Semua Bab Cinta Terlarang di Balik Misi Balas Dendam: Bab 31 - Bab 38
38 Bab
Bab 31 : Desis Ular di Tengah Malam
Tangan Adrian mencengkeram kemudi dengan penuh tujuan, kulit kemudi bergetar pelan di bawah tekanan tekadnya saat dia tiba-tiba membelokkan mobil ke kiri. Sebuah jalan yang bertentangan dengan petunjuk Blake, namun Adrian merasa harus mengambilnya.Suasana di dalam kendaraan menjadi semakin padat, hampir mencekik, seolah-olah kecemasan kolektif mereka telah menjelma menjadi penumpang keempat.Tatapan Freya melirik ke arahnya, memperhatikan garis keras rahangnya, garis tegas dari mulutnya yang menunjukkan komitmennya untuk melindungi. Freya merasakan tarian denyut nadinya di bawah kulitnya yang tidak menentu, sebuah simfoni kacau yang dimainkan antara kepercayaan terhadap naluri Adrian dan ketakutan akan konsekuensi yang tidak diketahui. Sisi wajah Adrian dari samping menjadi siluet diantara lampu-lampu jalan yang mereka lewati, terukir dengan intensitas yang meyakinkan sekaligus menakutkan.“Adrian, apa yang membuatmu tidak percaya pada informasi dari Blake?” tanya Freya.“Mungkin
Baca selengkapnya
Bab 32 : Ujian Pelayan Setia
Saat Blake bergegas memacu motornya melewati jalanan yang berliku-liku, sebuah perasaan yang mendesak mendorongnya untuk terus maju. Deru mesin kendaraannya bergema di trotoar, masing-masing mendengungkan irama ritme tekad dan keputusasaan. Malam seakan-akan menutup pandangan di sekelilingnya, bayang-bayang menari-nari di ujung penglihatannya, membisikkan rahasia tentang malapetaka yang akan datang. Tiba-tiba saat ia berbelok di sebuah tikungan, jalannya berpotongan dengan tatapan marah Calypso. Mata gadis itu berkobar dengan intensitas yang membuat Blake merinding. Gadis itu berdiri diujung pertigaan jalan sambil melipat tangannya di depan dada, bagian kanan dan kiri jalan ditutup oleh deretan mobil sedan hitam dan beberapa antek-anteknya. Sebelum dia bisa bereaksi, tangan Calypso melesat, mencengkeram kerah baju Blake dengan genggaman yang kuat. Sentuhannya yang tiba-tiba membuat adrenalin mengalir deras di pembuluh darahnya, seluruh inderanya terpacu hingga mencapai puncaknya.
Baca selengkapnya
Bab 33 : Dilema Mematikan
Adrian tersentak dari tidurnya, napasnya tersengal-sengal dan terengah-engah, sisa-sisa dari mimpi buruk yang menjeratnya dalam cengkeraman. Bayangan menakutkan masih melekat di tepi kesadarannya, sebuah pengingat akan kegelapan yang menghantui mimpinya. Saat dia mengedipkan mata dari sisa-sisa tidurnya, Adrian mendapati dirinya diselimuti oleh cahaya lembut sinar bulan, dunia di sekelilingnya bermandikan pendaran cahaya yang lembut. Di sampingnya, kehadiran Freya terasa seperti mercusuar pelipur lara, sentuhannya terasa hangat di dahinya yang berkerut. Suaranyanya bagai melodi yang menenangkan di tengah kekacauan pikirannya, memecah keheningan seperti bisikan di malam hari. "Apakah semuanya baik-baik saja?" Kata-kata Freya menggantung di udara, menjadi pertanyaan lembut yang diwarnai dengan keprihatinan. Tatapannya, yang dipenuhi dengan intensitas yang tenang, mencari jejak-jejak gejolak yang mengganggu tidurnya. Tenggorokan Adrian tercekat oleh gelombang emosi, jantungnya tera
Baca selengkapnya
Bab 34 : Bahaya yang Menanti
Saat sosok bayangan itu mendekati mobil Adrian, siluetnya yang mengancam tampak semakin besar, membayangi mereka seperti teror yang menakutkan. Udara menjadi pekat dengan ketegangan, setiap tarikan napas diwarnai dengan gelombang ketakutan. Jantung Adrian berdegup kencang di dalam rongga dadanya, suaranya seperti genderang yang menabuh kegelisahan di tengah keheningan malam. Tangan Freya mengencang di sekitar tangan Adrian, jari-jarinya dingin dan berkeringat dengan energi gugup. Cahaya lembut bulan memancarkan bayangan menakutkan, mempermainkan mata mereka saat sosok itu semakin mendekat. Apakah itu benar-benar makhluk yang tidak berbahaya, atau sesuatu yang lebih jahat yang bersembunyi di kegelapan? Tatapan mereka terkunci, terbelalak karena ketakutan, saat sosok itu mulai terlihat - makhluk kecil berbulu yang melesat melintasi jalan setapak yang diterangi cahaya bulan. Rasa lega membanjiri seluruh tubuh mereka. "Itu hanya tupai," seru Freya, tawanya membahana seperti lonceng di
Baca selengkapnya
Bab 35 : Jurang Tanpa Tepi
Saat mereka melesat menuju bangunan yang ditinggalkan, naluri Adrian tersentak oleh rasa tidak nyaman yang semakin meningkat. Nampaknya bayang-bayang malam membayang mengancam, menimbulkan keraguan akan keselamatan mereka. Freya melirik Adrian, sorot matanya menyiratkan kekhawatirannya. "Kita masih diikuti," gumam Adrian, genggaman tangannya menguat pada kemudi saat dia menelusuri jalanan yang gelap. Jantung Freya berdegup kencang, pikirannya berpacu dengan berbagai kemungkinan. "Bagaimana mereka bisa menemukan kita begitu cepat?" Pandangan Adrian beralih ke kaca spion, matanya menyipit ketika ia melihat sebuah mobil membuntuti mereka, lampu depannya seperti mata yang menyilaukan di malam hari. "Bukan hanya itu," kata Adrian dengan muram, suaranya terdengar gusar. "Ada alat pelacak di dalam mobil." ujarnya sambil melirik ke arah benda kecil yang tertempel di spion mobilnya. Mata Freya membelalak karena khawatir, menyadari betapa gawatnya situasi mereka. "Mereka mengetahui setiap
Baca selengkapnya
Bab 36 : Air Sungai yang Membeku
Arus air yang deras menyelimuti mobil, menarik dan menyeretnya bagai pasukan musuh yang tak kenal lelah. Di dalam, jantung Adrian berdegup kencang dengan campuran rasa takut sekaligus teguh saat ia memeluk Freya erat-erat, tangannya menjadi perisai pelindung di sekeliling tubuh Freya yang gemetar. "Freya, pegang erat-erat," teriak Adrian di atas deru sungai, suaranya terdengar putus asa. Freya berpegangan erat pada Adrian, matanya terbelalak karena ketakutan tetapi juga ada tekad yang kuat yang tercermin dalam tatapannya. Dia mengangguk, kepercayaannya pada Adrian tidak tergoyahkan bahkan dalam menghadapi situasi yang berbahaya ini. Pikiran Adrian dipenuhi dengan berbagai kemungkinan saat dia mengamati bagian dalam mobil. Matanya tertuju pada jendela, penghalang kaca di antara mereka dan potensi keselamatan. Tanpa ragu-ragu, dia menguatkan diri dan memberikan pukulan kuat ke jendela dengan sikunya. Kaca itu awalnya memberikan perlawanan, keras kepala dan membatu. Adrian mengertakk
Baca selengkapnya
Bab 37 : Mimpi Buruk Adrian
"Adrian, kau benar-benar orang tidak tahu diuntung. Sekarang kau tidak bisa lari kemanapun! Inilah akibatnya jika kau mengkhianatiku—"Brag!Mata Adrian terbelalak, sisa-sisa mimpi buruknya masih tersisa seperti rasa pahit di mulutnya. Dadanya berdebar-debar setiap kali menarik napas, ritme yang cepat menggambarkan kekacauan mimpinya. Tempat itu terasa sesak, udara terasa berat dengan bobot rasa takutnya.Adrian terbangun dengan sisa-sisa mimpinya yang mengerikan, bayangan samar seorang pria berbadan tegap dengan suara mengerikan masih menggema di telinganya.Ia beberapa kali memeriksa wajahnya untuk memastikan bahwa yang barusan terjadi hanya mimpi buruk. Pukulan keras yang ia rasakan dalam mimpinya seolah membawa nyawanya yang melayang menubruk tubuhnya dengan keras."Adrian, bangun! Adrian—apa jkau baik-baik saja?" bisikan Freya yang mendesak menembus kabut pikirannya, tangan lembutnya menggoyangkan bahu Adrian dengan tekanan yang lembut.Adrian mengerjap, mencoba melepaskan bayang
Baca selengkapnya
Bab 38 : Kabin di Tengah Hutan
Mesin mengeluarkan rengekan frustrasi saat Adrian berulang kali menekan pedal gas dan memutar kunci, tetapi mobil itu tetap tidak bergerak. Dia melirik sekilas ke indikator bensin, memastikan bahwa bensinnya masih setengah penuh."Tangki bensinnya tidak kosong, jadi ada apa dengan mobil ini?" Adrian bergumam, alisnya berkerut kesal.Freya duduk di kursi penumpang, mengintip ke arahnya dengan perasaan khawatir dan tidak sabar. "Yah, kita tidak bisa membuat benda itu hidup hanya dengan menatapnya," katanya datar.Adrian menghela napas frustrasi, mengusap-usap rambutnya. "Aku tahu, aku tahu. Tapi ini hanya keberuntungan kita, bukan? Menemukan mobil di tempat antah berantah, dan ternyata tidak berfungsi," gerutunya, terdengar kecewa.Mereka memutuskan untuk meninggalkan mobil dan melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki, memasuki hutan lebat yang membentang di depan. Udara terasa pekat dengan aroma daun-daun basah, dan gemerisik samar satwa liar menambah suasana mencekam."Aku benci be
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234
DMCA.com Protection Status