hal sulit baginya, terlebih dia belum mempunyai anak, belum repot. Dia berjalan kembali melihat-lihat seluruh ruangan. Benar-benar luas hampir sama luasnya dengan rumah Tuan Surya. Ruan
Read more
BAB 35
Tidak lama setelah Satria pergi Haris datang. Dari kaca jendela, Tisa melihat mobilnya memasuki halaman dan berhenti. Lelaki itu turun langsung beranjak ke teras. Tisa berbalik resah. Bagaimana kalau suaminya itu menanyakan ibunya yang tidak ada? Apa ia akan disalahkan karena membiarkan pergi. Tisa menggeleng menepis kehawatiran. Lalu menghampiri bayinya yang menangis di tempat tidur. Menggendongnya. "Ibu?" Belum lama Tisa menerka hal itu dalam pikirannya terdengar Haris memanggil-manggil ibu mertua. Dirinya semakin gelisah. Akhir-akhir ini dia berjarak dengan Haris demi menghindari hasrat lelaki itu. Agar tidak terjadi lagi pemaksaan di waktu nifas. Lelaki itu lebih dekat dengan ibunya dan tidak heran menanyakannya. Pintu terbuka begitu saja membuatnya terkejut. Haris masuk. "Ibu ke mana?" "Emm ...." Tisa ragu menjawab. "Ke mana, Tisa?" "Ibu pergi." "Pergi ke mana dan sama siapa?" "Mas sebaiknya makan dulu atau mandi. Sudah disiapkan sama Mbak An." "Aku tanya Ibu ke mana?!
Read more
BAB 36
"Apa salahnya mereka bersama, Mas? Justru itu lebih baik buat Ibu dari pada sendiri." Satria sudah berhadapan dengan Haris. "Halah, kesenengan kamu. Sudah membuat Ayra jauh dariku dan sekarang mau membuat Ibu jauh dariku juga? Kemaruk kamu!" balas lelaki itu sengit. Satria tak habis pikir, Haris selalu menyalahkannya. Ayra jauh karena salahnya sendiri dan dia tidak bermaksud membuat ibu jauh darinya juga. Sempit sekali pikirannya dan penuh rasa dengki. "Ibu akan tetap tinggal bersamaku dan tidak boleh menikah lagi!""Kamu tidak boleh mengatur-ngatur Ibu. Biarkan Ibu mempunyai kehidupannya sendiri. Ibu berhak dicintai dan disayangi bukan hanya dari anaknya saja. Papaku tidak akan membuat Ibu susah.""Sombong kamu!" sentaknya lagi. Melirik Satria dan papanya bergantian. "Mentang-mentang kalian banyak uang, bukan berarti kalian bebas sesukanya sama Ibuku!" "Maafkan saya Haris, kalau kamu tidak suka atas sikap saya dulu sama Ibu kamu. Dari itu, saya ingin menebus semua kesalahan terseb
Read more
BAB 37
Satria dan Ayra pamit dari kontrakan. Barang-barang mereka diangkut ke dalam mobil box besar terparkir di halaman rumah Bu Dita. Perempuan itu, penghuni kontrakan lain dan tetangga dekat setempat terdiam memperhatikan.Bu Dita tampak sedih Ayra akan pergi selamanya dari tempatnya. Satria tidak mengambil sisa uang sewa yang telah masuk. Tapi membagikannya pada warga sekitar yang kurang mampu, pada janda-janda dan anak yatim. Ayra sendiri yang memberikan lembaran demi lembaran uang tersebut. Mereka berucap terimakasih, menyalaminya satu-satu lalu pergi. Ayra tidak membagikan semua. Disisakan beberapa lembar uang biru diberikan pada Bu Dita. "Buat Ibu, terimkasih sudah baik sama saya selama di sini.""Tidak usah, Ra." "Terima saja, Bu." Satria menyuruhnya untuk memberi pada Bu Dita juga. Perempuan itu sudah baik mau mengembalikan lagi uang yang telah lama masuk. Sering ibu pemilik kos atau pemilik kontrakan lain tidak mau mengembalikannya. Dengan perasaan terharu, Bu Dita pun menerima
Read more
BAB 38
Haris pulang dalam keadaan lesu, benar-benar tak semangat. Lebih besar ego dari pada meraih apa yang sudah direncakan. Dia menerima pembatalan kontrak kerja sama dengan Satria. Tidak mau memohon-mohon padanya. Membiarkan lelaki itu pergi lagi dengan rekannya setelah pertemuan. Sebelum berlalu dia sempat-sempatnya mengeluarkan ucapan yang terasa menyakiti hatinya. "Baguslah kalau anda sadar diri tidak mampu, Pak Haris. Kami sudah menyerahkan proyek kami ini ke tangan orang yang lebih profesional." Profit ratusan juta lenyap. Gagal dia dapat. Ke luar dari kafe itu asistennya pun terus merongrongnya karna kecewa. "Pak, kenapa dibatalkan? Sebelumnya Bapak sendiri yang bilang proyek itu jangan sampai gagal jatuh ke tangan kita." "Diam kamu Amran!" Dia membentaknya tanpa mau membeberkan alasan sebenarnya karena masalah pribadi, dengan sang klien yang tak lain adik sendiri. "Kita bisa cari klien lain, bukan hanya dia." "Tapi tidak mudah lagi, Pak, mendapatkan klien dengan benefit yang be
Read more
BAB 39
"Aku pengen ngajak Ibu tinggal di sini." Usai menikmati sarapan Satria mengungkapkan keinginan itu. Ayra tengah membereskan piring bekasnya juga bekas makan sendiri menoleh. "Mas Haris pasti tidak mengijinkan, Mas." "Itu dia masalahnya. Kemarin baru menginap sehari saja langsung dijemput lagi disuruh pulang." Padahal itu pertama kalinya dia membawa ibunya ke rumah barunya ini. Besoknya Haris menjemput lagi. "Tapi aku juga anaknya, dia tidak boleh begitu. Mas Haris terlalu mengekang Ibu.""Iya, Mas, kamu juga berhak bersama Ibu. Dan kasihan Ibu tidak boleh kemana-mana.Keduanya sama-sama terdiam. Ayra tidak keberatan jika ibu mertua tinggal bersama dengannya seperti dulu sewaktu menjadi istri Haris. Marni ibu yang baik dan perhatian, tidak suka mengatur atau menekan menantu, selama ini bersama Ayra cocok. Mereka sudah seperti anak dan ibu kandung. "Bagaimana kalau digilir, Mas? Seminggu Ibu di sini, lalu ke Mas Haris lagi. Atau dua minggu sekali atau sebulan sekali." Dirinya member
Read more
BAB 40
"Sudah, Haris. Hentikan!" Marni mencegah putranya menyakiti lebih banyak. Namun, Haris kidung kecewa dan murka tidak mendengarkan ibunya. Tisa ditekan ke dinding. Dicekik lehernya hingga tubuh kecil itu terangkat. Perempuan itu berusaha melepaskan diri namun sulit karena cengkraman yang begitu kuat dan kencang. "Le-lepass, Mass." Susah payah Tisa memohon di tengah rasa sakit dan sesak. Tenaganya tidak sebanding dengan lelaki itu. "Istigfar, Ris! Lepaskan Tisa, jangan seperti itu." Marni panik dan cemas. Sulungnya keterlaluan melakukan itu. "Lepaskan dia, Haris. Kamu bisa membunuhnya." Ikut menetes air mata Marni menyaksikan penyiksaan tersebut. Mencoba melepaskan. Walau Tisa menyebalkan sebagai menantu, tapi dia tidak layak diperlakukan buruk seperti itu. Haris bisa terjerat pidana. Tisa pun menangis sambil terus memohon minta dilepaskan, namun Haris masih menatap tajam dan dingin, dia bahkan tidak berkedip barang sedikit pun terus memelototi dan menekan lehernya kuat-kuat. Tiga
Read more
PREV
1234569
DMCA.com Protection Status